Mohon tunggu...
Ilham Anugrah
Ilham Anugrah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

“Sudah kubilang, aku ya aku, kamu ya kamu, soal siapa yang lebih hebat itu cerita yang membosankan” (Shikamaru Nara)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pagi Itu Dingin Sekali

10 September 2011   15:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:04 1614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di sebuah ranjang dua orang berlainan jenis, sedang terbaring saling menatap mesra, sang wanita menatap sang kekasih dengan lembut, ia bertanya,“Besok kita jadi kan, ke makam ibu mu?” Ya, jadi sayang, istriku Gina yang cantik. Kenapa sih, semangat betul yang?” Tanyanya mesra, sambil mengelus rambut panjang sang istri.

“Aku ingin ke sana, gak tahu kenapa, bang.”  “Ya, sudah kita, bobok dulu. “Besok pagi kita berangkata bersama yang lain.” Iya bang.

**

Seusai sholat shubuh..

Seluruh penghuni rumah itu telah sibuk. Seorang pria mondar mandir di depan pintu kamar mandi, menggeremutu sendiri. “Lama banget nih sih Wido di kamar mandi.” Mengetuk pintunya, “Ngapain sih lo di kamar mandi, lama banget udah jam 5 lewat nih. Nanti macet, tahu kan bangih suasana lebaran.” “Tanggung nih. Ergh.. ergh akhirnya keluar juga, serr.. suara air kloset terdengar dibalik pintu kamar mandi.

Tak lama kemudian, ia pun keluar sambil nyegir, dan menjijili jarinya ke hidung Wido. Tapi sebelum jari itu sampai di hidung ia menjauhkan kepalanya agar jari-jari pria itu tidak mengenai hidungnya. “Sialan lo, Do, meper, belum di cuci ya.”  “Siapa yang meper, nih lihat tangan kanan tahu.”

“Kok bau sih, Do?” “Bau apa-an, jangan memanasi suasana ya., kita kan mau ke makam ibu.” “Oh, iya. Ya. Tapi tangan kanan lo emang bau kok.”.. mata Wido melotot menatap Dodo, dan kemudian ngeloyor pergi. Sebelum Dodo naik ke lantai atas kamarnya, Wido nyeletuk bertanya. Eh, Do lo udah mandi belum?” “Oh Iya gue belum, mandi.” Langsung ia kembali menuju kamar mandi, tapi sayang ia terlambat. Wido sudah mengunci pintunya.

“Jun, Jun, sambil menggedor pintu.” “Apa sih? sambil membuka pintu. Handuk gue Jun. Lo gak ngelihat gue cuman make celana pendek doang. Dingin tahu!! Nih sambil melempar handuk ke tangan Dodo, kemudian menutup pintu kembali dan menguncinya.

“Ada apa sih ribut-ribut? Tanya seorang lelaki yang sedang turun dari lantai atas bersama pasangannya. Ini bang Ipul, si Wido, merebut kamar mandi. “  Ya elah gitu doang, Kan udah tahu kalo kamar mandi disini ada 4, lho pake kamar mandi kita berdua, tuh di atas.  “Atau Kamar mandinya mbok iyem, pembantu kita, kebetulan lagi pulang kampung, lanjut Gina.  Atau di kamarnya tante, celetuk wanita paruh baya membuka kamarnya yang bertepatan dekat dengan kamar mandi yang di pakai Wido.

“Ya, maaf deh, tante pinjam, kamar mandinya ya?” “Ya”. “Eh kita tunggu di mobil ya, Do”, lo bilangin Wido Juga.” Mereka bertiga pun keluar menuju mobil yang telah disiapkan sopir mereka. Saat Dodo di kamar mandi, Wido pun selesai, ke lantai atas menuju kamar mereka berdua. Lantai atas terdapat dua kamar, Kamar Dodo & Wido, dan kamar Ipul & Gina. Sedangkan di lantai bawah ditempati Tante mereka, Nisa. Tante Nisa sudah tidak bersuami dan sudah paruh baya. Ipul yang menyuruh Tante Nisa tinggal di rumahnya. Mpok Iyem kamarnya dekat dapur, kamar Mpok Iyem juga merupakan kamar suaminya bang Jejen suaminya, yang tidak ikut pulang kampung, karena harus siap mengantarkan keluarga itu keluar rumah.

**

Udah jam 6 Pagi nih, mana sih Dodo & Wido bang? Tanyanya pada suaminya. “Sabar ya, yang.” “Ya sabar nyonya, tenang aja gak bakal kena macet kok.” “Insya Alloh, selama di tangan ahlinya seperti bang Jejen, zig-zag deh pokoknya jalannya.” “Zig zag apa-an, waktu di depan kita ada truk gandeng aja melempem, di lambatin lagi jalannya.” Celetuk Tante Nisa. “Ya, soalnya susah mbak Tante Nisa, mau nyelip kana ada Patas, ke kiri di belakang ada mobil. Ya udah di pelanin dulu. He..He..” “Bang Jejen, udah gak usah negbut-ngebut, pelan-pelan aja. “Ipul menasehati Jejen.

“Sory brother & sister telat, kita telat nih. Do lo sebelah sono, nunjuk samping kanan mobil, ngapain sih ngitilan gue mulu.” Ya elah siapa yang ngitilan lo sih, protesnyya menuju samping kanan mobil.

Trek!! “Ok, tarik mang!!!!” Perintah mereka berdua. “Hush, baca basmallah dulu. Protest Tante yang di samping kanan Dodo.” “iya nih, bang Dodo dan bang Wido.” Ikut Gina yang di samping Wido.

“Yuk kita baca basmallah.” Ajak Ipul. Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian ia melanjutkan :

“Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna  lahu muqriniin. Wa inna ilaa robbina lamun-qolibuun” (Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami)1

Amiin…serentak yang di mobil. Mobil pun melaju menuju pemakaman Ibunya Ipul di Bandung.

“Kita lewat mana bang Jejen? Tanya Wido di belakang bangkunya. “Eh, jangan bang, muter aja, lewat bogor.” “Ih, abang gak baca TV dan Nonton Koran, ya?” Ha..ha.. serentak mereka tertawa”  “Ke balik bro, protes Dodo.

“Iya katanya di Km berapa tuh banyak yang kecelakaan, ada penunggunya gitu.” Celetuk Tante Nisa. “Hush, bukan tahu karena kontur jalannya yang susah, protes bang Jejen. Tapi Tenang, Bang Jejen udah pengalaman kok, melewati tuh “Km”,  pokoknya jin atau syetan gak bakal bisa gangguin kita, nih selama ini Jejen bawa kalung Jimat, pemberian paman Jejen waktu pulang tempo lalu. Sambil menunjukkan kalung itu ke Ipul.

“Astagfirullah, bang Jejen, musyrik bang, buka tuh jimat sini! Atau gue pecat lo. Jangan den, kata paman abang kalo nih kalung di lepas bakal kena celaka kita.” “ah celaka, ujar Gina kaget, masa dengan kalung tersebut bisa celaka.” Kasih ke Bang Ipul kalungnya bang Jejen, perintah Gina. Sontak, tante Nisa, Dodo, dan Wido melarang, “Jangan bang Jejen.” “Pokoknya lepas, sini.”  Perintah Ipul.

Akhirnya dengan sangat terpaksa, bukannya menang voting karena 4 orang yang memilih untuk tidak menyerahkan, yaitu tante Nisa, Dodo, Wido beserta ia sendiri, tapi kalah dengan perintah sang majikan yang memperingatkannya jika tidak dilepas, maka ia di pecat, kalung pun diserahkan dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya masih memegang kendali stir.

Ipul pun membuka tombol di samping kaca mobil, sehingga kaca mobil secara otomatis membuka, ia pun membuang jimat itu. Disaat bersamaan mobil telah masuk di tol Cipularang

“YAH…celaka Km 90 deh, Teriak Wido, Dodo, dan Tante Tante Nisa.

“Tante Nisa, Dodo, Wido, tidak ada yang bisa menghalangi  musibah, semua itu sudah ditentukan, kecuali dua hal yaitu perbanyak silaturrahim dan bersedakah. Percaya dengan jimat itu sama dengan menyekutukan Alloh, juga dengan percaya bahwa jalan itu ada penunggunya dan sebagainya, karena telah meniadakan Alloh dan membenarkan penyebab bahwa yang terkena musibah di jalan itu adalah karena ada penunggunya bukan karena sudah ditentukan oleh Sang Pencipta. Insya Alloh tidak akan terjadi apa-apa. Yang penting perbanyak dzikir dan do’a kepada Alloh,

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tiga do’a yang tidak diragukan lagi terkabulnya yaitu do’a seorang musafir, do’a orang yang terzholimi, dan do’a orang tua kepada anaknya.” 2

Kemudian jika jalan menanjak ucapkan “Allohu Akbar”, Jalan menurun “Subhanallah, 3

“Pul, kalo ini berarti Subhanallah, ledek Tante Nisa. “Ya.” Serentak, “Subhanallah.”

