Mohon tunggu...
Iffat Mochtar
Iffat Mochtar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Profesional - Wiraswasta

Country Manager di sebuah Perusahaan Swasta Asing yang bergerak di sektor Pertambangan. Berdomisili di kota minyak Balikpapan, Kalimantan Timur. Memiliki banyak ketertarikan di bidang marketing, traveling, kuliner, membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menanti Sebungkus Nasi Padang dari Ayah

5 Januari 2022   12:04 Diperbarui: 7 Januari 2022   11:47 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasi Kotak Padang | Koleksi Foto Pribadi

Ternyata setelah dewasa saya baru menyadarinya bahwa nasi bungkus yang dibawa ayah pulang tersebut adalah jatah nasi lembur ayah yag dibagikan oleh perusahaan tempat dia bekerja untuk jatah makan malam mereka. Dan nasi bungkus tersebut adalah masakan Nasi Padang.

Beliau rela tidak memakannya walaupun mungkin dia pasti merasa sangat lapar karena dari pagi hanya berbekal 1 nasi rantang yang disiapkan oleh ibu.

Nasi bungkus untuk jatah makan malamnya tidak dimakan tetapi dibawa pulang untuk anak-anaknya.

Setelah menyantap nasi bungkus yang dibawa ayah tersebut selanjutnya setiap kali ayah pulang malam kami berdua selalu berharap bisa mendapatkan nasi bungkus lagi dari ayah.

"Bu jam berapa papa pulang?", tanya adikku sambil tiduran.

"Kalian tidur saja...nanti mama bisa membangunkan kalian kalau papamu sudah pulang."

Memang benar, setelah papa sampai di rumah, mamapun membangunkan kami berdua untuk menyantap nasi bungkus yang dibawa ayah.

Demikianlah seterusnya kamipun sangat berharap ayah bisa pulang malam dan membawakan nasi bungkus untuk kami lagi.

Pernah suatu ketika, kami tidak dibangunkan oleh ibu pada hal dari sejak sore sebelum kami tertidur kami sudah berpesan kepada ibu untuk membangunkan kami jika ayah pulang nanti.

Keesokan harinya setelah bangun pagi, adik saya menangis menanyakan kepada ibu kenapa tidak dibangunkan tadi malam.

Ibu pun kelihatan sangat sedih sekali menatap kami berdua. Kami belum memahami apa maksud ibu tidak membangunkan kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun