Pada hari Minggu siang, Marsini tiba-tiba sudah masuk di halaman rumahku. “Kang Roso ...! Kang Rosooo...!”
Aku tidak perlu bertanya lagi. Aku sodorkan seribu perak. Tapi dia menolak.
“Saya tidak minta uang. Saya ingin salak.” katanya.
“Saya tidak punya salak Marsini .” kataku. Aneh memang. Orang sudah tidak bergigi minta buah yang cukup keras dagingnya.
Permintaan Marsini ini menjadi gempar ketika tetanggaku menang togel satu angka. Ia mendapat angka itu dari istriku. Rupanya istriku memberitahu tetangga kalau siang itu Marsini datang ke rumah minta buah salak.
Aku sendiri sudah tidak berpikiran lagi soal angka togel. Aku merasa tidak ada untungnya berjudi terus menerus. Tidak ada cerita orang kaya karena judi.
Ketika Senin pagi Marsini sudah bertingkah aneh, para penjudi togel yang sudah cukup lama tidak menang merasa angkanya sudah ada di depan mata. Marsini sepanjang jalan menyanyi lagu Helly. Meskipun syairnya tidak begitu jelas lagu yang disenandungkan jelas sekali berkisah tentang si anjing kecil itu.
Omset togel tiba-tiba melonjak tiga kali lipat. Menjelang nomor keluar seluruh kampung tegang. Para pemasang nomor anjing gelisah. Jalanan seperti akan ada karnaval. Tidak lebih dari 30 menit setelah itu, orang-orang yang turun ke jalan melongo. Kode anjing dari Marsini meleset jauh. Mereka kalah telak.
Pada saat yang hampir bersamaan Marsini menyeret kakinya lewat di depan rumah. Suara gesekan sandal jepitnya mengisi kesunyian. Terasa menyayat ditingkap angin yang membawa mendung berarak. Ia berkata dengan suara begitu nyaring, seperti menirukan iklan sepeda motor di televisi: “Togel dilawan...”***
Djoglo Pandanlandung Malang,
2004/2016
iman.suwongso@yahoo.co.id