Mohon tunggu...
Imam Prihadiyoko
Imam Prihadiyoko Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis

hobi travel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Klampok: Terlontar (9)

25 November 2024   06:30 Diperbarui: 10 Desember 2024   20:44 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara radio kencang, yang tidak terlalu kencang namun pembicaraan yang keluar dapat di dengar dengan nyata. Sebelumnya, Joy memutar saluran radio yang memutar musik klasik dari pianis Chopin Nocturne op.9 No.2. Joy yang setengah tertidur di ruang tamu rumahnya di Malang mendengarkan selintas adanya pembacaan berita. Semula dirasakan wajar disela-sela permainan Chopin terhenti oleh breaking news. Ia memang sudah ngantuk berat, namun karena itu terkait dengan temuan arkeologi, selalu menyita perhatiannya. Sang pembaca berita perempuan mengatakan:

"Arkeolog yang menemukan batu candi di situs Srigading, Dusun Manggis, Desa Srigading, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, akhirnya memindahkan temuan tersebut ke Museum Singhasari, Malang."

Pemindahan ini dilakukan atas permintaan warga sekitar yang merasa sering ada kemunculan sosok gaib di batu candi tersebut. Ekskavasi atau penggalian Situs Srigading di Kabupaten Malang, berhasil mengungkap misteri peradaban era Kerajaan Mataram Kuno. Dari ekskavasi dua tahap situs yang ada di Dusun Manggis, Desa Srigading, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, arkeolog menemukan beberapa benda bersejarah yang jadi bagian candi.

Salah satu yang ditemukan adalah batuan ambang relung candi. Batuan ini ditemukan pada ekskavasi tahap pertama yang berlangsung pada Senin 7 Februari 2022 hingga Sabtu 12 Februari 2022. Usai diekskavasi dan dipindahkan batu ini dititipkan dan disimpan sementara di salah satu rumah warga sekitar situs.

Dari sinilah kejadian janggal kerap kali terjadi di atas batuan ambang relung candi itu. Konon di batuan tersebut muncul sosok tinggi besar berwarna hitam menjulang tinggi hingga dua meter lebih. Sang makhluk yang diduga penunggu batu ini menampakkan dirinya dalam kondisi duduk bersila di atas batu itu. Dari penelusuran metafisika, diduga sang makhluk tak kasat mata yang menyerupai raksasa ini adalah penunggu candi. Dia kerap kali menampakkan diri atau mengganggu orang-orang yang memiliki tujuan negatif kepada situs peninggalan Mataram Kuno era Mpu Sindok ini.

Seorang Pamong Budaya Ahli Muda Museum Singhasari Yossi Indra Hardyanto mengakui, sejumlah masyarakat yang merasa ketakutan, menceritakan hal itu padanya. Ini pula yang menjadikan alasan mengapa batuan itu akhirnya segera dipindahkan ke Museum Singhasari Malang.

Ada yang bercerita lagi, di dekat rumah itu ada tukang sayur yang beraktivitasnya belanjanya mulai dari jam 3 pagi. Itu sudah dilakukannya lebih dari lima tahun. Nah dia itu mengaku sering ditampakkan makhluk seperti raksasa. Tapi  yang mengaku melihat makhluk besar itu, tidak cuma tukan sayur itu. Masih ada beberapa pendudukan di sekitar tempat itu juga punya cerita yang mirip.

Yossi Indra Hardyanto menjelaskan, sosok yang menampakkan diri seperti orang tinggi besar hampir dua meter lebih, dengan posisi duduk di atas batu bersila. Mengingat ada desakan warga sekitar situs untuk dipindahkan maka pihak museum mengambil langkah cepat dengan mengambil dan mengamankan sementara hasil temuan arkeologi itu di Museum Singhasari.

Antara sadar dan tidak, Joy mengingat lagi, tentang temuan para arkeolog di Malang. Sempat terpikir, ada rasa bangga di saat mengganasnya Pandemi Covid-19 ada rekan seprofesinya yang terus bekerja. Tapi.... tunggu dulu. Tadi saat berita temuan itu dibacakan, sepertinya disebutkan adanya ekskavasi di bulan Februari tahun 2022. Padahal sekarang baru bulan Juni 2019. Tiga tahun lebih cepat.

Wah apa ia tidak salah dengar. Ia mengucek-ngucek matanya. Joy melihat jam tangannya untuk memastikan sekarang ini masih tahun 2019. Ia pun mencubit lengan kanan dengan tangan kirinya, dan terasa sakit, untuk sekedar memastikan tidak sedang berada di alam mimpi. Ataukah sekarang ia terbawa oleh sesuatu, tanpa sadar berpindah ruang ke masa depan. Setelah matanya lebih terbuka lagi, Joy melihat saluran radio yang diputarnya. Ternyata itu radio yang memutar khusus musik klasik. Saluran yang dipilihnya sebelum terlelap. Joy tahu betul, radio itu tidak akan membacakan berita atau acara lain, kecuali terkait dengan musik. Ataukah, memang sudah ada perubahan di keredaksian radio tersebut, dengan menambahkan pembacaan berita lain selain musik yang dianggap menarik.

Ia pun bergegas bangkit dari tidurnya dan berjalan ke kamar, melihat artefak kecil yang memiliki goresan mirip dengan Arca Prajnaparamita, yang merupakan titisan Ken Dedes. Masih terngiang dengan jelas di telinga Joy, kalau sang pembaca berita menyebutkan adanya penemuan arkeologi yang terjadi di bulan Februari 2022, hasil dari dua tahap ekskavasi.

Setelah dibersihkan perlahan dengan kuas, dan cairan khusus yang ternyata masih tersimpan rapi di mejanya, Joy pun bisa melihat dengan jelas guratan pahatan di batu itu, wajah Prajnaparamita. Sementara bentuk dari batu itu, juga perlahan dibersihkan dari gumpalan tanah dan kayu yang menempel, ternyata bentuknya menyerupai kunci, dengan dua tonjolan di bagian ujung, dan batangnya yang setengah membulat.

Sementara wajah Prajnaparamita itu berada di ujung gagang yang berbentuk pipih. Panjang keseluruhannya hampir 20 sentimeter.

Joy dapat mengingat betul, bahwa ia belum menunjukkan batu temuannya saat masih duduk di sekolah dasar itu pada rekannya. Bahkan, ia sebetulnya sudah lupa dengan keberadaan benda tersebut. Tapi ada yang aneh, batu artefak itu tampak lebih bersih. Meskipun ia mengingat dengan baik, jika dirinya sudah membersihkan lempengan batu itu, yang dianggapnya sebagai bagian dari titisan Ken Dedes.

Ia melihat deretan baju-baju yang tergantung di dalam lemarinya semua masih sama, hanya saja ada sepatu boots tinggi dari kulit warna coklat tua ada di pojokan, di atasnya ada jaket kulit panjang warna hitam, dan syal kotak-kotak warna kuning dan bergaris hitam dan kelabu. Ada topi kulit warna hitam. Punya siapa ini, pikirnya dalam hati. Benda-benda itu memang termasuk barang yang ingin dibelinya, seminggu sebelum pemerintah mengumumkan adanya pembatasan akibat Pandemi Covid-19.

Tiba-tiba kepalanya mulai berdenyut. Ada pertanyaan besar yang mengganggunya. Jangan-jangan ia berada di alam yang berbeda, ataukah memasuki dunia masa depan.

Setengah berlari, Joy menuju dapur untuk mencoba melongok isi kulkas. Semua masih sama, namun ada tambahan bahan makanan berupa ikan laut, dan bebek beku yang lebih segar ketimbang yang dibawanya dari Jakarta.

Selain itu, ada juga bumbu-bumbu baru dalam kemasan plastik. Ia ingat betul bumbu itu sudah dibagikan pada warga di sekitar resto, bersamaan dengan pembagian stok bahan makanan yang ada di gudang stok sebelum berangkat pulang ke Malang.

Baru kemarin, ia memasukkan perbekalan itu ke dalam kulkas yang ada di depannya ini. Namun sisa potongan bebek kemarin sudah tidak ada di kulkas. Kemarin, hanya memasak sepotong untuk dirinya.

Dengan rasa keingintahuan yang membuncah, Joy kembali ke ruang tamu tempat ia tertidur. Ia kembali menduduki kursi kayu, tempat ayahnya biasa duduk semasa masih hidup. Di kursi itulah ia duduk dan tertidur tadi.

Woooo tiba-tiba, Joy merasa sangat kaget ketika melihat ke arah ruang keluarga. Ruangan itu, memang tampak dari kursi yang didudukinya. Karena memang tidak ada pembatas apapun, atau benda yang menghalangi pandangan ke arah itu.

Ada sebuah televisi flat berukuran 120 inch yang hampir memenuhi ruang tengah itu. Ada remote yang ada di meja. Joy semakin kaget dan ia pun segera meraih remote tv yang ada di depannya.

Siapa yang membawa tv itu kemari? dan kapan dibawa dan diletakkan di ruang itu? Joy ingat betul, tadi sebelum tertidur tidak memerintah orang atau pun memesan tv yang memang saat di Jakarta, berencana mau membeli tv ukurang 120 inch itu.

