Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ganjar Digergaji Luar Dalam

15 Februari 2024   19:32 Diperbarui: 15 Februari 2024   19:32 2037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Saya coba menganalisa

1) Jokowi The Real King Maker. Jokowi kemungkinan sudah merencanakan ini sejak jelang pilpres 2019. Jokowi rasakan tidak akan punya otoritas jika terus bertahan di PDIP sedangkan masa jabatan dibatasi oleh konstitusi. Maka setelah menang pilpres 2019 praktek rekonsiliasi "dagang sapi" dijalankan dengan menambah koalisi dari rivalnya yaitu Prabowo (Gerindra) masuk kabinet dengan dalih demi stabilitas politik. 

Tjahjo Kumolo (almarhum) digeser dari jabatan Mendagri. Kementerian Dalam Negeri ini sangat vital dengan penempatan pj. Gubernur, Bupati, Walikota. Juga terkait dengan penyelenggaraan pemilu 2024 yakni KPU dan Bawaslu termasuk persetujuan anggaran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus daerah serta dana pemilu. 

Karena populis dan berhasil memikat hati rakyat Jokowi lebih kompromis dalam menyusun kabinet di periode kedua dengan membiarkan rangkap jabatan pimpinan parpol (berbeda dengan periode 2014-2019). Membiarkan orang "bermasalah" masuk kabinet dan menyingkirkan orang-orang yang tidak bisa diatur. Lalu memanfaatkan PDIP untuk memenangkan anak dan mantunya dalam pilkada 2020.

Untuk menambah kekuatan dukungan politik 2024 maka Jokowi mengajak PAN masuk kabinet. Sehingga praktis tidak ada oposisi dalam pemerintahan Jokowi.

Jokowi menunggu reaksi PDIP ketika PSI dan Nasdem mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai capres. Karena tak disambut PDIP maka dibiarkan Nasdem deklarasikan Anies sebagai capres. Itu artinya Jokowi mengkalkulasi potensi rekan koalisi PDIP makin sedikit sehingga memberi kesempatan Jokowi makin leluasa mengorkestrasi koalisi diluar PDIP dan Nasdem. 

Jokowi paham bahwa Ganjar punya kekuatan elektoral. Sudah dihantam kasus E KTP tidak mempan, dihantam kasus semen Rembang dan kasus Wadas tak mempan.

Maka Ganjarpun dicoba digoda meninggalkan PDIP untuk nyapres melalui koalisi diluar PDIP. Namun karena Ganjar punya etika, moral dan relasi kesejarahan yang panjang menjadi kader PDIP maka Ganjar tidak ambisius nyapres dengan meninggalkan PDIP. 

Kalaupun saat itu Ganjar meninggalkan PDIP saya yakin malah tidak akan jadi capres. Ganjar gagal dipisahkan dari PDIP yang telah membesarkannya. Kesetiaan dan ketulusan Ganjar akhirnya berbuah dengan dideklarasikannya sebagai capres PDIP pada tanggal 21 April 2023. 

Karena kekuatan koalisi pendukung Jokowi 2019 sudah bisa dibelah dengan adanya capres Anis diusung Nasdem dan capres Ganjar diusung PDIP maka Jokowi "minta" Golkar, PAN dan PKB mendeklarasikan Prabowo sebagai capres. Barter kasus hukum dihentikan dengan syarat mendukung Gibran sebagai cawapres. Maka PKB yang memiliki basis massa kuat di Jawa Timur dibiarkan berkoalisi dengan Anies tentu untuk menggembosi potensi suara Ganjar di Jawa Timur.

Maka disinilah kemudian operasi Mahkamah Konstitusi (MK) berjalan dengan putusan syarat tambahan cawapres "pernah menjadi kepala daerah" sehingga meloloskan Gibran. Golkar dan PAN pun bertekuk lutut untuk menerima pasangan Prabowo Gibran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun