Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ganjar Digergaji Luar Dalam

15 Februari 2024   19:32 Diperbarui: 15 Februari 2024   19:32 2037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Saya sebagai warga negara mengucapkan terimakasih kepada seluruh masyarakat Indonesia yang telah menyalurkan aspirasi pilihan politiknya dengan hadir ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada tanggal 14 Pebruari 2024. 

Dengan kemantapan hati saya hadir ke TPS dengan pilihan yang sudah saya putuskan dari rumah untuk capres cawapres, DPRRI, DPDRI dan DPRD sehingga tak butuh waktu lama di bilik suara. 

Saya pun sempat memberi keterangan kepada media menyangkut kesan di waktu pencoblosan. 

Kami sampaikan bahwa saksi diorganisir oleh koalisi partai pengusung Ganjar Mahfud. Tugas kami sebagai relawan hanya membantu. Jadi mereka yang sebagai saksi daftarnya ke partai.

Anggota kami juga ada bergabung dengan tim pemenangan daerah Ganjar Mahfud Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan Banyuwangi (Jawa Timur).

Saya sudah arahkan sejak awal untuk rekan-rekan mengambil peran kapan waktunya turun di tengah masyarakat melakukan edukasi menggalang suara dan kapan waktunya mengawal suara menjadi saksi-saksi di TPS.

Ketika ditanya seberapa yakin menang tentu jika dirunut proses tahapan pemilu ini sudah bermasalah dari putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan putusan MK itu menyadarkan kami bahwa lawan kami bukan Prabowo dan Anies tapi Jokowi. Jokowilah defacto sebagai Ketua Tim Kemenangan Nasional Prabowo Gibran (TKN PG).

Namun kami harus sampaikan keyakinan Ganjar Mahfud menang karena beberapa parameter.

Pertama berdasar data survey internal Tim Pemenangan Nasional Ganjar Mahfud (TPN GM), kedua exit pol pemilihan luar negeri, ketiga makin masifnya gerakan civil society dari civitas akademika baik guru besar, rektor, dosen, aksi demo-demo mahasiswa, seniman, budayawan, rohaniawan, aktifis pro demokrasi maupun praktisi hukum. 

Mereka semua menyuarakan kegelisahannya atas pelaksanaan demokrasi yang menodai nilai dan prinsip tegaknya konstitusi dan supremasi hukum. Sentimen negatif ini tentu mengarah kepada Jokowi yang menggunakan instrumen kekuatan negara termasuk APBN (bansos) untuk memenangkan anaknya.

Sejumlah persoalan lainnya adalah indikasi perangkat desa yang diintimidasi akan disangkakan atas penggunaan dana desa jika tak memenangkan pilihan Jokowi, netralitas oknum TNI Polri yang diragukan, Pj Kepala Daerah yang diguyur bansos untuk memuluskan agenda juragan mereka. Tentu dengan imbalan jabatan jika berhasil memenangkan kontestasi.

Termasuk penyelenggara pemilu sekelas Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga divonis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dengan pelanggaran etik berat. Tak ada sanksi pidana atas pelanggaran pemilu yang terstruktur.

Praktek kecurangan terstruktur Itu semua meyakinkan saya harusnya menjadi pembuka mata dan hati rakyat bahwa ada persoalan besar dalam pengelolaan pemilu 2024 ini yang bermula dari putusan kontroversial MK.

Konsekuensi atas pilihan kita memilih jalan demokrasi adalah kesempatan memilih pemimpin dengan reputasi dan rekam jejak baik. Karena apa yang kita pilih adalah potret masa depan Indonesia, setidaknya dalam masa lima tahun. 

Bahwa esensi pelaksanaan pemilu bukanlah sekedar hanya merujuk pada hasil, tapi sebuah proses. Jika hasil pemilu berangkat dari proses yang tidak baik, pelanggaran etik, menabrak aturan dan supremasi hukum apalagi dengan persekongkolan maka rasa-rasanya pemerintahan lima tahun kedepan tak ada jaminan stabilitas politik akan terjaga. 

Maka reaksi pasar akan memberikan sentimen negatif, pemerintah kehilangan kepercayaan dan bermuara pada penderitaan rakyat.

Anomali Hasil Quick Count

Quick count adalah proses perhitungan cepat hasil pemilu dengan menggunakan metode "sampling" dan teknologi komunikasi. Data quick count ini diperoleh dari hasil rekap perolehan suara sah di TPS (C1 plano). 

Kevalidan hasilnya tentu tergantung dari sampling TPS yang dipilih secara acak. Harus dipahami bahwa quick count itu membantu mempercepat prediksi hasil secara keseluruhan. Quick count hanya merekam hasil perhitungan, bukan proses perolehan angka yang dijadikan sampling. Artinya jika misalnya terjadi rekayasa hasil C1 plano, ya itu juga direkam oleh quick count.

Dari pengalaman hasil quick count pilpres 2009, 2014 dan 2019 angkanya mendekati real count KPU. Walaupun Prabowo pernah menolak hasil quick count pilpres 2014 dan 2019, berbeda dengan hasil quick count pilpres 2024 disambut selebrasi kemenangan.

Pertanyaannya bukan "Apakah kita percaya hasil quick count? Tapi mengapa perolehan suara quick count Ganjar Mahfud hanya nomor 3? Apakah kita percaya suara Ganjar Mahfud hanya 16-17%?

Padahal Ganjar, istri dan anaknya turun total menyapa rakyat berbagi tugas keliling Indonesia. Kampanye selalu dijejali massa dengan antusias. Memiliki jumlah relawan terbanyak dan militan.

Saya coba menganalisa

1) Jokowi The Real King Maker. Jokowi kemungkinan sudah merencanakan ini sejak jelang pilpres 2019. Jokowi rasakan tidak akan punya otoritas jika terus bertahan di PDIP sedangkan masa jabatan dibatasi oleh konstitusi. Maka setelah menang pilpres 2019 praktek rekonsiliasi "dagang sapi" dijalankan dengan menambah koalisi dari rivalnya yaitu Prabowo (Gerindra) masuk kabinet dengan dalih demi stabilitas politik. 

Tjahjo Kumolo (almarhum) digeser dari jabatan Mendagri. Kementerian Dalam Negeri ini sangat vital dengan penempatan pj. Gubernur, Bupati, Walikota. Juga terkait dengan penyelenggaraan pemilu 2024 yakni KPU dan Bawaslu termasuk persetujuan anggaran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus daerah serta dana pemilu. 

Karena populis dan berhasil memikat hati rakyat Jokowi lebih kompromis dalam menyusun kabinet di periode kedua dengan membiarkan rangkap jabatan pimpinan parpol (berbeda dengan periode 2014-2019). Membiarkan orang "bermasalah" masuk kabinet dan menyingkirkan orang-orang yang tidak bisa diatur. Lalu memanfaatkan PDIP untuk memenangkan anak dan mantunya dalam pilkada 2020.

Untuk menambah kekuatan dukungan politik 2024 maka Jokowi mengajak PAN masuk kabinet. Sehingga praktis tidak ada oposisi dalam pemerintahan Jokowi.

Jokowi menunggu reaksi PDIP ketika PSI dan Nasdem mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai capres. Karena tak disambut PDIP maka dibiarkan Nasdem deklarasikan Anies sebagai capres. Itu artinya Jokowi mengkalkulasi potensi rekan koalisi PDIP makin sedikit sehingga memberi kesempatan Jokowi makin leluasa mengorkestrasi koalisi diluar PDIP dan Nasdem. 

Jokowi paham bahwa Ganjar punya kekuatan elektoral. Sudah dihantam kasus E KTP tidak mempan, dihantam kasus semen Rembang dan kasus Wadas tak mempan.

Maka Ganjarpun dicoba digoda meninggalkan PDIP untuk nyapres melalui koalisi diluar PDIP. Namun karena Ganjar punya etika, moral dan relasi kesejarahan yang panjang menjadi kader PDIP maka Ganjar tidak ambisius nyapres dengan meninggalkan PDIP. 

Kalaupun saat itu Ganjar meninggalkan PDIP saya yakin malah tidak akan jadi capres. Ganjar gagal dipisahkan dari PDIP yang telah membesarkannya. Kesetiaan dan ketulusan Ganjar akhirnya berbuah dengan dideklarasikannya sebagai capres PDIP pada tanggal 21 April 2023. 

Karena kekuatan koalisi pendukung Jokowi 2019 sudah bisa dibelah dengan adanya capres Anis diusung Nasdem dan capres Ganjar diusung PDIP maka Jokowi "minta" Golkar, PAN dan PKB mendeklarasikan Prabowo sebagai capres. Barter kasus hukum dihentikan dengan syarat mendukung Gibran sebagai cawapres. Maka PKB yang memiliki basis massa kuat di Jawa Timur dibiarkan berkoalisi dengan Anies tentu untuk menggembosi potensi suara Ganjar di Jawa Timur.

Maka disinilah kemudian operasi Mahkamah Konstitusi (MK) berjalan dengan putusan syarat tambahan cawapres "pernah menjadi kepala daerah" sehingga meloloskan Gibran. Golkar dan PAN pun bertekuk lutut untuk menerima pasangan Prabowo Gibran. 

Operasi pengambil alihan PSI dalam tempo 2 hari melengkapi koalisi gemoy untuk menyerang karakter PDIP yang dijadikan musuh bersama dengan memainkan narasi Ganjar adalah "petugas partai".

Setelah deklarasi Prabowo Gibran selanjutnya adalah mengkonsolidasikan aparatur desa, operasi bansos melibatkan pj kepala daerah, menurunkan alat peraga kampanye Ganjar Mahfud dan bendera PDIP di daerah kunjungan presiden Jokowi. 

Lalu operasi migrasi pemilih Jokowi yang telah mendukung Ganjar Mahfud ke Prabowo Gibran dengan imbalan program dan bansos. Suara Ganjar Mahfud harus mereka gembosi karena tidak menginginkan terjadi pilpres putaran kedua jika berhadapan head to head dengan Ganjar Mahfud.

Untuk melegitimasi penggembosan tersebut sejak Desember 2023 telah dilakukan agitasi hasil survey elektabilitas Ganjar Mahfud menempatkan diurutan buncit angka 15%. Padahal sejak 2021 Ganjar selalu merajai survey elektabilitas (kecuali saat isu piala dunia U20). 

2) Mengapa perolehan suara PDI Perjuangan (PDIP) menang pemilu legislatif, lebih tinggi dari suara Ganjar Mahfud?

Pada masa kampanye saya mendapat informasi bahwa sejumlah caleg-caleg PDIP untuk berbagai tingkatan sudah ada pengkondisian dari tim Jokowi untuk konsentrasi nyaleg dengan tidak mengkampanyekan Ganjar Mahfud. Mereka ada yang dibiayai dana kampanye dan dijanjikan lolos anggota dewan. 

Hal ini tentu butuh investigasi dari tim internal PDIP dengan membandingkan perolehan suara caleg nya dengan suara Ganjar Mahfud di dapil terkhusus yang selama ini identik menjadi "kandang banteng" seperti Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Utara.

Ada alasan tidak pilih Ganjar Mahfud katanya karena tidak suka Megawati. Tapi mengapa perolehan suara PDIP malah sebagai partai pemenang pemilu legislatif? 

3) Sistem rekapitulasi berbasis teknologi baik untuk akurasi dan kecepatan namun tetap ada faktor human error. Karena jika penguasaan teknologi big data disalahgunakan oleh kepentingan kekuasaan maka ada pihak yang dirugikan dan makin melengkapi cacat demokrasi. 

Aplikasi teknologi bekerja menurut algoritma. Misalnya tiap TPS rata-rata jumlah pemilih ada 280-300 orang. Saat input data benar tetapi jika rekapitulasinya lebih dari 300 tentu sistemnya yang error. Bayangkan jika terjadi kesalahan rekapitulasi di 823.220 TPS maka itulah pentingnya setiap saksi harus punya bukti form C1 untuk memvalidasi jika ada selisih suara.

Perhitungan suara masih menunggu real count C1 KPU.
Dan belum ada pernyataan mengakui "kemenangan" dari pasangan 01 dan 03 walaupun pasangan 02 telah melakukan selebrasi kemenangan.

Karena setelah penetapan hasil real count KPU akan ada mekanisme hukum pemilu di MK.
Disinilah legitimasi kemenangan sebuah "proses pemilu" akan diuji.

Sebagaimana diberitakan bahwa Gugatan Hakim Konstitusi Anwar Usman dikabulkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam putusan sela dalam perkara nomor 604/G/2023/PTUN.JKT

Jika PTUN mengabulkan gugatan, Anwar Usman yang sebelumnya dilengserkan sebagai Ketua MK, kemungkinan bakal menjadi Ketua MK kembali. Anwar Usman sebelumnya dilengserkan setelah terbukti melakukan pelanggaran etik saat menyidangkan gugatan batas usia capres-cawapres yang akhirnya meloloskan keponakannya, Gibran Rakabuming Raka.

Selanjutnya bagaimana nasib memperjuangkan keadilan, mengembalikan demokrasi yang beradab dengan kembalinya paman Usman?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun