"Ah bapak bisa saja, saya gak punya pacar Pak."
Pak Herman menyodorkan sebuah amplop warna coklat yang masih tertutup dengan cap prangko kilat menempel dibagian depan. "Ini mau diterima tidak, kalau tidak saya bawa lagi ke kantor."
"I..i..iya Pak mau." Aku mengulurkan tangan untuk menerima amplop tersebut.
Tapi pak Herman menarik tangannya sambil tersenyum. "Eit tunggu dulu, bayar uang antar, lima ribu."
Akhirnya amplop coklat itu aku terima, tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Pak Herman sambil mencium tangannya. Dengan rasa penasaran ku lihat bagian belakang amplop, tidak ada nama pengirimnya cuma tertera alamatnya saja, ‘Jln. Dipatiukur No. 125, Bandung-Jawa Barat’.
Teman-temanku yang sedari tadi berkerumun di depan perpustakaan langsung pada bersorak dan berteriak. "Buka...Buka...Buka."
"Buka suratnya sekarang juga."
***
Hujan tidak berhenti sepanjang perjalanan pulang sekolah. Jarak rumahku yang lumayan cukup jauh harus ditempuh dengan jalan kaki, karena kalau siang hari sudah tidak ada lagi angkutan yang beroperasi. Meskipun harus basah kuyup, aku dan teman-teman yang lain sudah terbiasa menempuh jarak 6 kilometer untuk sampai ke rumah.
"Tok...tok...tok." Terdengar Ibu mengetuk pintu kamar sambil memanggilku.
"Masuk Bu, gak dikunci."