Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dam Festival: Menggerakkan Kepeloporan Desa Sebagai Sentra Kedaulatan Pangan

10 Agustus 2023   21:58 Diperbarui: 11 Agustus 2023   00:21 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sebagai negara kepulauan yang pernah kuat maritimnya, dalam pengenalan jiwa bahari dan potensi kekayaan sumber daya laut pemerintah secara berkala telah menyelenggarakan kegiatan pelayaran yang bertajuk Sail Krakatau, Sail Tomini, Sail Banda, Sail Bunaken, Sail Morotai, Sail Wakatobi, Sail Komodo dan Sail Tidore.

Bangsa kita juga tidak boleh mengesampingkan sektor agraris yang telah teruji ketika menghadapi pandemi Covid 19, karena sektor pertanianlah yang membantu menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Walaupun telah ada upaya pemerintahan Presiden Jokowi menuju high income country (negara berpendapatan tinggi) dengan hilirisasi di sektor pertambangan, namun nilai ekspor dari komoditi dan produk turunannya dari sektor pertanian sangat potensial untuk dikembangkan.

Memang kita ketahui sektor pertambangan dibanding sektor pertanian sangat kontras. Di satu sisi sektor pertambangan memberikan kontribusi devisa tinggi tapi dinikmati secara langsung kelompok kecil masyarakat serta berdampak kerusakan lingkungan, di sisi lain sektor pertanian berdampak luas dirasakan langsung oleh masyarakat dan menjaga keberlangsungan lingkungan.

Di negara-negara yang sedang tumbuh dan berkembang, sektor agraris (pertanian) adalah tulang punggung kehidupan rakyatnya.

Sebagai negara agraris Indonesia kaya dengan ragam tanaman pangan dan holtikultura (budidaya tanaman kebun). Ragam tanaman pangan juga menunjukkan kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi bahan dasar makanan berupa beras, sagu, singkong, jagung.

Gagal panen sering sekali diakibatkan bukan semata karena perubahan iklim. Di sinilah sesungguhnya dibutuhkan "tangan-tangan negara" untuk mensupervisi petani agar tak lagi hanya mengandalkan pengalaman dan pengamatan astronomi secara tradisional saat bercocok tanam.

Intervensi teknologi menjadi penting dalam menentukan waktu tanam, varietas terbaik, kebutuhan akan pupuk dalam meningkatkan unsur hara, kebutuhan air serta pasca produksi manakala menghasilkan panen yang berlimpah.

Sebagaimana tren hukum supply demand menjelang hari raya, kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, daging ayam, daging sapi, telor, bawang, dll biasanya merangkak naik sehingga menyumbang angka inflasi.

Ketersediaan dan pengendalian harga pangan yang terjangkau bukan hanya wajib dipenuhi saat hari raya saja karena tidak tertutup kemungkinan di masa yang akan datang, pangan dapat memicu konflik dunia setelah energi.

Ketika perubahan iklim global secara ekstrim mempengaruhi produksi pangan terutama di negara-negara sub tropis maka populasi dunia yang terus meningkat akan memiliki ketergantungan dengan produksi pangan negara agraris khatulistiwa termasuk Indonesia.

Sebagai jawaban atas desakan rakyat untuk membatasi impor (daging, beras, kedelai dan komoditi lainnya) dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan sebagai prinsip berdikari di bidang ekonomi telah diupayakan pemerintahan Presiden Joko Widodo misalnya dengan menetapkan daerah Nusa Tenggara Timur sebagai sentra produksi daging dan peresmian kapal Tol Laut untuk menekan biaya angkutan distribusi serta pembangunan food estate.

Tujuan kedaulatan pangan adalah untuk menyediakan kebutuhan pangan yang tak hanya mencukupi (availability), terjangkau (affordability) tetapi juga aman dan bergizi (safety).

Jika pemerintah memang benar-benar ingin mewujudkan kedaulatan pangan, maka aspek ketersediaan, keterjangkauan dan keamanan pangan harus benar-benar menjadi standar alat ukur.

Selanjutnya pada tahun 2020 Presiden Joko Widodo mencanangkan dimulainya  program food estate di Kalimantan Tengah.

Program food estate dimulai dengan menanami lahan eks Proyek Lahan Gambut (PLG) seluas 1,4 juta hektar yang gagal jaman Presiden Soeharto.

Dimulai dari luas 10 ribu hektar di Kabupaten Pulang Pisau  dan 20 hektar di Kabupaten Kapuas.

"Hingga totalnya di Provinsi Kalimantan Tengah untuk tahun 2020 adalah 30 ribu hektare," ujar Presiden Jokowi dalam siaran pers secara daring Desa Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Kamis (8/10/2020).

Total lahan di Kalteng yang dialokasi untuk proyek lumbung pangan nasional tersebut seluas 168 ribu hektare.

Desa Belanti Siam menjadi lokasi kick off program food estate yang ditandai dengan penanaman padi di salah satu blok eks PLG, yakni di Jalan Katingan 3 Blok B Rey 20.  

Pada Januari 2023 proyek lumbung pangan (food estate) di Kalimantan Tengah ini sempat menuai silang pendapat antara DPR dengan pemerintah. Oleh DPR Kementerian Pertanian dituding tidak melaporkan data-data yang valid (produksinya). Karena adanya temuan BPK di Kementerian Pertanian (Kementan) yang dapat diartikan masih ada program dan kegiatan bermasalah. Bahkan DPR menilai ada yang gagal dan tidak mencapai target, contohnya food estate.

Sementara dari sisi progress pelaksanaannya dari land clearing, pembangunan jaringan irigasi menurut menteri PUPR telah ada hasilnya.

Menariknya berhembus aroma tidak sedap disinyalir sebuah yayasan dan perusahaan yang dikelola oleh para "kroni" Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memanen keuntungan dari proyek food estate tersebut. (Baca: Kroni Prabowo Kepung Proyek Lumbung Pangan, Ancam Lingkungan dan Habitat Orangutan)

Padahal esensi kehadiran food estate yang direncanakan haruslah menjawab permasalahan dari aspek ketersediaan, keterjangkauan dan keamanan pangan, tidak dinodai oleh konflik kepentingan dan ego sektoral.

Melanjutkan program infrastrukur di periode pertama dan untuk mengimbangi laju perubahan tata guna lahan pertanian akibat bertumbuhnya sektor manufaktur, pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pemerintah Presiden Jokowi telah mengupayakan dengan pembangunan sejumlah dam/bendungan/waduk.

Dalam kurun waktu tahun 2015 - 2022 pemerintahan Presiden Jokowi telah menunjukkan hasil yang luar biasa berhasil merampungkan dan mengoperasikan 35 (tiga puluh lima) dam/bendungan/waduk dan 2 (dua) di Januari - Pebruari 2023 yang tersebar di seluruh Indonesia.

Tujuan pembangunan dam/bendungan/waduk utamanya adalah untuk irigasi pertanian, menjaga ekosistem kawasan, pengendali banjir, potensi listrik serta suplai air baku.

Mengingat pentingnya fungsi dam/bendungan/waduk untuk kesejahteraan petani dan untuk kedaulatan pangan maka sebagai warga negara kita harus mengapresiasi upaya pemerintah dalam merealisasikannya.

Lalu, bagaimana agar gencarnya pembangunan dam/bendungan/waduk dapat memberi dampak optimal dan berkelanjutan dalam menyumbang tujuan kedaulatan pangan, bukan suatu saat hanya akan menjadi monumen sejarah karena masyarakat desa meninggalkan pertanian?

Berikut adalah indentifikasi permasalahan yang membutuhkan perhatian pemerintah:

1.      Bagaimana menciptakan ekosistem pertanian terpadu atas manfaat pembangunan dam/bendungan/waduk?

2.      Bagaimana mendekatkan kebutuhan industri dan perbankan dengan petani sehingga desa benar-benar menjadi sentra ekonomi?

3.      Bagaimana peran riset dan teknologi untuk menghasilkan produk unggulan, menjamin rantai pasok (supply chain) dan pemasaran produk akhir (end user)?

Oleh karena itu dalam tulisan ini saya mengusulkan program yang dimaksudkan untuk tujuan:

a)      Mengkampanyekan Indonesia berdaulat atas pangan

b)      Penyuluhan pertanian, modernisasi pertanian serta melahirkan petani milenial dan pengusaha muda agrobisnis dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan

c)      Mendorong pemerintah melahirkan sumber daya manusia yang mampu mengelola kompetensinya dalam menggerakkan dunia kampus, lembaga-lembaga riset dalam rangka menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan.

d)     Mendorong dan mengembangkan potensi produk pertanian unggulan dan potensi Desa Wisata yang ada  dam/bendungan/waduk nya.

e)      Mengajak pemerintah, BUMN, lembaga riset, dunia kampus dan swasta untuk membangun "Museum Kedaulatan Pangan" melalui program berkelanjutan.

Program ini saya sebut DAM FESTIVAL / FESTIVAL BENDUNGAN yang diselenggarakan setiap tahun di lokasi areal dam/bendungan/waduk, bukan di alun-alun/lapangan desa.

Dalam program DAM FESTIVAL / FESTIVAL BENDUNGAN memamerkan dokumentasi (film atau foto) sumber daya hayati Indonesia, catatan kebijakan-kebijakan disektor agraris, dokumentasi pembangunan infrastruktur dam/bendungan/waduk mulai dari Jatiluhur, Karangkates, Kedungombo, dst hingga di era pemerintahan Presiden Jokowi,

Ada pameran varietas unggul yang pernah dihasilkan putra-putra bangsa, data statistik yang menunjukkan produksi untuk komoditi tertentu pada masa tertentu sehingga memberikan gambaran umum tentang masa depan kedaulatan pangan Indonesia.

Workshop dan pameran produk turunan komoditi pertanian dari berbagai daerah skala Koperasi dan UMKM

Testimoni dan success story petani milenial dan pengusaha muda agrobisnis sehingga memotivasi generasi muda menjadikan petani maupun pebisnis hasil pertanian sebagai pilihan masa depan yang tak kalah dengan profesi lain.

Pementasan seni dan budaya Nusantara. Desa harus tetap mempertahankan, melestarikan tradisi dan budaya sebagai kearifan lokal. Dan Gerakan Revolusi Mental dilakukan melalui pendekatan budaya. Budaya yang menghargai profesi, budaya produktif bukan konsumtif apalagi hedonis yang mendorong perilaku koruptif.

Membangun Generasi Produktif di desa dan Pencegahan Stunting. Dengan generasi produktif di desa akan mengurangi urbanisasi, karena desa benar-benar menjadi sentra ekonomi, sentra produksi. Pemasaran didukung oleh pasar digital, serta distribusi didukung oleh akses tol yang terus dikembangkan untuk konektifitas sentra produksi, distribusi ke konsumen. Dari desa bisa melakukan bisnis tanpa kantor di kota apalagi kemudian dapat bermitra, bersinergi dengan BUMDes.

Penyelenggaraan kegiatan DAM FESTIVAL / FESTIVAL BENDUNGAN adalah relevan sebagai bentuk kesungguhan dengan tujuan meningkatkan ekonomi pedesaan yang notabene masyarakatnya sebagian besar hidup dari sektor pertanian (kedaulatan pangan).

Pemerintahan Desa membutuhkan pendampingan dari Lembaga Konsultan (berbagai keahlian) bentukan pemerintah pusat yang bekerja profesional dalam memotret potensi ekonomi desa, memberikan rekomendasi, monitoring dan evaluasi program unggulan dalam pengelolaan Dana Desa dan memajukan BUMDes sehingga Dana Desa benar-benar menggerakkan perekonomian desa. Bukan Pendamping Desa seperti saat ini yang sekedar administratif.

Jika Pendamping Desa saat ini menjadi beban APBN maka dengan terciptanya Desa sebagai sentra ekonomi maka akan lebih banyak lagi tercipta peluang kerja di desa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun