b. Al-Iltizam bi al-'Ain. Yaitu perikatan yang objeknya adalah benda tertentu untuk dipindah-milikkan, baik bendanya sendiri atau manfaatnya, atau untuk diserahkan atau dititipkan kepada orang lain. Sumber perikatan ini adalah akad dan kehendak para pihak. Contohnya sewa menyewa
c. Al-Iltizam bi al-Amal. Adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak untuk melakukan sesuatu. Sumber perikatan ini adalah akad istisna' dan ijarah.
d. Al-iltizam bi al- Tautsiq. Adalah perikatan penjaminan. Merupakan suatu bentuk perikatan yang objeknya adalah menanggung atau menjamin suatu perikatan. Sumber perikatan ini adalah akad penanggunggan al-kafalah .
Akad untuk menyerahkan sejumlah uang tertentu maupun melakukan sesuatu membentuk Iltizam yang diberi nama Al-Iltizam bi ad-Dain, atau dimaknakan sebagai 'perikatan hutang. Akad untuk menyerahkan suatu benda tertentu membentuk Iltizam yang diberi nama Al-Iltizam bi al-'Ain, yang dimaknakan sebagai 'perikatan kebendaan'. Akad untuk melakukan sesuatu atau melakukan pekerjaan membentuk Iltizam yang diberi nama Al-Iltizam bi al-'Amal, yang sebagai 'perikatan kerja' atau 'perikatan melakukan sesuatu.Â
Akad untuk menanggung atau menjamin (Al-Kafalah) oleh pihak ketiga terhadap salah salah satu pihak membentuk Iltizam yang diberi nama Al-Iltizam bi at-Tautsiq, yang dimaknakan sebagai 'perikatan penjaminan' (untuk menjamin). Selain akad, perbuatan melanggar syariah (misalnya ghasab) membentuk al-Iltizam bi al-Ain, yaitu perikatan kebendaan. Namun apabila benda yang bersangkutan karena satu dan lain hal tidak dapat diserahkan dan pelaku memberikan ganti pembayaran seharga benda tersebut atau menyerahkan benda lain yang sejenis akan membentuk al -- Iltizam bi ad-Dain.
Â
Al-'aqdu atau Al-'ahdu Sebagai Perjanjian Syariah
Berdasarkan dalam QS. Al-Maidah ayat 1 dan QS. Ali Imran ayat 76, esensi Al-'aqdu adalah keharusan menepati janji untuk bertakwa dan adanya causa yang halal secara syariah. Dalam Al-'aqdu, janji yang telah dibuat seseorang baik terhadap sesama manusia dibuat menurut syariah mempunyai pertanggungjawaban secara vertikal dan horizontal, dalam arti bahwa janji yang telah dibuat haruslah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tidak boleh dibatalkan karena akan merugikan salah satu pihak dan di dalam pembatalan tersebut terkandung pertanggungjawaban kepada Allah SWT.
Makna aqdu dalam konteks hukum adalah kesepakatan yang mengikat antara 2 (dua) orang (pihak), yang mana kesepakatan ini dibuat dengan cara-cara yang secara hukum (syariah) dibenarkan dan mempunyai akibat hukum.Fathurahman Djamil sebagaimana dikutip oleh Abdul Ghofur Anshori dan Syamsul Anwar menyatakan bahwa istilah akad (al-'aqdu) dapat disamakan dengan istilah perikatan atau verbintenis. Akad lebih di kenal sebagai perikatan syariah jika dibandingkan dengan istilah iltizam.Â
Menurut pendapat penulis untuk membedakan akad sebagai perikatan syariah dan akad sebagai perjanjian, maka istilah iltizam seyogyanya disebut sebagai perikatan syariah. Hal ini dikarenakan akad merupakan bagian dari perikatan dan akad merupakan sumber dari perikatan. Jika akad dikatakan sebagai perikatan akan terjadi kekaburan konsep, yaitu konsep akad sebagai perikatan dan konsep akad sebagai bagian dari perikatan.
Pada prinsipnya Al-'aqdu merupakan Ijab dan Qabul untuk membentuk suatu hubungan hukum, yang mana hubungan hukum ini harus berdasarkan sebab (causa) yang halal. Masing-masing pihak yang yang mengucapkan Ijab dan Qabul wajib memenuhi kewajibannya dengan maksud untuk bertakwa. Berdasarkan pengertian Al-'aqdu tersebut, syarat terjadinya Al-'aqdu adalah:
- Adanya para pihak
- Adanya Ijab dan Qabul
- Adanya sebab (causa) yang halal
- Adanya maksud untuk bertakwa
- Adanya akibat hukum.
Dalam Hukum Islam terdapat asas-asas perjanjian yang melandasi penegakan dan pelaksanaan dari suatu perikaran Islam, yaitu :
- Al Hurriyah (Asas Kebebasan)
- Al-Mutawah (Persamaan dan Kesetaraan)
- Al-Adalah (keadilan)
- Al-Ridha (Kerelaan)
- Al-Shida (Kejujuran dan Kebenaran)
- Al-Kitabah (Tertulis)