Di hari yang memasuki hitungan ribuan, dia datang kembali yang keribuan kalinya. Cetaaaarrr!
“Catatan. Bukti-bukti telah dikumpulkan. Pengajuan keberatan kamu sudah dipelajari. Tapi kami perlu kata sepakat bulat. Butuh waktu.”
Kami bergembira. Ini berarti tanda pembebasan telah tiba. Pasukan pembelaku pastilah sudah membungkam mereka dengan berbagai kesenangan. Kami bersiap-siap untuk pesta pora. Para kecoak menari-nari. Aku akan mengulang sejarah lagi: menang lagi. Bebas disini.
Namun begitu cepatnya waktu. Saat diujung pesta, suara itu muncul lagi. Suara si cambuk kilat. “Celetaaaaarrr!”
Aku terlonjak. Kecoak-kecoak terlonjak. Telinga kami pekak. Kulit rasanya terkelupas. Dihantam gema.
“Watakmu tidak berubah. Disini kau masih juga berusaha menyuap kami!”
Taaaarrrr!
Kilatan api menggulungku. Panasnya membakar seluruh jasad dan jiwaku. Hembusannya menerbangkanku. Melemparkanku. Entah, kemana. Entah sampai kapan. Hingga kini aku segumpal bola api yang melayang-layang. ****
Djoglo Pandanlandung Malang
2004/2016
iman.suwongso@yahoo.co.id
Glosari:
ngeden=menekan perut dengan nafas untuk mengeluarkan air besar
beol=mengeluarkan air besar
Bajindulll=kata umpatan di sebagaian masyarakat di Jawa
misuh=mengumpat
ulo marani gepuk=ular menghampiri pukulan= menghampiri mala petaka
pelor=peluru