“Ok, kami tunggu di bawah ya Ver,” Rey segera beranjak.
Susan mengikuti Rey turun ke lantai satu. Rey melihat adanya ketegangan di wajah Susan. Rey tahu orang yang disayanginya kini sedang dibakar cemburu. Rey tidak bisa berbuat apa-apa. Dia mencoba menenangkan Susan.
“San, sudahlah. Ini Cuma beberapa hari aja kok. Setelah Vera pulang, aku akan jadi milikmu lagi.”
“Lalu saat kamu kembali ke Jakarta, kamu akan jadi milik Vera? Seutuhnya? Sekarang hatiku sakit banget Rey. Aku ga bisa melihat kalian berdua seperti ini. Kenapa kamu memaksa aku menemani kalian? Aku jadi obat nyamuk gitu?,” Susan mulai tidak terkontrol. Hatinya yang sakit menjalar ke atas membuat matanya nanar. Sebutir air mata nampak di pelupuk matanya.
“San, jangan gini dong. Aku tahu kamu sedih. Aku juga San. Tapi aku ga bisa berbuat apa-apa. Please San. Bantu aku ya. Jangan sedih gitu san.”
“Ya sudah. Aku berusaha bantu Rey, tapi kalau aku ga tahan, aku pergi ninggalin kalian berdua. Ok?” Susan membuat perjanjian dan berharap semua ini tidak terjadi.
“Ok. Tapi kamu harus berusaha tampil ceria ya, seperti Susan yang aku kenal.”
“Keceriaanku sudah hilang Rey, tapi aku akan coba.”
Susan sayang Rey. Dia tidak tega melihat ekspresi kebingungan Rey. Rasa sayangnya sudah pada level di mana mereka berdua memiliki rasa yang sama. Satu sakit, berdua sakit. Satu senang, berdua senang. Susan tahu Rey sedang bingung. Dia tidak ingin memperburuk keadaan. Dia ingin berusaha membantu Rey. Dia tulus melakukannya. Apa pun untuk Rey. Dia merasa bodoh, tapi ini resikonya.
Rey pun demikian. Saat ini, dia lebih menyayangi Susan. Dia sangat tidak ingin melukai Susan. Tapi apa daya, wanita yang menggunakan cincin serupa dengan cincin yang ada di jari manisnya kini ada di dekatnya. Dia tidak mungkin memnelantarkan wanita itu. Apa kata orang tuanya. Apa kata orang tua mereka. Rey bingung. Rey ingin semuanya mengalir seperti hubungannya dengan Susan. Tapi, mengalir kemana?
“Ayo Rey.”