Ia tahu betul ukurannya, karena memang sempat akan membeli tv tersebut. Namun ditundanya, karena perlu menyiapkan ruang khusus untuk dijadikan sebagai ruang khusus tempat menonton film yang menjadi kegemarannya.

Joy tiba-tiba merasa asing di rumah yang amat dikenalnya sejak kecil itu. Dinyalakan tv tersebut, dan mencoba mencari saluran berita. Ia membaca running text tentang rencana pembangunan Ibu Kota Nusantara.

Joy pun mengubah saluran ke CNN. Ada berita tentang ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Bahkan, ancaman Rusia terhadap Ukraina pun menjadi semakin nyata. Rusia telah melancarkan operasi militer khusus ke Ukraina. Operasi militer yang digelar selama tiga hari itu,  dilakukan tiga hari setelah Presiden Putin mengakui dua wilayah Ukraina yaitu, Donetsk dan Lugansk sebagai wilayah independen.

Joy pun kembali memindahkan saluran ke televisi yang kantor pusatnya di Palmerah, Jakarta.  Ada diskusi keras tentang konflik tanah di Desa Wadas,  Purworejo, Jawa Tengah. Terlihat ada pembicara yang banyak mengkritik pada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang dianggap tidak berbuat apa-apa terhadap rakyatnya. Warga Wadas digusur dari tanah kelahirannya demi kepentingan pengusaha. Pengusiran dan pelarangan warga untuk memasuki area yang sudah menjadi private itu, memang tidak bisa dikatakan sebagai masalah ringan.

Joy mulai merasakan keanehan yang mengganggu kesadarannya. Tiba-tiba badannya mulai menggigil. Meskipun bukan orang yang peduli pada persoalan politik, namun sedikit banyak masih selalu mengikuti perkembangan politik dalam negeri dan berbagai peristiwa di dunia. Dua peristiwa di dalam negeri maupun di luar negeri terkait serangan Rusia ke Ukraina, sama sekali tak pernah di dengarnya.

Apalagi, di dua bulan pertama setelah pemerintah menyatakan adanya pembatasan pergerakan warga akibat merebaknya Pandemi Covid-19. Semua fokus dunia, mengarah pada Pandemi Covid-19. Hampir setiap saat, selalu ada update tentang korban yang meninggal dan dirawat akibat Covid-19.

Hampir tida ada wacana penting lainnya yang dibahas semua media, kecuali Covid-19. Pemberitaan Covid-19 dan segala sesuatunya di berbagai media, baik di dalam negeri maupun dunia, tak pernah luput.

Joy pun mulai menata hatinya agar lebih tenang, mengingat degup jantungnya terasa makin cepat. Berulang kali ia menarik nafas panjang dan dalam. Sementara tangannya mencoba mencari saluran untuk menghubungkan tv tersebut dengan ponselnya, untuk membuka beberapa situs media. Apa yang dicarinya, hampir tidak ada kecuali deadline berita yang dituliskan.

Subhanallah, semua memperlihatkan deadline Februari 2022. Ada apa dengan dirinya, mengapa kok bisa seperti terlontar tiga tahun kedepan.  Dibagian belakang rumah, tampak sejumlah pekerja sedang menyelesaikan perbaikan interior. Semakin terlonjak, saat Joy mengingat ia memang ingin membangun tempat kos dengan konsep apartemen dan taman. Namun itu semua baru rencana. Baru semalam ia membuat coretan perencanaan di lembar kertas di kamarnya.

Rasa penasarannya makin membuncah dalam dadanya, sementara degup jantungnya terasa sekali semakin cepat, aliran darahnya pun seperti semakin deras, dan tarikan nafas pun makin tidak beraturan. Kepalanya mulai terasa sedikit tertekan. Ini membuat tangannya memijat keningnya.

Pantas saja saat ke dapur, Joy merasa kejanggalan. Namun karena fokusnya pada isi kulkas, maka kejanggalan dan keanehan yang ada di sekitarnya pun, tak segera diketahuinya. Namun, satu hal yang dirasakan Joy, ia merasa dirinya semakin asing dengan kenyataan yang dihadapinya.

Joy mencoba mengintip ke luar dari jendela besar di tembok bagian depan rumah masa kecilnya ini. Ada bayang-bayangan, yang biasanya tak pernah ada sebelumnya. Biasanya, matahari akan menembus dan menyinari seluruh area.

Saat ia keluar dari pintu depan rumahnya, Joy semakin kaget dengan apa yang dilihatnya. Ia melihat, pada bagian belakang rumah, dan sebagian rumahnya, ternyata sudah dibongkar dan berubah. Rumah masa kecilnya itu, berada di tengah-tengah gedung tinggi yang dibangun seperti benteng melingkari rumah. Konsepnya memang terinspirasi dari gedung di salah satu pojokan Semanggi, Jakarta.

Ia memang sempat merancang rencana pembangunan rumahnya yang memiliki luas tanah keseluruhan sekitar 5000 meter persegi. Namun, rencana yang pembangunan itu baru kemarin dibikin. Entahlah, Joy belum sepenuhnya dapat memahami apa yang sesungguhnya sedang terjadi.

Sejumlah pekerja tampak sedang membereskan pengerjaan gedung tersebut. Mereka tampak sedang mengerjakan bagian-bagian detail dari bangunan, baik di interior maupun eksterior gedung tersebut. Sementara sebagian lain pekerja, tampak sedang merampungkan bagian atas perencanaan area rumah masa kecilnya tersebut.

Joy pun ingat, dalam bayangan rencana yang dibuatnya semalam itu, bagian bawah gedung itu, ada ruangan yang cukup luas akan dipergunakan sebagai resto. Resto itu akan dibuat semirip mungkin dengan yang ada di Jakarta. Dengan rasa penasaran yang makin menekan, Joy berjalan ke salah satu sayap gedung itu.

Dia melewati kolam yang diisi dengan ikan mas dan mujair. Kakinya terus melangkah menuju lantai dasar gedung. Kekagetan bahkan sedikit membuatnya mematung. Beapa tidak terkejut, dirinya seperti melihat restonya yang ada di Jakarta. Semuanya seperti dipindahkan di depannya. Padahal, baru beberapa hari ia tinggalkan semua itu di Jakarta.

Lebih jauh lagi, interior resto yang lengkap dengan kursi kayu dan lukisan besar yang berasal dari repro foto yang dibuatnya beberapa tahun lalu, juga ada di hadapannya. Dalam jarak sekitar sepuluh meter, ia melemparkan pandangan pada dapur dan sebagian bar yang terlihat di sebelah kanan.

Tangannya pun kembali mengucek kedua matanya. Tangan kiri, kini mencubit lengan kanan, yang langsung dirasakan sakitnya. Ia berbalik badan, dan melihat ke arah depan rumah. Sementara di area parkir, tampak mobil 5320i kesayangannya terparkir sendirian.

Satu hal yang menonjol, area di depan rumah masa kecilnya itu, dilengkapi dengan taman bunga yang memang sangat menawan.  Ada dua bunga yang tampak dominan, bunga melati dan kenanga. Keduanya sedang berkembang. Selain itu, ada sejumlah bunga lainnya seperti bunga mawar merah dan lima jenis bunga matahari. Semuanya tersebar di bagian tepi dari jejeran bunga melati dan kenanga yang ditanam seperti berhadap-hadapan.

Joy pernah bermimpi dan berencana mewujudkan sebuah taman bunga yang bisa menjadi area yang menyegarkan mata, dan indera penciuman dengan keharuman alami. Bahkan, ia pun sempat berfikir untuk menyuling bunga-bunga yang selalu tumbuh dan memberikan kesegaran alami. Apalagi, dari sisi bisnis, minyak melati dan kenanga, harganya bisa mencapai ratusan juta Rupiah per liternya.

Namun saat ini, Joy perlahan agak menjauh dari lokasi itu, ia berjalan mundur pelan-pelan sambil mencoba mengingat dan memperhatikan lingkungan sekitar rumah masa kecil nya itu. Ia melihat sekeliling, semua masih sama seperti dalam ingatannya.

Namun memang rumahnya dan lahan yang luas disana sudah berubah. Perubahan itu, memang mengejutkan, meskipun dirinya memang merencanakan itu semua. Tetapi itu semua, baru ada dalam bayangan keinginan dan sketsa di kertas yang dibuatnya di kamar tidurnya tadi malam.

Perlahan, ia pun berjalan kembali memasuki rumahnya dan duduk di kursi kayu yang biasa ditempati oleh ayahnya ketika masih sehat. Di sana, ia pun duduk menenangkan diri sambil menatap ke arah taman bunga impiannya.

Tangannya kembali meraih tombol saluran radio di sebelah kirinya, kemudian menari saluran musik gending Jawa. Entah mengapa ia merasa ingin mendengar langgam Jawa klasik. Mungkin, karena ingin menenangkan hati dan pikirannya yang agak kalut dan tertekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun