Rein  mengangguk, berjalan di samping Nara dengan wajah ditekuk, tangannya bersidekap. Malam ini terasa sangat dingin, cardigan rajutannya pun  tidak mampu menghangatkan tubuhnya.
Mereka menyusuri jalanan yang telah sepi. Rein tidak tahu sekarang jam telah menunjukkan ke angka berapa, yang ia tahu udara malam ini terasa sangat menusuk tulang. Â Â Â
Kini ia mulai mengenali jalan itu, tanda kosan Lea telah dekat.  Wartel  yang berdiri tepat di mulut gang kosan Lea terlihat masih buka.  Rein  menghentikan langkahnya tepat di depan wartel yang mempunyai 4 kamar  bicara itu.
"Rein!" teriak Lea yang tiba-tiba muncul dari wartel itu.
"Eh, kok kamu disini?" Rein terkejut.
Kening Lea berkerut menatap Rein dan Nara secara bergantian sambil telunjuknya tak lepas menunjuki wajah mereka berdua.
"Tadi Shia ke kosan nyari kamu, kamu harusnya pulang dengan dia kan? Gak lama  giliran Jed yang nyari kamu dan sekarang kamu malah pulang dengan Nara?  Asli aku gak ngerti sama sekali dengan kamu Rein."  Lea protes sambil memelototi Nara dengan penuh selidik.
Nara menolehkan kepalanya, menatap wajah Rein yang terlihat salah tingkah. Â
Dia seharusnya pulang dengan Shia? Kenapa Jed nyari Rein juga? Gawat!
"Ah, ayuk ah" Rein menyeret Lea dengan paksa. "Makasih, kak." Â Rein berteriak kepada Nara.
Nara  menganggukan kepalanya, tapi pikirannya kini dipenuhi oleh tanda tanya. Rein seharusnya pulang dengan Shia, tapi kemana Shia? kenapa Rein dibiarkan pulang sendiri.Â