Mohon tunggu...
Ilham Pasawa
Ilham Pasawa Mohon Tunggu... Novelis - ~Pecandu Kopi~

Manusia yang ingin memanusiakan dan dimanusiakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kaktus dan Selendang Ibu

15 Maret 2021   17:48 Diperbarui: 15 Maret 2021   17:48 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indah sekali! Matahari terbit memang selalu indah bagiku, meski banyak orang yang lebih menyukai matahari terbenam, aku lebih suka ketika ia terbit. 

Kau mau tahu apa alasannya? Sebab saat itu sejuta semangat mulai dibangunkan dari mimpi-mimpi yang terlalu lama mengawang di langit-langit kamar tidur, atau tersimpan rapat di lemari tua peninggalan nenek. 

Barang berlumut bernama impian itu mulai dipaksa keluar, ya dipaksa, benar-benar dipaksa. Sang Surya merobek hordeng di kamar-kamar yang kau tiduri di setiap pagi, kamar yang dipenuhi bau dosa, dosamu tadi malam. Kamar yang gelap dan hambar sekali.

Kau masih tak percaya? Terserah kalau begitu. Kepercayaan atau ketidakpercayaanmu tak begitu berarti padaku. Hal yang mesti berjalan hari ini bukan soal itu, tetapi soal lain. 

Ini adalah hari di mana aku harus segera mandi pagi, merapihkan baju, dan menjemput ayah dan ibuku di rumahnya yang hampir roboh itu. Ada bunga tumbuh di hatiku, mekar serupa kue bolu yang baru matang. 

Ah, kiasanku buruk sekali. Tetapi memang begitu, kenapa pelangi selalu hadir setelah badai? Kenapa ia tak langsung hadir begitu saja. Kenapa mesti ada luka dan duka sebelum suka? 

Kenapa semesta selalu begitu, bukankah banyak orang yang tak sanggup memanah duka? Ah, masa bodo saja soal itu. Tetapi memang benar, sebelum bunga ini tumbuh di hatiku. Lebih dulu kaktus berduri yang menghuni. Mengapa demikian? Biar kukisahkan.

Di masa SMA dulu, aku terkenal sebagai seorang pria berkharisma yang mampu menarik wanita-wanita cantik. Bahkan ada beberapa guru wanita yang masuk juga dalam perangkapku. 

Entahlah, mungkin itu bakat alamiah dari Tuhan. Namun ada satu perempuan yang membuatku jatuh, bukan ia yang masuk perangkap malah sebaliknya. Perempuan itu bernama Sumi, begitu aku menyebutnya. 

Dia begitu menarik, ada aura bidadari dalam tubuhnya, aku curiga ia mandi susu setiap malam dan paginya, coba perhatikan saja, kulitnya begitu mulus dan putih seperti susu sapi segar. Hiruplah aroma tubuhnya yang serupa kebun bunga Pak Zaen si pensiunan jendral. Aku yakin, jika kau bertemu dengannya, bertemu dengan si Sumi itu, kau pun pasti akan jatuh hati jua. 

Karena aku berniat membuat cerpen, bukan novel atau roman yang memiliki halaman yang sangat tebal, cerita pun ku singkat saja. Jadi, singkat cerita, dengan berbagai jurus rayuan maut ala si boy dan lupus, aku berhasil menaklukannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun