d. Sighah akad yaitu ijab dari penjamin.
ANALISIS PERBEDAAN DAN PERSAMAAN JAMINAN SYARI'AH DAN JAMINAN KONVENSIONAL
Dari paparan karakteristik jaminan syariah dan jaminan konvensional dapat dianalisis bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara jaminan syariah dan jaminan konvensional. Perbedaan yang ada hanya dari segi sumber jaminan dan pemenuhan asas publisitas yang melekat pada lembaga jaminan fidusia dan lembaga jaminan hak tanggungan. Sumber hukum jaminan syariah atau al-rahn bersumber pada Al-Qur'an dan Hadist, sementara sumber hukum jaminan konvensional bersumber pada undang-undang.Â
Dalam hal obyek jaminan, jaminan syariah tidak membedakan apakah yang dijaminkan itu benda bergerak atau benda tidak bergerak. Dengan kata lain, yang menjadi obyek jaminan syariah adalah semua jenis benda. Tidak seperti lembaga jaminan konvensional yang obyek jaminannya sudah ditentukan. Apabila obyek jaminannya benda bergerak, lembaga jaminan yang menaunginya adalah lembaga jaminan gadai dan fidusia, apabila obyek bendanya adalah benda yang tidak bergerak sepertinya tanah, maka lembaga jaminannya adalah lembaga jaminan hak tanggungan.
Menurut penulis konsep al-rahn tidak dapat dikatakan sebagai gadai. Dari segi obyeknya, al-rahn tidak membedakan antara benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Konsep ini berbeda dengan konsep gadai yang hanya diberikan untuk benda bergerak. Disamping itu dari segi pemanfaatan barang jaminan,dalam konsep al-rahn barang jaminan dapat dimanfaatkan oleh si penerima barang jaminan atau marhun. Tidak demikian halnya dalam konsep gadai. Dapat dimanfaatkannya barang jaminan oleh si penerima gadai merupakan karakteristik al-rahn.
Al-Rahn juga tidak dapat dikatakan sebagai jaminan fidusia secara keseluruhan, karena sifat kepemilikan barang jaminan rahn berada pada yang memberikan hutang (si berpiutang), sementara dalam konsep jaminan fidusia kepemilikan barang jaminan berada di dalam kekuasaan si berpiutang berdasarkan kepercayaan, dan barang jaminan diserahkan atau tetap berada pada si berhutang.
Oleh karena itu penulis menyimpulkan al-rahn itu bukan gadai. Al-Rahn adalah jaminan syariah, yaitu jaminan yang berdasarkan pada ketentuan hukum Islam. Dalam sistem jaminan konvensional lembaga jaminan meliputi lembaga hak tanggungan, jaminan fidusia dan gadai. Demikian pula halnya dengan al-rahn, lembaga al-rahn meliputi rahn "igar, rahn hiyazi dan rahn tasjily.
IMPLEMENTASI KONSEP JAMINAN SYARIAH DALAM PERBANKAN SYARIAH DAN PEGADAIAN SYARIAH
Analisis implementasi konsep merupakan upaya untuk mengetahui apakah suatu konsep tertentu diterapkan sesuai dengan hakekat konsep tersebut. Tujuan utama analisis ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat kesesuaian antara esensi konsep jaminan syariah (al-rahn) dengan konsep yang terdapat dalam aturan hukum maupun praktik. Juga untuk mengetahui apakah terdapat kesenjangan konsep atau justeru terdapat implementasi konsep yang bertolak belakang, sehingga terjadi kontradiksi.
Hukum Undang-Undang Perbankan Syariah tentang berbagai kegiatan usaha perbankan syariah terutama aspek 'pembiayaan atau penyaluran dana' telah mencerminkan esensi perikatan syariah, bahkan rumusan pasal akan mampu mengakomodasi perkembangan perikatan syariah, karena rumusan pasal dalam bentuk enumeratif. Beberapa contoh aturan hukum yang dirumuskan dalam bentuk enumeratif, misalnya yang terdapat dalam Pasal 19 ayat (1) UU Perbankan Syariah, seperti:
- Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
- Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
- Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad gardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
- Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
- Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
Dari rumusan-rumusan aturan hukum di atas, jelas bahwa Undang- Undang Perbankan Syariah tidak membatasi 'akad' (perikatan syariah) untuk pembiayaan sebatas mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, qardh, ijarah, ijarah muntahiya bittamlik, serta hawalah, tetapi dapat mengakomodasi akad-akad lain selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Rumusan yang demikian ini, sesuai dengan kaidah Fiqih yaitu 'pada dasarnya segala bentuk muamalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Perbankan Syariah sudah mengimplementasikasikan esensi perikatan syariah. Selanjutnya yang perlu dibahas adalah apakah Undang-Undang Perbankan Syariah sudah mengimplementasikan esensi jaminan syariah (al-rahn) dalam aturan hukumnya.
Jika dicermati, terdapat beberapa pasal dalam Undang-Undang Perbankan Syariah yang mengatur tentang jaminan (dalam Undang-Undang Perbankan Syariah dinamakan agunan). Menurut Pasal 1 angka 26 Undang- Undang Perbankan Syariah, yang dimaksud Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan kepada Bank Syariah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas.