Mohon tunggu...
Iman Suwongso
Iman Suwongso Mohon Tunggu... Penulis/Wartawan -

Ketika angin berhembus kutangkap jadi kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Topeng di Meja Bupati

5 Mei 2016   22:35 Diperbarui: 6 Mei 2016   18:48 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Satir sudah mulai memegang pangot dan siap meraut kayu, wajah ideal yang ia bayangkan berubah. Tokoh siapa lagi ini? Satir tidak bisa meneruskan mengerjakan topeng ini.

Tiga hari sebelum pemilihan Bupati Satir sudah bisa memastikan tokoh untuk Basuki. Dalam benaknya tak berubah lagi, tokoh Panji Asmoro Bangun, Pejabat Jenggala Manik dalam cerita Wayang Topeng Malangan. Raja yang disegani, adil dalam tindakannya, digdaya dalam menghadapi lawan-lawannya. Satir mengerjakan topeng ini dalam tiga hari terus menerus. Dan selesai. Selesai menjelang detik-detik pemilihan bupati.

***

Basuki memenangkan pemilihan bupati. Lima hari setelah pemilihan, ajudan Bupati Basuki datang. “Bapak mengharap panjenengan rawuh dengan membawa topeng pesanan Bapak.”

Karena Satir memang sedang menganggur, ia berangkat mengantar topeng Bupati Basuki bersama ajudannya. Meskipun Basuki teman kecilnya, perasaannya bergemuruh juga. Ia membayangkan Basuki bersama istri dan keluarganya akan menyambutnya dengan hangat. Pastilah istri Basuki cantik. Kalau ada teman-temannya, Satir akan diperkenalkan sebagai temannya waktu kecil. Bangga juga rasanya, orang desa seperti Satir memiliki teman bupati. Dadanya seperti membusung mengatakan, “Nih, sahabat masa kecil Bupati Basuki.”

Di rumah Basuki banyak sekali tamu. Ada pentolan-pentolan partai yang mendukungnya, ada dari gubernuran, juga ada orang dari Pusat. Banyak orang, sampai rumah Basuki tidak cukup.

Oleh ajudan Basuki, Satir disuruh menunggu di halaman belakang, di bawah pohon mangga dekat dapur. Ia diberi satu kotak kue dan satu gelas air mineral. Minumnya ia sedot sedikit-sedikit, sampai habis setelah dua jam menunggu. Dua potong kue juga habis pada satu jam berikutnya. Satir mulai gerah. Kekagumannya melihat tamu-tamu Basuki berubah menjadi kegelisahan.

Untung saja ajudan Basuki datang tak lama kemudian.

“Pak, Bapak mohon maaf, tidak bisa menemui Bapak.”

“Tidak apa-apa. Kalau begitu...” kata Satir tahu diri.

“Ya, Pak, topeng itu disuruh menitipkan pada saya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun