"Aya naon Pak Eman?"
      Orang yang dipanggil pak Eman tampak tenang, "Ada bingkisan dari Arab..."
      Yang paling sumringah adalah mak Odoy, menyusul wajah tiga anak laki-laki Oneng yang sejak tadi tampak sedih. Begitu juga dengan orang-orang yang berkumpul. Ayahku yang mulai menjadi kepercayaan para penduduk mulai bangkit.
      "Tenang, tenang, ini bukan hal yang aneh. Mungkin ini jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang belum adanya kabar dari Oneng. Kita harus bersyukur. Sekarang kita lanjutkan doa, dan saya mohon pada pak Eman untuk mengajak beberapa orang untuk mengambil bingkisan itu."
      "Bingkisan itu ada di mobil. Terlalu besar, mungkin perlu digotong empat orang."
      Mak Odoy mulai mengernyitkan dahinya, "Mau kirim apa dia? Onta Arab, apa?"
      Semua tersenyum bahagia.
      Setelah beberapa orang wakil mengikuti langkah pak Eman, semua kembali melanjutkan doa, kini dengan kecemasan, tanda tanya dan penantian yang aneh. Aku dan suami hanya saling pandang tanpa kata. Kupegang anakku erat-erat dalam pangkuan. Entah mengapa, menanti bingkisan itu, aku pun seperti dihadirkan pada penantian masa lalu, ketika aku menunggu mempelai laki-laki di hari perkawinan. Penuh debar dan ketakutan.
      Kami terus melanjutkan doa. Sementara beberapa keluarga yang lain turun ke luar termasuk anak-anak Oneng. Aku yakin doa ini mulai terganggu oleh datangnya bingkisan tak diduga dari Oneng. Mereka berjalan menyusuri jalan gang yang cukup panjang menuju jalan besar.
      Waktu berselang. Para penyambut dan pengambil bingkisan mulai bermunculan. Seiring pak Ustad Lili menutup doanya dengan salam. Bingkisan itu sudah sampai dengan aman ke hadapan keluarga. Tak satu pun mata yang lepas dari bingkisan sebesar kardus TV duapuluh satu inci itu. Kini giliran pihak keluarga yang menerima bingkisan itu. Tampak anak-anak Oneng mengerubuti termasuk mak Odoy.
      "Baiklah," ujar pak ustad Lili, "Doa sudah selesai, barangkali inilah juga jawaban atas doa-doa kita, amin. Silakan Mak Odoy dan anak-anak, jika hendak membuka di hadapan kami. Atau mungkin ingin menyimpannya dulu hingga kami semua pulang. Kalau-kalau pihak keluarga tidak ingin kami tahu apa isi bingkisan itu...itu hak keluarga mak Odoy..."