“Dalam hati aja kali, protes ipul.” “Ha..ha.. tawa semua yang ada dimobil.

Km 10

Jalan masih lenggang, mobil mereka melaju cepat hingga Km 80

Km 80

Jantung bang Jejen tiba-tiba berdetak kencang, tangannya berkeringat, sebentar-bentar ia mengelap tangannya bergantian. Semua yang didalam kendaraan tidak memperhatikan karena mereka selain Ipul & Gina saling bergantian bernyanyi mengikuti lagu yang di stel di Mp3 dalam mobil. Sedangkan Ipul, dan Gina berdo’a untuk keselamatan mereka.

Hujan pun turun, menyirami jalan tol pagi itu. Jam di mobil telah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Mobil melesat cepat, dan bezig zag di jalan yang becek.

Km 90

Kosentrasi Bang Jejen pun mulai buyar, karena kaca di mobil berkabut dan tidak jelas walaupun sudah di bersihkan kaca dengan alat di kaca depan mobil. Ia pun mengelap sedikit dengan tangannya untuk memperjelas jarak.

Kini suasananya seperti saat itu, di depannya adalah truk pembawa bensin, dan di samping kanannya adalah patas, sedangkan di sebelah kiri belakang ada mobil sedan yang melaju.

Bang Jejen teringat ledekan tante Nisa tadi, ia tidak mau di ledek lagi. Ia yakin akan pengalaman mengemudinya bertahun-tahun di keluarga Ipul, hujan atau pun kemarau ia mampu mengatasi berbagai medan. Maka ia menyalakan lampu sen ke kiri, untuk meminta jalan pada sedang di belakangnya. Tapi sedang yang dibelakannya tidak mau mengalah, malah membunyikan klaksonnya. Ia pun segera menusuk sebelah kanan, melewati celah jalan yang terbuka diantara patas dan truk pembawa bensin. Wush ia pun melewati keduanya. Dan mengelus dada, tetapi ternyata di depan patas itu ada mobil yang ke kiri arahnya, tabrakan pun tidak di hindari.

Mobil yang di supiri bang Jejen terlontar ke kiri, sebuah sedang melesat dari arah kiri melewati truk pembawa bensin, tetapi saat ia melewati mobil itu bertabrakan dengan di supiri bang jejen. Sedan itu terhenti dan ditabrak truk pembawa bensin, truk itu oleng ke kanan menabrak patas. Sedangkan mobil yang disopiri bang Jejen berputar-putar hingga menabrak pembatas jalan, kemudian terbalik.

Duar, ledakan besar terjadi pada truk pembawa bensin. Memanasi pagi, yang diguyur hujan.

***

Pagi itu dingin sekali, karena hujan lebat sejak tiga hari ini berturut-turut. Aktifitas di kota itu tidak banyak karena masih suasana lebaran, dan tidak ada yang bekerja, kecuali beberapa profesi.

Di sebuah rumah sakit, hanya sedikit yang bekerja tetapi aktivitas tetap berjalan karena jika semua dokter dan perawat yang pulang kampung siapa yang akan membantu melakukan pertolongan pertama atau pun merawat pasien agar ia bisa bertahan hingga sembuh.

Aktifitas itu pun dikerjakan pada sebuah ruangan, seorang dokter sedang memeriksa pasien. Pasien itu selamat dari kecelakaan beruntun kemarin, dan menimbulkan ledakkan sehingga arus lalu lintas mengalami kemacetan. Hanya ia yang selamat, kini terbaring. Pasien itu sudah terhindar dari koma, yang di alami dua hari yang lalu, perlahan pasti detak jantungnya menguat.

“Saat sang dokter memeriksa, pasien itu sadar. Ia membuka matanya perlahan, samar-samar dari hanya bintik-bintik warna hingga ia melihat jelas wajah dokter itu.

“Dimana saya?” Itulah pertanyaan pertama yang ia ucapkan saat ia sadar.

“Di rumah sakit, Pak Ipul.” Rumah sakit?

“Dimana istriku dokter, saudara-saudaraku.” Sambil memegang lengan sang dokter. “Tenang, Pak Ipul, nanti kita akan bertemu. Yang penting Pak Ipul, sehat kembali.

Seminggu kemudian.

Dokter, boleh kah aku bertemu mereka? Tanya ipul penuh harap pada sang dokter. Dokter itu pun tersenyum, “Ayo ikut.”

“Masih jauh dok?” Tanya Ipul penasaran. Sang dokter diam.

Kamar jenasah, tertulis di depan pintu. “Gak salah kan, dok?”

Dokter membuka pintu kamar jenasah, dan menyuruh yang bertugas disana untuk memperlihatkan ke empat jenasah itu.

Dengkul Ipul lemas, ia pun berlutut menangis. “Tabah, ya pak Ipul, Kematian itu sudah di ditentukan oleh Sang Pencipta. Sambil memegang pundak Ipul. Tangis Ipul makin kejar, dan memeluk paha sang dokter.

“Oh Iya, pak Ipul, Ini ada sebuah surat yang di temukan di baju istrimu, maaf aku sempat membacanya.

Ipul pun mengambil surat itu, dan membacanya sambil menangis.

“Assalamu’alaikum,

Bang Ipul, yang ku cinta.

Saat bang Ipul membaca surat ini, mungkin Gina telah tiada.

Akhir akhir ini Gina merasa akan mati, dan merasa akan bertemu dengan Malaikat Izrail. Tapi aku menutupinya supaya abang tidak gundah. Hari ini aku senang sekali bisa ke makam ibu abang, selama 3 bulan kita menikah abang berjanji membawa ku  ke makam ibu abang, tetapi karena kesibukan abang jadi tidak pernah kesampaian. Alhamdulillah, hari ini kesampaian.

Abang, jika Aku tidak meninggal di makam ibu abang nanti aku ingin menyatakan pada Allahuyarham ibu abang bahwa aku sangat mencintai abang karena Alloh. Ya karena Alloh, bang. Abang mencintai ku karena Alloh juga kan bang?

Bila aku benar-benar meninggal nanti bang, abang tidak boleh bersedih, karena aku tidak ingin melihat abang bersedih. Karena bersedih itu tidak dapat menyelesaikan masakah bang

Hidup itu harus berjalan terus bang, janganlah kehilangan aku abang membunuh diri sendiri seperti roman Romeo dan Juilet. Selain  Karena bunuh diri itu dosa dan langsung masuk neraka, benar kan bang.

Terima kasih telah menjadi Imam ku selama ini.

Gina istrimu tercinta..
Ipul menyeka air matanya, dan berdiri tegap.
***
Esoknya, ke empat orang itu di makam kan pagi hari.
Rintik hujan atau pun dinginnya udara tidak menghalangi pemakaman
Pagi itu dingin sekali tetapi tidak bagi Ipul, karena semangat baru telah mengobar di dadanya, sebuah cinta istrinya.
***
Catatan Kaki
1.     HR. At Tirmidzi
2.     HR. Ahmad
3.     Lihat Al Kalim Ath Thoyyib no. 175. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih

Cerpen ini terisnpirasi dari kecelakaan beberapa waktu yang lalu, pemberitaan media yang banyak menyinggung bahwa kecelakaan karena tempat itu terkutuk dan sebagainya membuat saya ingin membantah pemberitaan yang menyalahi syariat tersebut. Semoga dapat diambil hikmahnya. Untuk tetanggaku, yang kemarin tanggal 9 september 2011, Innalilahi wa innalillahi raji’un, maaf aku tidak bisa berkata apa-apa, ataupun memberikan semangat kepada bapak karena telah kehilangan seorang istri, aku juga kaget saat pulang kerja telah dikejutkan berita itu, karena pagi hari kondisi istri bapak masih segar bugar, negitu juga berita yang didengar hingga menjelang maghrib telah tiada. Untuk kakak sepupuku Uda Bot, tetaplah tegar, dan janganlah bersedih karena kematian calon istri uda, semoga Alloh menggantikan istri yang sholeh dan terbaik untuk uda. Wallahu 'alam

Cibitung, 10 september 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun