Namun suara deru kendaraan menghentikan langkahnya. Bergegas Raya nembalikan tubuhnya. Sebuah kendaraan hitam berhenti tepat di bawah anak tangga. Pintunya terbuka, sepasang kaki bersneakers merah menyembul dari balik pintu. Raya menahan nafasnya. Jantungnya berdetak kencang.
Dia berdiri disana, tangan kanan nya bertumpu pada sebuah tongkat. Senyum di bibir Raya mengembang. Ia segera berlari menuruni anak tangga tak menghiraukan kain batik ketat yang membebat tubuhnya.
Andra tersenyum lebar melihat Raya yang menuruni anak tangga dengan kencang.
"Hmm sebenarnya aku bukan lah alasan utama kamu memakai itu kan?" Andra menunjuk kaki Raya.
"Ini salah satu efek sampingnya." Raya tertawa lalu segera menyalami kedua orang tua Andra.
Tak berapa lama mereka berjalan beriringan menuju pintu gedung yang masih terbuka lebar.
.
"Ternyata kamu serius dengan foto yang kamu kirimkan kepada ku ya."
"Aku tidak pernah tidak serius." jawab Raya mantap.
"Ray, kamu tahu, surat kamu itu telah membuatku merasa terpacu untuk bisa keluar dari segala kecemasan dan ketakutan ku."
"Dan akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti konseling yang Dokter Liem rekomendasikan. Awalnya berat, namun seperti apa yang selalu kamu bilang kita bisa karena terbiasa, akhirnya aku bisa melewatinya."