"Hei!"  Kini suara itu terdengar nyaring di telinganya. Jelas sekali bahwa sosok itu sekarang sedang ada di hadapannya, ikut berjongkok. Rein mulai  komat-kamit membaca ayat kursi dengan hot-nya.
"Rein?" Suara itu  mengenalinya.  Rein mengendikkan bahunya, merinding, bahkan setan  jadi-jadian pun tahu namanya, sepopuler itukah dirinya di mata para  setan.
"Rein, kamu kenapa? Hei buka mata, kamu kelilipan? Ini aku temennya Shia." Begitu mendengar nama Shia, Rein tambah merapatkan matanya.Â
Bayangan Shia kini muncul kembali dan lebih menakutkan dari bayangan akan mahluk halus yang baru saja ia pikirkan sebelumnya. Rein  menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kamu kenapa? Mata kamu sakit? Iya?"
Rein  mencengkram ujung roknya kuat-kuat seakan menahan rasa takut yang kini  menyelimutinya. Tapi cepat atau lambat, ia harus membuka matanya, mana mungkin ia akan berdiam disana sambil memejamkan mata sampai pagi hari tiba. Ia pun akhirnya angkat suara.
"Kamu siapa, kamu bukan setan jadi-jadian, kan?" tanya Rein dengan nada suara yang bergetar ala penyanyi R n B.
"Waduh!" Seru suara itu cepat.
"Pergi sana jauh-jauh, aku gak mau ketemu setan lagi!"
"Makanya buka dulu mata kamu, baru kamu tahu aku ini apa. Kalau aku setan, Â lempar aja pake sepatu kamu, kayaknya setan manapun gak bakalan kuat nahan baunya."
Rein merengut.