Mohon tunggu...
Ilham Adli
Ilham Adli Mohon Tunggu... Mahasiswa - kaum proletariat

bukan filsuf

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dari Pesantren ke Perjuangan Sosial, Santri dalam Wacana Kiri

8 November 2024   20:48 Diperbarui: 8 November 2024   22:36 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam keseluruhan perspektif filsafat ini, keberpihakan santri terhadap masyarakat marginal bukan hanya bentuk praxis sosial yang terinspirasi oleh nilai-nilai agama, tetapi juga manifestasi dari kesadaran kritis yang berusaha mengubah struktur sosial demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan bersama. Mereka menjalankan peran sebagai moral agent yang mempertanyakan dan menentang sistem yang tidak adil, mengadvokasi hak-hak kelompok lemah, dan mengingatkan masyarakat akan pentingnya tanggung jawab sosial yang saling terhubung.

Dengan demikian, santri dalam keberpihakan sosial ini tidak hanya bertindak sebagai pemelihara nilai-nilai agama, tetapi juga sebagai agen perubahan yang mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan secara konkret dalam struktur sosial. Mereka berperan sebagai intellectual activist, yang menjembatani antara agama dan keadilan sosial, menempatkan iman mereka sebagai kekuatan yang tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk memperbaiki masyarakat di sekitar mereka. Keberpihakan ini menjadi simbol dari kesadaran dan komitmen untuk menjalankan nilai-nilai agama dalam bentuk solidaritas dan keberpihakan terhadap mereka yang paling membutuhkan.

DAKWAH SEBAGAI GERAKAN PEMBEBASAN: SANTRI SEBAGAI AGEN TRANSFORMASI SOSIAL

Dakwah, dalam kerangka filosofis, bukan hanya sebatas penyampaian agama saja, namun juga sebuah aktivitas yang mampu menggerakkan kesadaran masyarakat terhadap ketidakadilan sosial dan mendorong perubahan yang signifikan dalam tatanan sosial. Santri yang mengemban misi dakwah sebagai gerakan pembebasan dapat dipahami sebagai agen transformasi yang memperjuangkan keadilan sosial, mendorong kesadaran masyarakat, dan membangun struktur sosial yang lebih etis dan manusiawi. Dakwah dalam konteks ini menjadi sebuah praktik pembebasan, di mana nilai-nilai keadilan dan kebenaran diperjuangkan dalam realitas sosial yang sering kali sarat dengan ketimpangan dan eksploitasi.

Dalam perspektif Paulo Freire, dakwah yang dilakukan oleh santri dapat dikaitkan dengan konsep conscientizacao, yaitu upaya untuk meningkatkan kesadaran kritis masyarakat terhadap realitas sosial mereka. Freire berpendapat bahwa pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang membuat orang sadar akan struktur penindasan yang ada dalam masyarakat. Dakwah yang kritis, dalam hal ini, tidak hanya berfokus pada ajakan kepada ajaran agama saja, tetapi membuka kesadaran masyarakat terhadap struktur-sturktur penindasan yang menghambat kesejahteraan dan keadilan. Santri yang mengemban misi dakwah sebagai gerakan pembebasan berperan sebagai consciousness-raiser, yang menantang masyarakat untuk melihat realitas dari perspektif kritis dan tidak pasif menerima ketidakadilan sebagai suatu yang alamiah atau tidak bisa diubah.

Dari perspektif filsafat politik Antonio Gramsci, dakwah yang dilakukan santri dapat dipahami sebagai bentuk counter-hegemony atau perlawanan terhadap dominasi ideologi yang melanggengkan status quo. Gramsci berpendapat bahwa setiap masyarakat memiliki ideologi hegemonik yang berfungsi untuk mempertahankan kekuasaan kelompok tertentu. Dakwah sebagai gerakan pembebasan bertujuan untuk melawan hegemoni ini dengan menyebarkan wacana alternatif yang berlandaskan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan. Santri yang berdakwah dalam kerangka ini bukan hanya menyebarkan ajaran agama, tetapi juga memperkenalkan paradigma yang menentang nilai-nilai dan norma yang tidak adil dalam masyarakat. Mereka menjadi organic intellectual yang tidak hanya berfikir dan berbicara tentang agama, namun juga mengubah kesadaran kolektif masyarakat untuk memahami dan memperjuangkan hak-hak mereka.

Dakwah juga bisa dilihat dari perspektif eksistensialis, Khususnya dalam pandangan Sartre tentang authentic existence (eksistensi otentik). Bagi Sartre, hidup secara otentik berarti bertindank sesuai dengan nilai-nilai yang diinternalisasikan dengan penuh kesadaran, tanpa sekedar mengikuti aturan yang sudah ada. Dakwah yang dilakukan oleh santri dalam kerangka eksistensialis adalah bentuk keberanian untuk mengaktualisasikan nilai-nilai agama dalam kehidupan nyata, termasuk didalamnya memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kebenaran, dan keberpihakan pada kaum tertindas. Santri yang berdakwah dengan semangat pembebasan menjalankan authentic choice, yaitu keputusan yang diambil dengan kesadaran penuh dn komitmen terhadap prinsip-prinsip kebenaran yang mendasar. Mereka tidak hanya menyampaikan ajaran agama dengan formalistik, namun mengidupkannya melalui tindakan nyata yang berupaya mengubah kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik dan adil.

Dalam pandangan Emile Durkheim, dakwah juga bisa dipahami sebagai upaya untuk memperkuat solidaritas sosial. Durkheim menyatakan bahwa agama berfungsi sebagai perekat sosial yang menghubungkan individu-individu dalam masyarakat melalui nilai-nilai dan keyakinan bersama. Dakwah yang dilakukan oleh santri sebagai gerakan pembebasan, dengan demikian, bertujuan untuk membangun solidaritas organik dimana semua anggota masyarakat merasa memiliki tanggung jawab untuk saling memperhatikan, khususnya mereka yang tertindas. Santri yang berdakwah dengan semangat ini tidak hanya menyebarkan ajaran agama, tetapi juga menginspirasi masyarakat untuk bersatu memperjuangkan nilai-nilai humanisme. Dakwah yang demikian melampaui peran ritualistik dan menjadi sarana pengikat sosial yang memperkuat jaringan solidaritas dalam masyarakat, dengan tujuan membangun komunitas yang lebih egaliter dan peduli satu sama lain.

Dalam perspektif Habermas tentang ruang publik, dakwah sebagai gerakan pembebasan dapat dipandang sebagai upaya untuk menciptakan public sphere di mana masyaratakat dapat berdiskusi tentang problematika sosial secara terbuka dan kritis. Habermas memandang ruang publik sebagai arena di mana individu dapat saling bertukar pandangan secara rasional, bebas dari dominasi, dan berusaha mencari kebenaran bersama. Dakwah yang dilakukan oleh santri sebagai gerakan pembebasan membangun ruang publik dimana masyarakat dapat berdialog tentang masalah keadilan, ketimpangan, dan tanggung jawab sosial dengan semangat kebersamaan dan kesetaraan. Santri yang berdakwah dalam konteks ini berfungsi sebagai fasilitator yang mengajak masyarakat untuk berfikir kritis dan tidak menerima begitu saja kondisi yang tidak adil. Dakwah menjadi medium di mana masyarakat diajak untuk berpartisipasi dalam pencarian solusi bersama, dan dengan demikian memperkuat demokrasi deliberatif di tingkat masyarakat.

Selain itu, dakwah dalam kerangka pembebasan juga dapat dianalisis melalui perspektif teologi pembebasan, seperti yang dikemukakan oleh Gustavo Gutierrez. Teologi pembebasan menekankan bahwa agama memiliki tanggung jawab moral untuk memperjuangkan keadilan sosial dan membela hak-hak kaum miskin dan tertindas. Dalam konteks ini, dakwah yang dilakukan oleh santri merupakan wujud dari preferential option for the poor atau keberpihakan pada kaum miskin. Dakwah tidak hanya berisi ajakan untuk taat beragama, tetapi juga panggilan untuk peduli pada mereka yang menderita dan termarjinalkan. Santri yang berdakwah dengan pendekatan ini melihat keimanan sebagai sesuatu yang tidak terpisah dari kehidupan sosial dan keadilan. Mereka menjalankan peran sebagai liberation theologians, yang memahami agama bukan hanya sebagai sarana ibadah pribadi, tetapi sebagai kekuatan transformasi sosial yang mendalam.

Secara keseluruhan, dakwah sebagai gerakan pembebasan menempatkan santri dalam posisi yang kritis terhadap struktur sosial yang tidak adil, dengan tujuan untuk menciptakan masyarakat yang lebih berkeadilan. Dakwah tidak hanya menjadi sarana untuk menyampaikan ajaran agama, namun juga ekspresi komitmen filosofis terhadap nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan keberoihakan pada yang lemah. Santri yang berdakwah dalam kerangka ini bertindak sebagai agen perubahan yang tidak hanya berusaha mengubah perilaku dan sifat individu, tetapi juga sistem sosial yang ada. Mereka membawa semangat pembebasan yang menantang status quo, meruntuhkan struktur penindasan, dan memperjuangkan hak-hak mereka yang seringkali diabaikan dalam tatanan sosial. Dengan demikian, dakwah sebagai gerakan pembebasan bukan hanya sekedar ceramah atau ajakan, namun tindakan aktif untuk membangun masyarakat lebih baik, lebih adil, dan lebih humanis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun