Mohon tunggu...
I. F. Donne
I. F. Donne Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis adalah seorang Magister Pendidikan lulusan Universitas Negeri Jakarta, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis pernah aktif di berbagai komunitas sastra di Jakarta. Beberapa diantaranya; Sastra Reboan, Kedailalang, dan KPSI (Komunitas Pecinta Seni dan Sastra Indonesia). Karya-karyanya diantaranya; Novel ‘Danau Bulan’, Serampai Cerpen Vol. I ‘Soejinah’ dan ‘Dunia Luka’ Vol. II. Antologi puisi bersama sastrawan-sastrawati. Diantaranya; antologi puisi Empat Amanat Hujan (Bunga Rampai Puisi Komunitas Sastra DKJ), Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan, Kitab Radja dan Ratoe Alit, Antologi Fiksi Mini, dan beberapa puisinya juga dimuat di majalah Story. Penulis juga sudah memiliki dua buku antologi cerpen bersama beberapa penulis, yaitu Si Murai dan Orang Gila (Bunga Rampai Cerpen Komunitas Sastra DKJ) dan Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan. Beberapa cerpennya pernah memenangkan lomba tingkat nasional, diantaranya berjudul, Sepuluh Jam mendapatkan juara 2 di LMCPN (Lomba Menulis Cerpen Pencinta Novel), Randu & Kematian pada tahun 2011 dan Selongsong Waktu pada tahun 2013 mendapatkan juara harapan kategori C di Lomba Menulis Cerpen Rotho - Mentholatum Golden Award. Penulis juga aktif di berberapa organisasi kemasyarakatan, seni dan budaya. Aktifitas yang dijalani penulis saat ini adalah seorang jurnalis di salah satu surat kabar online nasional di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Soejinah

24 Maret 2020   00:00 Diperbarui: 23 Maret 2020   23:57 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Baiklah, akhir pekan nanti, datanglah kembali ke sini. Akan kuceritakan kisah dalam buku itu.”

“Berhubung waktu kian larut. Sebaiknya kami pamit dahulu, Oma.” Farrah menyelak pembicaraan.

                ***

Oma lahir di Indonesia. Ayahnya─Soetjatmo, seorang kapten, pejuang RI. Sementara Ibunya─Istisyhaad, seorang wartawati perang asal Libanon yang fasih berbahasa Indonesia. Keduanya bertemu dan menjalin asmara di medan tempur, di salah satu pertempuran antara Indonesia-Belanda. Hingga selesai pertempuran yang dimenangkan oleh Indonesia, mereka berdua pun menikah.

               Beberapa tahun setelah menikah, Istisyhaad melahirkan seorang bayi perempuan yang dinamakan Soejinah. Akan tetapi berita duka datang bersamaan dengan berita bahagia itu. Beberapa prajurit diperintahkan dari markas pusat untuk memberi kabar duka atas kematian Kapten Soetjatmo di medan tempur saat menaklukan pasukan penjajah Jepang.

“Kami turut berduka atas kepergian Kapten, Bu.”ujar seorang prajurit.

“Kami pun mengucapkan selamat atas kelahiran putri dari Ibu dan Kapten.”sambung prajurit lainnya.

“Jasadnya akan segera kami hantar ke rumah Ibu. Dan kami pun sudah menyiapkan prosesi kematian untuk Kapten, Bu.” lanjut prajurit ketiga.

                Istisyhaad hanya dapat terkejut sambil memangku Soejinah bayi. Beliau benar-benar tidak memahami apa yang dikatakan oleh para prajurit itu. Pikirannya mengawang pergi ke suatu tempat entah. Dimana ia melihat bayangan seorang pria yang gagah tinggi, berkulit kegelapan, berambut cepak, dan memakai pakaian perang. Ya, beliau seakan sedang mengingat-ingat kembali sosok gagah pemberani Kapten Soetjatmo. Hingga akhirnya ketiga prajurit itu pun berpamitan kepada Istisyhaad.

                Keesokan harinya, usai pemakaman. Sementara Soejinah bayi, tertidur pulas di ranjang bayi yang terbuat dari kayu jati. Istisyhaad segera mengemasi barang-barang peninggalan suaminya. Ia tak ingin melihat barang-barang suaminya, yang hanya membuatnya menangis mengenang suaminya.

                Dalam saku pakaian perang peninggalan suaminya, Istisyhaad menemukan foto gambar dirinya bersama pria yang dicintainya itu. Ya, Kapten Soetjatmo. Setiap berperang kapten Soetjatmo selalu membawa serta foto istri tercintanya, yang diselipkan ke dalam saku pakaian perangnya. Baginya Istisyhaad adalah keberuntungan dalam hidupnya. Dari pengakuan beberapa prajurit, mereka kerap secara tak sengaja memergoki Sang Kapten selalu menciumi foto itu, jika sebelum berangkat berperang. Prajurit-prajurit itu mengatakan kepada Istisyhaad, bahwa Sang Kapten sangat menyayanginya. Dan Istisyhaad sangat yakin akan hal itu. Maka itulah sebabnya, Istisyhaad selalu berusaha menjadi istri yang soleha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun