"Mas, buka kaos kaki Alesha, biar latihan jalan di rumput. Mumpung rumputnya masih berembun. Biar Alesha bisa cepet jalan," teriak ibu kepada ayah.
Ayah akhirnya membuka kaus kakiku dan memapahku di atas rumput yang masih berembun. Ternyata rasanya sangat aneh. Telapak kakiku seperti digelitik rumput-rumput hijau itu. Sampai-sampai aku tertawa geli dan beberapa kali mengangkat kakiku. Tapi akhirnya aku terbiasa.
"Asek Alesha udah bisa jalan," teriak tante Teu kegirangan, sambil mengabadikan momen pertama aku belajar berjalan.
Tiga puluh menit berselang, kami meninggalkan tempat itu, menuju lokasi yang hampir sama. Kali ini kami berteduh di bawah pohon besar, menggelar tikar di atas rumput sambil menikmati makanan ringan.
Udara yang sejuk membuat mataku kantuk usai ibu memberiku ASI. Aku pun tertidur pulas di atas tikar yang dilapisi kasur kecil itu. Usai tertidur hampir satu jam, aku terbangun saat sinar mentari mulai menyengat di kulitku.
Sebelum akhirnya kami pulang, ayah mengajakku bermain lagi menggunakan stroller. Ayah membawaku keliling di sekitar hamparan rumput dan melihat pohon besar asal Afrika, Babaon, yang biasa juga disebut Pohon Tikus Mati.
Kata ayah, setiap musim semi pohon itu berbunga seperti tikus. Bunganya menggantung dengan batang memanjang seperti ekor, serta diselimuti bulu-bulu halus hingga menyerupai tikus. Sehingga pohon itu dikenal sebagai Pohon Tikus Mati. Â Â Â
Proses Penyembuhan
Liburan kali ini sebenarnya bukan liburan biasa. Aku bersama keluarga punya misi besar mendukung Aghung Nini, dalam proses penyembuhan dari sakit yang dideritanya sejak empat bulan ini.
Dokter mendiagnosa, ada sel ganas seperti kanker di paru-paru Aghung Nini. Bahkan, kata dokter sudah stadium empat. Memang, beberapa kali uji lab menyebutkan tidak ditemukan sel ganas.
Sejak dokter mendiagnosa penyakit ini, kami sekeluarga merasa terpukul. Sepertinya kami tidak percaya. Terutama Aghung Nini, semangatnya hilang seperti jatuh di lubang yang sangat dalam.