Ironi lainnya ialah pemberantasan korupsi sering kali menjadi ajang pencitraan. Operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan, tetapi pelakunya sering kali hanya "ikan kecil."
Sementara "hiu besar" tetap bebas berenang di lautan kekuasaan. Publik disuguhkan drama penangkapan, tetapi jarang sekali melihat tindak lanjut yang berarti. Apakah ini yang dimaksud dengan "komitmen anti-korupsi?"
Tanggapan Jokowi: "Buktikan!"
Presiden Jokowi menanggapi laporan OCCRP dengan tantangan: "Buktikan!" Sebuah pernyataan yang terdengar heroik, tetapi sebenarnya mengandung sarkasme tersendiri. Apakah publik harus mengumpulkan bukti korupsi, sementara sistem hukum seringkali tidak memihak mereka?
Kita semua tahu bagaimana proses hukum bekerja di negara ini: lambat, birokratis "berbelit-belit", dan seringkali berpihak pada mereka yang memiliki kekuasaan atau uang.
Pernyataan ini juga mencerminkan realitas yang lebih dalam: kurangnya akuntabilitas di tingkat tertinggi pemerintahan.
Bukankah seharusnya pemerintah yang bertanggung jawab untuk membuktikan bahwa mereka bersih, bukan rakyat yang harus membuktikan bahwa mereka kotor? Tapi, tentu saja, dalam dunia politik, logika sering kali tidak berlaku.
Ah sial, bagi mereka kita hanya sekumpulan orang bodoh yang harus diam dan nonton saja atau bahkan kita hanya dianggap numpang tinggal di negeri mereka, iya mereka para begundal yang menguasai negeri ini.
Anda dan saya yang hidup dalam kemalangan ini, jika tidak puas dan tidak mau nurut dengan cara mereka, pindah saja, jangan tinggal di Indonesia. Ah sialan, ini buakan sial lagi, tapi terlalu SIAL.
Kesialan ini mungkin karena nenek moyang kita bukan siapa-siapa sejak dulu jadi kita keturunannya dianggap numpang. Kapan kita jadi pemilik rumah bernama Indonesia ini?