Mohon tunggu...
I. F. Donne
I. F. Donne Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis adalah seorang Magister Pendidikan lulusan Universitas Negeri Jakarta, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis pernah aktif di berbagai komunitas sastra di Jakarta. Beberapa diantaranya; Sastra Reboan, Kedailalang, dan KPSI (Komunitas Pecinta Seni dan Sastra Indonesia). Karya-karyanya diantaranya; Novel ‘Danau Bulan’, Serampai Cerpen Vol. I ‘Soejinah’ dan ‘Dunia Luka’ Vol. II. Antologi puisi bersama sastrawan-sastrawati. Diantaranya; antologi puisi Empat Amanat Hujan (Bunga Rampai Puisi Komunitas Sastra DKJ), Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan, Kitab Radja dan Ratoe Alit, Antologi Fiksi Mini, dan beberapa puisinya juga dimuat di majalah Story. Penulis juga sudah memiliki dua buku antologi cerpen bersama beberapa penulis, yaitu Si Murai dan Orang Gila (Bunga Rampai Cerpen Komunitas Sastra DKJ) dan Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan. Beberapa cerpennya pernah memenangkan lomba tingkat nasional, diantaranya berjudul, Sepuluh Jam mendapatkan juara 2 di LMCPN (Lomba Menulis Cerpen Pencinta Novel), Randu & Kematian pada tahun 2011 dan Selongsong Waktu pada tahun 2013 mendapatkan juara harapan kategori C di Lomba Menulis Cerpen Rotho - Mentholatum Golden Award. Penulis juga aktif di berberapa organisasi kemasyarakatan, seni dan budaya. Aktifitas yang dijalani penulis saat ini adalah seorang jurnalis di salah satu surat kabar online nasional di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kepergian Sahabat

16 Maret 2020   14:00 Diperbarui: 16 Maret 2020   16:34 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di dalam kamar, Ibunya meratapi kepergian Dimas. Dengan kaki gemetar, kumasuki kamar Dimas dan menyapa kesedihan Ibu. Tanpa jeda hening, kupeluk Ibu yang bagai Ibuku sendiri.

"Dimas, Bu. Kenapa tidak ada yang menghubungiku? Dua minggu ia dirumah sakit, tapi kenapa aku tak dihubungi."

"Kami sudah berusaha menghubungimu, Arya. Tapi kami tak berhasil menemukan namamu di handphone-nya." ujar Ibu, sambil memberikan handphone Dimas padaku.

Segera kuaktifkan handphone Dimas "Akhirnya kutemukan!" Ternyata dia memakai nama panggilan yang kami ciptakan berdua. Ya, aku biasa memangilnya Gacul (Ganteng Culun). Sedangkan dia, biasa memanggilku 'Sendu'.

Diantara jeda beberapa menit, pesan-pesan cinta masuk dari nama seseorang yang tak pernah kukenal. Kelihatannya ada wanita yang sedang dekat dengannya.

"Dimas, lagi ngapain?"

"Dimas, kok nggak balas sih? Di telepon, juga tak aktif."

Sungguh, pesan-pesan yang berharap tentang cinta pada sahabatku. Seandainya wanita itu tahu, bahwa sahabatku Dimas telah tiada. Mungkin dia akan menyesali pertemuannya dengan Dimas. Sebab ia tak kan pernah sempat mendapatkan kasih sayang dari Dimas.

"Namaku di handphone-nya 'Sendu' Bu. Ia biasa memanggilku seperti itu."

"Maafkan kami Arya. Kami benar-benar tak mengetahuinya."

"Iya Bu, tak apalah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun