Mohon tunggu...
Miftahul Huda
Miftahul Huda Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Satu Episode tentang Cinta

7 Oktober 2016   09:07 Diperbarui: 7 Oktober 2016   09:16 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tak Ku Temukan Kata

Bingung, kata apa

Hendak ku ucap

Tuk wakili hati nan gelisah

Walau angin mendesir penuh ketenangan

Meraba dan merayu

Tak jua ku temu

Sebaris kata hati

Yang ceritakan tentang diri

Tentang rindu dan cinta

Yang menitik di relung hati

                                                                         

“?”

Entah

Malam yang mana

Kau gantung senyum

Sisakan mimpi yang tak sempat terselesaikan

Hanya angan yang ingin mengejar

Entah

Pagi yang mana

Kau ledakkan tawa

Membuat malu pelangi

Pulang lagi keperaduannya

Tinggalkan aku disini

Sendiri

Sepi

Bosan

Entah

Kata apa

Kau ikat tiang pengharapan

Cinta yang mana

Bingung !

                                                             

Matahariku Gerhana

Matahari mengintipku

Dibalik senyummu

Sinarnya menusuk, merasuk sukma,

Dan mengiring sel-sel darahku

Adalah tawa kala ia berpancar terang

Dan tangis kala ia redup

Aku bisu melihat matahari dibalik bibirmu

Ia teramat membuatku bingung akan bunga mawar yang mekar

Ia teramat pedih menyinari lukaku

Ia teramat membuatku bingung tentang pagi, siang dan malam

Hingga aku tak tahu, haruskah aku bangun atau tidur lagi

Haruskah aku berdiri lalu melangkah tuk menutup sinarmu

Atau tegak saja menatap langit hingga mataku sakit dan mengalir air

Sayang seribu sayang, ternyata matahari dibalik bibirmu adalah sinar bagi yang lain

Dan bagiku, matahari itu gerhana.

                                         

BINGUNG

aku dan cinta

bagai langit dan bumi

jauh sekali,

adapun jika ada hasrat, maka aku harus menengadah,

melotot keatas hingga mataku terasa sakit.

Itulah cinta yang kurasakan, amat menyedihkan...

Matahari ternyata menertawakanku sebab aku kepanasan olehnya.

“Jahat sekali” ucapku  

Ah tidak, dia baik sekali.

Aku bingung...

Kenapa musti bingung, tidak boleh aku bingung

Sebab cinta itu ternyata lebih indah kala ia bukan milikku...

“Bingung”

Tadi pagi aku melihat wajahmu

Senyummu tak ada

Suaramu senyap

Hanya kakimu yang berderap

Kuperhatikan saja langkahmu

Hingga hilang ditelan tikungan

Kini aku berdiri disini

Menantimu kembali

Ah..

Aku bingung

Kenapa aku berharap

Bukankah aku telah lenyap dalam anganmu

Sudah tamat dalam cerpenmu

Loh..

Kau bingung

Kenapa kau berharap

Bukankah kau telah lenyap dalam anganku

Sudah tamat dalam cerpenku

Hufft…

Aku dan kau

Bingung karena cinta

CINTA DALAM MIMPIKU

Sajak-sajak cinta sudah terurai

Bagai mentari pada bumi

Ku untai hingga jadi tasbih  

Yang ku jadikan saksi cinta

Pada ia yang terkasih…

Semoga saja ia mau padaku lantaran lihat saksi itu

Semoga saja ia mengikatkan lidahku ke lidahnya

Biarlah aku mengulumnya, merasakan dan menikmatinya

Raga ini sudah lama haus akan semua itu…

Ah, ternyata aku hanya bermimpi tentang cinta

Sajak-sajak cintaku belum terurai

Begitu pula tasbih sebagai saksinya belum ku untai

Sebab si terkasih, ku kira, tidak menghendaki

Pun lidahku dan lidahnya, mustahil saling mengulum

Akhirnya, ragaku haus cinta…

                                               

“Suara Cinta”

Dalam diamku

Suaramu kembali terngiang

Suara tentang cinta yang kau ucap

Kala itu, membuat nadiku seakan terhenti,

Nafasku keluar-masuk tak keruan,

Dan jantungku tak berdetak.

Kala itu, yang ku rasa hanya kebahagiaan

Yang mengalir dalam kisah perjalanan hidupku.

Kian lama, waktu mulai menggores luka terhadap cinta,

Lalu cinta itu terkubur...

Tinggallah suaranya masih mengalun mengiring nyanyian rinduku...

Dalam gelisahku

Suaramu kembali terngiang

Suara tentang janji yang kau ucap

Kala itu, menjadikan hati yakin akan cinta,

Yakin bahwa cintaku akan teruntai menjadi tasbih cinta

Namun, entah dibelahan waktu yang mana,

keyakinan itu mulai berguguran lalu menjadi keraguan...

Dalam renung dan doaku

Aku berharap cintaku dan cintamu adalah sama

Lalu kita hidup bersama...

“Suara Cinta II”

Suara cintamu terngiang lagi,

Buat hatiku senang.

Jangan kau kubur suara itu,

Sebab ia akan busuk di lain waktu,

Lalu rindu menderaiku, gelisah mulai benyanyi

Dan sedih sebagai liriknya.

Aku takut ia menjadi hantu yang menghantuiku setiap waktu.

Aku ingin cintamu selalu mengalun merdu di kehidupanku...

Sahabat, Aku Cinta !

Wahai sahabat

Habat

Abat

Bat

Aku sahabat

Menanti tamat

Kau sahabat

Sampai kiamat

Wahai kau cinta

Inilah pelita

Mananti kata

Untuk menata

Kau mentari

Aku pedati

Menantimu

Diperaduanku

Kisah Semalam

Pernahkah kau tahu

Kala malam datang dan menghampiriku

Adalah siksa dalam sukma

Ia membawaku kedalam lamunan-lamunan

Ia membawaku dalam sebuah mimpi tentangmu

Pernahkah kau tahu

Didalam mimpi tentangmu

Ada harap-harap

Dan keinginan bersamamu

Ada tetesan rindu

Dan luka-luka

Pernahkah kau tahu

Untuk harap-harap itu

Aku pasrahkan kepada yang maha satu

Dan keinginan itu

Aku semayamkan ia

Pernahkah kau tahu

Kala tetesan-tetesan rindu

Membentuk sungai diatas pipiku

Ialah luka-luka mengharap cinta darimu

                                                                                               

Rindu

Habislah sudah

Kata merangkai cinta

Engkau kembali pulang ke peraduan

Meninggalkan secangkir cinta yang tak sempat terucap

Habislah sudah

Engkau telah tenggelam dalam kegelapan malam

Menyisakan kata sayang

Yang tak sempat melayang

Di sini aku menunggumu

Sebagai pelita di atas jendela

Sebagai mentari di depan rumahku

Sebagai tsaub dalam keseharianku

Aku manusia

Rindu rasa

Rindu rupa

Rindu cinta

Dimana engkau

Rupa tiada

Suara senyap

Hanya kata merangkai cinta

RINDU

Saat ku eja cintamu

Mulutku membacanya rindu

Entahlah, bagaimana bisa cinta terbaca rindu...

Ku coba memahaminya,

Ternyata tersirat sayang di dalam cintamu.

Aku belum yakin,

Ku coba meresapi lagi,

Ternyata itu suara hati yang dibuai rindu...

Kekasihku, aku merindukanmu

SESAL

Ini benar terjadi

Saat ku eja kehidupanku yang penuh cinta

Sesal tiada tara...

Saat ku tahu,

Cintaku bukanlah cinta...

Entahlah, bagaimana selanjutnya?

Adakah cintaku yang sebenarnya cinta,
 atau hanya nafsu yang berbalut cinta?

Ku tak mampu mengenali diri,

Siapakah aku?

Manfaat atau malapetaka?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun