Pada jeda pembicaraan kami, terdengar langkah memasuki pintu kamar. Tiba tiba, suara sedih Bang Dito menghampiriku. Ia menjulurkan tangan kanannya yang menggenggam sebuah bingkai foto, bersamaan tangan kirinya yang memegang gitar.
"Dua barang inilah yang ia titipkan padaku untukmu, Arya! Ia membisikannya di rumah sakit, saat menunggu kedatanganmu. Aku sudah berusaha menghubungimu. Tapi nomormu tak ada yang aktif satu pun."
"Sendu. Namaku di handphone-nya."
Memandangi foto Dimas, membuat tubuhku kaku. Kubersihkan debu yang mulai melekat dalam kaca pigura itu. Sesekali air mataku menetes pada wajah dalam bingkai foto itu. Dan perlahan kubuka surat darinya. Pesan terakhir Dimas untukku, yang dititipkan pada Bang Dito, bersama foto dan gitar.
"Jangan pernah sesali senja yang merenta, sebab malam tak kan pernah dapat menghapusnya. Hentakkan mimpi, jangan endapkan pada batin. Yakinlah akan suatu keajaiban. Jangan pernah teringat akan pagi yang menyendukan ini, sebab siang ini matahari akan terang lalu tersenyum untukmu. lanjutkan mimpi, Sahabat! Sesungguhnya, hari akan selalu menjadi lembah biru bagimu."
                      ***
Jeda itu aku berpamitan untuk pulang. Rasanya aku ingin segera masuk dalam kamar tidurku sendiri. Ya, akan kurenungi dirinya dan kenangan kami. Bahkan tentang kekecewaanku yang tidak pernah sempat bertaubat bersama. Seperti pada janji yang pernah kami ikrarkan setelah mendengar cerita tentang kematian dari Mas Hadi. Dimas sempat berkata padaku. Sembari tiduran di bibir pantai kuta dan memandang awan cerah, ia berkata
"Sahabat! Jika nanti kita berdua sudah harus melihat kematian. Maka sudikah kau berjanji? Bahwa kita berdua akan pergi ke masjid berkubah Mas, di depok. Disitulah kita berdua akan melakukan pertaubatan, Sahabat."
Janji itulah yang belum sempat kami penuhi. Dan untuk mengakhiri janji itu, maka aku seorang Arya yang sendu ini, akan segera melanjutkan janji itu.
"Aku berjanji. Kau adalah sahabat terbaikku. Selamat jalan, Sahabat."
 Lihatlah, masih ada keindahan yang mengintip di balik embun.  Zaman tidak pernah tua, tapi masa muda akan berlalu, membiarkan hari-hari melakukan apa yang dia mau. Karena bumi, langit dan bintang diberikan untuk kita. [ ]