Mendengar hal itu tubuh Rein seakan dibawa roket meluncur ke angkasa, isi kepalanya terasa menggelegak dan hatinya terasa dibakar. Â Namun ia sadar, ia harus menahan diri dan harus bersikap setenang mungkin.
 "Terus?" Rein menjadi sangat penasaran.
"Ya, akhirnya dia sering menghubungi aku lagi, dan kami memutuskan untuk jadian lagi."
"Oh." Rein tercekat diantara usahanya menekan semua emosi yang tiba-tiba berkumpul di dalam hatinya.
Winda tersenyum manis yang terlihat sangat pahit di mata gadis yang kini mengepalkan kedua tangannya di atas meja.
"Kebetulan minggu ini aku ada libur. Kemarin aku bertemu mamanya, beliau meminta aku ke sini, karena katanya minggu ini Shia gak pulang. Â Mamanya titip sesuatu buat dia."
Rein menelan ludah.
Bahkan dia telah dekat dengan mamanya.
Rein menatap Winda nanar, ia bertanya-tanya apakah semua yang baru saja di ceritakan oleh gadis itu benar?Â
Berarti setelah jadian dengannya, beberapa minggu kemudian Shia balikan lagi dengan Winda. Kepala Rein mendadak seperti dipukul palu berkali-kali. Ia memegangi kepalanya yang berdenyut.Â
"Kamu kenapa? Sakit kepala?"