Mohon tunggu...
Iman Suwongso
Iman Suwongso Mohon Tunggu... Penulis/Wartawan -

Ketika angin berhembus kutangkap jadi kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Antara Aku, Marsini dan Togel

15 April 2016   22:49 Diperbarui: 15 April 2016   23:07 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto: Perempuan Tua"][/caption]Siang hari. Mendung pekat berarak-arak mengiringi angin berderak berputar-putar. Aku melongok jendela ketika pandanganku disapu langkah seorang perempuan. Langkahnya pelan, seakan kakinya tak kuat membawa tubuhnya yang gemuk. Sandal jepitnya diseret, menimbulkan gesekan yang lambat: sreeeekkk.

            Namanya, Marsini. Umurnya 75 tahun Ia berjalan tak kenal waktu, berkeliling kampung, mendatangi rumah-rumah yang ia sukai.

            Marsini tidak pernah kawin. Mungkin karena tidak banyak berguna, ia tidak diterima saudaranya. Sehari hari tinggal bersama orang lain. Marsini  hanya diberi tempat tiga kali tiga meter dekat dapur untuk tidur. Setiap hari tidak ada makanan yang diberikan kepadanya.

            “Ini Mar.” aku sodorkan seribu perak. “Kamu mau duduk dulu apa terus jalan?”

            Ia tidak menjawab, tapi terus saja duduk di kursi panjang di teras. Ia bentang uang pemberianku. “Matur nuwun. 1) Semoga sampean mendapat rejeki yang banyak. Dan biar semakin banyak rejekinya, saya minta minumnya.”

            Mendapat doa seperti itu aku segera ke dapur mengambil air putih satu gelas.

            “Matur nuwun. Sampean tanami jambu halaman rumah sampean, jangan bunga saja. Biar bisa dipanen.”

            Aku agak terkejut dengan sarannya. Sepertinya dia tidak sungguh-sungguh memberikan saran. Matanya menerawang, tak sekilaspun melihat taman.

***

            Judi togel 2) sangat menggila di kampungku. Yang aku dengar satu kampung omsetnya hampir lima puluh juta. Angka yang cukup besar untuk ukuran kampungku. Orang yang rajin beribadah pun dengan sembunyi-sembunyi ikut pula berjudi. Apa lagi aku yang tak tahu bengkoknya huruf alif, mana bisa tahan dengan godaan itu. Meski begitu, aku tidak segila para penjudi itu.

            Kalau dihitung-hitung baru sore ini nomor togelku tembus. Aku memasang lima ribu rupiah, dapat tiga ratus lima puluh ribu rupiah. Seperti biasa, kalau ada yang nomornya tembus beritanya cepat menyebar. Apalagi aku memasang hanya satu poin.

            Tetanggaku yang biasa meramal dengan hitungan datang. “Bagaimana rumusnya kok bisa tembus satu angka?”

            Aku jawab, “Dikasih orang pintar.”

            Tetangga yang biasa grandong 3) lain lagi. “Sampean dapat nomor dari mana? Apa dari mimpi?”

            Aku jawab, “Aku punya rumus jitu.”

            Aku sengaja berbohong pada mereka. Aku ingin merahasiakan asal nomorku.

            Tapi kebohonganku itu akhirnya terbongkar juga. Yang membongkar justru Marsini . Ketika aku memberinya uang dua puluh ribu rupiah, dia tersenyum. Seperti biasa, dia berdoa lagi untuk keberuntunganku. Lantas cepet-cepat pergi.

            Saat pergi itu ia mendatangi kerumunan orang. Kabarnya, ia memamerkan uang pemberianku kepada setiap orang. “Kang Roso  meamang loman. 4) Lihat aku diberi dua puluh ribu. Kalau loman begitu ya saya beri nomor togel terus.”

***

            Sejak aku menang judi togel itu, Marsini  menjadi pusat perhatian penjudi togel. Setiap gerak geriknya diamati. Banyak juga yang memancing-mancing agar Marsini  mengatakan sesuatu. Menjelang siang hari, banyak orang kelabakan mencari keberadaan Marsini . Kampung menjadi terasa sibuk.

            Tak kalah repotnya aku. Banyak juga yang datang kepadaku bertanya dikasih nomor berapa oleh Marsini . Ada juga yang bertanya, aku mau memasang nomor berapa, dan ia mau ikut nomorku. Tetapi, ketika mereka tahu Marsini  memang tidak mampir ke rumahku, mereka hilir mudik di jalan depan rumah.

            Ketika ada orang mengatakan sudah bertemu Marsini , yang lain merubungnya. “Dia diam saja.” katanya.

            Mereka sejenak diam. Melihat sorot matanya, pikirannya sedang bergerak kesana kemari.

            “Diamnya bagaimana?” tanya salah satu.

            “Ya diam.”

            “Apa tidak kamu perhatikan raut wajahnya. Diam bisa jadi bisu. Tapi bisa juga marah. Bisa juga menahan lapar.”

            “Sebentar. Sebentar. Dia memang diam tapi tadi alisnya bergerak-gerak.”

            “Alis? Berapa nomor alis?”

            “Kalau soal alis bergerak, jangan dianggap. Alis Marsini  memang...”

            Tafsir menafsir itu mendadak pecah, ketika Marsini  berhenti di luar pagar rumahku. Dia mendoakan aku dengan sedikit berteriak. “Semoga sampean menjadi orang kaya.”

***

            Sore sehabis maghrib, di depan rumahku ramai orang. Mereka para penjudi togel yang sudah mendarah daging. Mereka tampak bergembira sambil kerap mengucap angka lima puluh. Lima puluh?

            “Kang Roso , betul betul jitu.”

            “Apanya yang jitu?”

            “Nomornya Marsini  keluar lagi. Kita semua menang. Bandar jebol.”

            “Nah, begini seharusnya. Kalau kita bersatu, bandar pasti jebol.”

            “Bukan soal bersatunya. Tapi kalau Marsini  tidak jitu ya mana bisa jebol.”

            Togel sore itu keluar angka 50. Angka 50 itu gambar binatangnya beruang. Itulah yang ditafsir orang-orang ketika Marsini  mendoakan aku agar menjadi orang kaya. Orang kaya berarti orang beruang.

            Aku merasa ikut senang dan bangga. Para penjudi yang sering kalah itu akhirnya menang juga. Tetapi aku juga kawatir, jangan-jangan akan besar taruhannya dikemudian hari. Mereka tidak hanya akan menjual perabot rumah tangganya, bisa jadi rumahnya akan ikut terjual. Sejitu jitunya kode yang diberikan Marsini , dia manusia biasa yang tak luput dari keliru.

***

            Kekhawatiranku belum terbukti. Sampai beberapa pengeluaran togel, nomor Marsini  masih tembus. Tetapi akhir-akhir ini mereka menang karena mereka ekstra jeli. Menurutku, tafsiran mereka jauh dari kode yang diberikan Marsini .

            Terhitung tiga kali pengeluaran terakhir kode yang diberikan Marsini  nyaris tidak ada hubungannya dengan angka yang keluar. Pendapat orang, kode Marsini  sering meleset karena Marsini  sudah tidak serius lagi. Menurut mereka, Marsini  sudah kemaruk 5) dengan uang. Sepertinya Marsini  sudah mulai menjual kode-kodenya. Dia tidak akan memberi kalau orang tidak memberinya uang yang dimintanya.

            Keluguan Marsini  sudah menghilang. Tanda-tanda Marsini  sebagai perantara kekuatan yang berada diluar kekuatan manusia sudah lenyap. Dan, Marsini  sudah tidak menjadi pusat perhatian lagi. Bahkan oleh anak-anak muda sering dihardik.

            Tetapi, Marsini  tetap saja berjalan seperti biasanya. Dengan jalannya yang pelan seperti bekicot, ia jelajahi kampung demi kampung. Minta uang pada orang yang ditemui. Berdoa untuk nasib baik pemberi.

            Pada hari Minggu siang, Marsini  tiba-tiba sudah masuk di halaman rumahku. “Kang Roso ...! Kang Rosooo...!”

            Aku tidak perlu bertanya lagi. Aku sodorkan seribu perak. Tapi dia menolak.

            “Saya tidak minta uang. Saya ingin salak.” katanya.

            “Saya tidak punya salak Marsini .” kataku. Aneh memang. Orang sudah tidak bergigi minta buah yang cukup keras dagingnya.

            Permintaan Marsini  ini menjadi gempar ketika tetanggaku menang togel satu angka. Ia mendapat angka itu dari istriku. Rupanya istriku memberitahu tetangga kalau siang itu Marsini  datang ke rumah minta buah salak.

            Aku sendiri sudah tidak berpikiran lagi soal angka togel. Aku merasa tidak ada untungnya berjudi terus menerus. Tidak ada cerita orang kaya karena judi.

            Ketika Senin pagi Marsini  sudah bertingkah aneh, para penjudi togel yang sudah cukup lama tidak menang merasa angkanya sudah ada di depan mata. Marsini  sepanjang jalan menyanyi lagu Helly. Meskipun syairnya tidak begitu jelas lagu yang disenandungkan jelas sekali berkisah tentang si anjing kecil itu.

            Omset togel tiba-tiba melonjak tiga kali lipat. Menjelang nomor keluar seluruh kampung tegang. Para pemasang nomor anjing gelisah. Jalanan seperti akan ada karnaval. Tidak lebih dari 30 menit setelah itu, orang-orang yang turun ke jalan melongo. Kode anjing dari Marsini  meleset jauh. Mereka kalah telak.

            Pada saat yang hampir bersamaan Marsini  menyeret kakinya lewat di depan rumah. Suara gesekan sandal jepitnya mengisi kesunyian. Terasa menyayat ditingkap angin yang membawa mendung berarak. Ia berkata dengan suara begitu nyaring, seperti menirukan iklan sepeda motor di televisi: “Togel dilawan...”***

 

Djoglo Pandanlandung Malang,
2004/2016
iman.suwongso@yahoo.co.id

Catatan:

1)      Matur nuwun = terimakasih
2)      togel = judi lotere toto gelap
3)      grandong  = mencari petunjuk kode angka denagan cara mistis/gaib
4)      loman = suka memberi
5)      kemaruk = rakus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun