Namun mengenai masalah ini, alangkah baiknya anda tisak asal menuding dengan menyematkan kata Bid’ah pada suatu amalan. saya masih ingat sekali di suatu kesempatan ketika beliau memberikan wejangan dihadapan seluruh mahasantrinya dalam satu ruangan yang sama, tepatnya didalam mesjid Muniroh Salamah. Dengan tegas beliau mengatakan:
”إن اللغة الإنجليزية ليست بدعة. بل هي سنة من سنن رسول الله. فلا بد لكل طالب يقدّرون على اربعة اللغات: اللغة العربية و اللغة الإنجليزية واللغة الإندونسية و اللغة المحلية."
Bahkan, setelah mengatakan itu beliau juga menambahkan bahwa kini beliau tengah belajar bahasa Urdu dan Francis. Kemudian beliau melayangkan sebuah pertanyaan kepada salah seorang mahasantri putra yang duduk berada paling depan:
“Varle-vows francais?” (dengan dialek kejawa-jawaan ala beliau yang terdengar cukup khas)
Jika ditranslate kedalam bahasa inggris, pertanyaan beliau itu nkurang lebih memiliki arti: “Can you speak france languange?” Akan tetapi, nampaknya bahasa Francis masih terasa asing baginya. Si Mahasantri tersebut hanya tesenyum-senyum sendiri. menengok ke belakang. Tidak tahu harus menjawab apa.
Saya sempat terkaget. Betapa tidak, di usia beliau yang terbilang tak lagi muda, beliau masih memiliki Himmah kuat untuk belajar. Untuk bahasa Francis, kini saya mulai “mencoba-coba” mepelajarinya melalui salah seorang Musyrif.
Namun bahasa Urdu? Itu merupakan bahasa yang sama sekali tidak pernah terlintas dalam kepala saya. Namun, Pak Kyai berkeinginan kuat untuk bisa menguasainya juga. Rasanya malu sekali kita yang masih muda tidak mempunyai semangat, sekurang-kurangnya sama seperti beliau.
Beliau berdalil dengan sebuah Hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori yang mengisahkan bahwa salah seorang sahabat sekaligus juru tulis bagi nabi SAW. Yaitu Zaid bin Tsabit, diutus untuk mempelajari bahasa Ibrani yang menjadi bahasa ibu bagi kaum Yahudi selama 11 hari agar dapat saling berkirim surat, berdialog, memahami maksud dari tujuan-tujuan mereka dalam menjalin hubungan diplomasi dengan Rasulullah.
Lantas, apa orientasi atau tujuan utama mempelajari semua bahasa itu? beliau juga memberikan jawaban:
"ذلك لأجل الدعوة"
Ya, semua itu tak lain ialah bertujuan untuk dakwah. Menyampaikan ajaran dan hukum islam secara universal dan dapat diterima oleh siapapun. Agar supaya agama islam dapat dipahami dengan baik oleh seluruh kalangan baik muslim maupun bagi nonmuslim sekalipun. Agar kita dapat menjelaskan yang sebenarnya dan mampu memahami apa yang mereka sampaikan. Beliau juga seringkali bernasihat tentang betapa pentingnya memiliki kemampuan berbahasa asing yang baik. Bahkan beliau sangat menganjurkan, agar nantinya para santri-santri beliau dapat dikirimkan ke berbagai negara di eropa guna menyampaikan dakwah.
Beliau tidak pernah bosan-bosannya memberikan motivasi kepada para mahasantrinya untuk terus belajar dan belajar, terutama untuk mempelajari dan memperdalam bahasa. Karena beliau tidak menginginkan para mahasantri hanya pandai dalam masalah agama namun tak dapat menyampaikannya dengan baik. Beliau mengatakan, banyak sekali orang-orang yang pandai dalam masalah agama yang berasal dari kalangan pesantren-pesantren acapkali merasa kesulitan ketika harus menyampaikannya di media internasional maupun antar-bangsa. Maka dari itu, menurut beliau, mempelajari bahasa tentulah sangat penting untuk setiap individu seorang muslim, terutama pendakwah.
Semoga kita semua diberi kemudahan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memahami sesuatu dengan baik.