Tujuh belas tahun lalu ibu adalah seorang pembantu rumah tangga. Anak dari juragan tempat ibu bekerja hamil di luar nikah. Waktu itu dia masih sekolah. Sebenarnya, kekasihnya mau bertanggung jawab. Tapi orang tua si gadis tidak menyetujui hubungan mereka. Setelah bayi si gadis lahir, lalu diserahkan kepada pembantunya. Karena orang tua si gadis tidak ingin merawatnya.
Satu hal yang sulit aku terima adalah ternyata gadis yang dimaksud ibu adalah wanita yang tadi kemari. Dan yang lebih menyakitkan bayi itu adalah aku.
"Rena, maafkan ibu."
"Tidak . . . ibu pasti bohong," teriakku sambil menangis.
Aku tidak percaya, ternyata orang yang selama ini menjadi dewi bagiku bukanlah ibu kandungku. Bukanlah orang yang telah melahirkan aku. Betapa sakitnya hatiku menerima kenyataan ini.
"Ren, ibu tidak pernah berbohong. Walau bagaimana pun juga kamu tetap anak ibu. Ibu menyayangimu seperti ibu menyayangi adikmu."
Tetapi sulit bagiku untuk menerima kenyataan ini. Berjuta-juta duri menghujaniku, mencabik-cabik hatiku. Kurasakan seolah-olah dinding di sekelilingku tertawa mengejek, melihatku. Kurasakan bumi tempatku berpijak tak lagi berputar, dan rasanya kakiku tak lagi menginjak di tanah.
"Tidak, aku tidak percaya, ibu pasti bohong," teriakku lagi.
Ibu mencoba untuk menenangkan aku. Tapi aku tak peduli, aku berlari ke kamarku sambil membanting pintu. Pikiranku begitu kacau, aku benci ibu. Ternyata ibu adalah seorang pembohong.
Aku bingung dengan apa yang akan aku lakukan. Kuhapus air mataku. Ada kekuatan yang menarik kakiku untuk melangkah meninggalkan kamar. Dengan langkah mantap aku keluar dari kamar.
"Rena, . . . kamu mau kemana?"