Ternyata setelah beberapa hari kemudian barulah ibu memberitahukan kami kalau ayah tidak membawa pulang nasi bungkusnya karena sudah dimakan oleh ayah di tempat kerjanya karena beliau sudah merasa lapar.
Sejak saat itu kami merasa sangat bersalah. Seharusnya itu makanan untuk ayah bukan untuk kami. Dan kami pun kemudian tidak pernah lagi meminta ibu untuk membangunkan kami pada saat ayah pulang malam.
Tiba-tiba saya kembali terhenyak dari tempat duduk di ruangan kerja saya. Saya perhatikan lagi kotak nasi Padang yang ada di atas meja kerja.
Dulunya hanya dibungkus dengan daun pisang dan kertas koran tapi aroma gulainya sangat menusuk hidung. Dan sekarang sudah di zaman modern, nasi bungkusnya sudah berubah menjadi nasi kotak yang dikemas bagus, berbeda dengan nasi bungkus yang dibawa oleh ayah saya dulu.
Kadang saya merindukan suasana dulu pada masa kecil di kampung, tinggal bersama dengan orang tua dan saudara-saudara yang hidup dalam kesederhanaan.
Kasih seorang ayah memang tidak bisa diukur. Kadangkala seorang ayah harus melibas kaki anaknya agar anaknya mau menurut perintahnya. Tapi di sisi lain seorang ayah rela menahan lapar dan memberikan jatah nasi bungkusnya untuk dibawa pulang dan diberikan kepada anak-anaknya.
Seorang ayah akan merasa sangat bahagia melihat anaknya dengan lahap menyantap nasi bungkusnya walaupun ia sendiri hanya memakan makanan yang sudah dingin yang dimasak oleh ibu sejak sore harinya.
Kita baru menyadarinya setelah kita dewasa atau bahkan setelah kita menjadi seorang ayah.
Tapi zaman saat ini sudah berubah, kondisi tidak lagi sama dengan yang dulu. Mungkin anak-anak kita saat ini sudah tidak lagi merindukan sebungkus nasi Padang yang dibawa oleh ayahnya pada malam hari.
"Selamat menikmati kotakan nasi Padangnya Pak!", tegur Manajer Admin saya pada saat ia masuk ke ruangan saya.
Saya tersenyum sambil mengangguk seraya berucap,"Terima kasih."