Mohon tunggu...
Ika Sunarmi
Ika Sunarmi Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Ketika sebuah karya selesai ditulis, maka pengarang tak mati. Ia baru saja memperpanjang umurnya lagi. (Helvy Tiana Rosa)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia Sahabatku

25 November 2020   12:53 Diperbarui: 25 November 2020   12:57 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"OK. Tapi sampai kapan pun aku akan tetap menunggu kamu Vin."

Akhirnya Andra meninggalkan aku juga. Di pojok sana Cindy masih asyik bersama Nicko.

Selesai makan aku memutuskan untuk pergi dari kantin. Cindy dan Nicko masih belum pergi juga. Aku memilih duduk di taman. Tapi lama-lama bosan. Apalagi Cindy dan Nicko juga ke taman sehabis dari kantin. Kali ini aku benar-benar tak sanggup melihat kemesraan mereka.

Aku berjalan tapi tak tahu harus kemana? Yang pasti aku akan tetap mengikuti kemana kaki ini melangkah, mungkin hingga ke ujung dunia di mana aku tak lagi bisa melihat mereka. Di mana, di tempat aku bisa menenangkan diriku sendiri. Dan tanpa ada makhluk yang bernama Andra.

Aku tak peduli dengan sekitarku, dan aku tak sadar ternyata aku sudah sampai di jalan raya, di samping tugu 'digulis.' Dan aku tak bisa ke mana-mana ketika sebuah mobil sudah tepat berada di depanku dan aku tak dapat menghindari lagi.

Aku baru mampu membuka mataku ketika ku rasakan sekujur tubuhku sakit. Tangan dan kakiku terasa perih, kepalaku rasanya berdenyut-denyut tak karuan, dan pandanganku masih kabur. Aku belum bisa dengan jelas mengenali sosok di samping kananku.

Ketika aku benar-benar mampu melihat dengan jelas, ternyata mama dan papa sedang memandangku penuh rasa kasih. Di samping kiri tempatku berbaring ada Cindy, Dicko, dan Andra.

Terlihat kesedihan terpancar dari mata mereka. Apalagi mama, dia terlihat begitu terpukul melihat keadaanku sekarang.

"Sayang, kamu makan ya ?" mama mencoba menutupi kesedihannya.

Aku hanya mengelengkan kepala, aku sama sekali tak merasakan lapar. Yang ada hanya rasa sakit di sekujur tubuhku dan hatiku yang kian perih melihat Dicko mengenggam erat tangan Cindy.

"Cindy, aku pingin ngomong sama kamu, " aku hanya mampu berucap lirih, tapi kurasa mereka masih mampu mendengarnya. Karena mereka semua segera meninggalkan ruangan, membiarkan aku hanya bersama dengan Cindy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun