Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Lockdown "Nyepi" Bali di Tahun Baru Saka dan Sebuah Kisah Sebelumnya

24 Maret 2020   11:46 Diperbarui: 13 Maret 2021   08:12 1952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perayaan ibadah Nyepi di Bali | Foto: KOMPAS.com/Gary Lotulung

Yoga dan Meditasi sangat dekat dengan kondisi sunyi, sepi, hening. Karena dengan hening memudahkan pemusatan pikiran kesatu titik. Kini Yoga dan Meditasi telah banyak dipraktekkan di dunia oleh banyak orang diluar Hindu.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pencarian hakikat kebenaran, hakikat kehidupan dalam alam semesta tidak harus menunggu masa Wanaprasta atau Bhiksuka. Esensi beragama untuk mempraktekkan nilai-nilainya yang universal dalam kehidupan tidak mesti menunggu usia tua.

Tradisi orang Hindu di Bali dalam mempraktekkan pencarian hakikat kebenaran, hakikat kehidupan dengan cara kontemplasi secara massal dan berkala dilakukan saat momentum perayaan Hari Raya Nyepi/Pergantian Tahun Baru Saka dengan 4 larangan yang dikenal dengan Catur Brata Penyepian yakni Amati Lelungan (tidak bepergian), Amati Geni (tidak menyalakan api/listrik), Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang), dan Amati Karya (tidak bekerja/ beraktifitas) berdasarkan Lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala.

Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta).

Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi/Imlek/Hijriyah, pergantian Tahun Baru Saka ditandai dengan "Lockdown Bali". Sehari penuh pulau Bali diisolasi tanpa penerbangan, penutupan pelabuhan, tanpa kendaraan, kantor, tempat kegiatan ekonomi dan hiburan tutup, tanpa listrik kecuali rumah sakit. Dengan hening sehari penuh 24 jam memberikan kesempatan alam semesta bekerja tanpa polusi aktifitas manusia.

Hari Raya Nyepi baru diakui dan ditetapkan sebagai hari libur nasional oleh pemerintah pusat berdasarkan Keputusan Presiden Indonesia Nomor 3 tahun 1983 tanggal 19 Januari 1983.

Puluhan tahun lalu ditengah isu perubahan iklim global (Climate Change) sejumlah orang pernah memperkenalkan Hari Raya Nyepi tersebut untuk diadopsi kepada dunia dengan kampanye World Silent Day. Bukan untuk memperkenalkan "Hindu"nya sebagai agama tapi lebih kepada esensi pelaksanaannya untuk menghormati bumi dan semesta.

Maka muncullah istilah kekinian disebut Car Free Day yang hanya mempraktekkan tidak berkendaraan di jalan raya dan Earth Hour, sebuah gerakan yang dicetuskan WWF dan Leo Burnett dengan mematikan lampu 1 jam saja yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2007.

Orang mungkin mentertawakan kearifan lokal Bali tersebut sebagai tindakan konservatif bahkan kuno di era modern.

Namun hari ini datang virus Corona yang memaksa orang-orang modern untuk lebih menjaga dirinya dan orang-orang disekitarnya dari penyebaran virus Covid-19 melalui kebijakan Work From Home, Social Distancing, Physical Distancing bahkan sejumlah provinsi/negara bagian/negara di dunia melokalisir total wilayahnya dengan kebijakan "Lockdown".

Dengan Lockdown, kota menjadi sepi, tanpa kendaraan, kantor-kantor dan sekolah libur serta warga kota dilarang keluar rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun