Mohon tunggu...
Getrudis Nduang
Getrudis Nduang Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis

Serius tapi becanda tapi serius.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Mata yang Ceroboh Membiarkan Orang Itu Masuk ke Hati

9 Desember 2024   20:35 Diperbarui: 12 Desember 2024   13:08 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku dan rekan lainku berjalan lebih cepat, mendahului mereka. Dia sedang bersama dua gadis cantik yang tentu saja aku tak tahu siapa mereka. Hatiku berdetak kencang ketika dia mempersilakanku lewat dengan suara lembutnya, "silakan kak" sembari tersenyum. Dia sangat manis. Dua jam kemudian, kami tiba di lokasi. Sebelum masuk ke rumah para penghuni desa, salah seorang penduduk lokal yang mengikuti kami meminta salah satu dari antara kami memukul tiang semacam simbol ada orang baru yang masuk ke desa itu. Sebenarnya aku takut untuk melakukannya. Namun, moodku sudah terpengaruhi oleh senyum manis lelaki tak dikenal itu sehinga membuatku semangat. Akupun mengambil sebilah kayu yang sudah disiapkan dan memukul tiang itu tiga kali.

Kami lanjut ke perumahan warga. Disana kami disambut dengan ritual adat khusus kedatangan orang baru. Kamu tahu, dimanapun kamu pergi selalu ada yang namanya pertama kali kamu merasakan atau menyaksikan sesuatu yang belum pernah kamu temui sebelumnnya. Itulah pentingnya kita liburan ke tempat baru. Setelah ritual adat berlangsung di rumah tetua adat, kami pindah ke rumah lainnya. Di rumah inilah kami akan menghabiskan beberapa hari disana. Makan, minum dan menginap. 

Kami disuguhkan minuman selamat datang berupa kopi asli kampung itu beserta snack tambahan yaitu pisang goreng. Tiba-tiba lelaki pemilik senyum manis itu masuk dan duduk bersebelahan denganku. Rambut keritingnya dibiarkan terurai panjang dan dia begitu ramah ke semua orang dalam ruangan itu. Aku semakin deg-deg-an, Samanta. Aku benci pikirannku kala itu. Tapi aku tak bisa melawannya. 

Singkat cerita, kami saling bercerita berbagai topik random tanpa memperkenalkan nama. Waktu bergulir begitu cepat, tanpa terasa makan malam pun tiba. Kali ini kami duduk berhadapan, Samanta. Imajinasi liarku terlalu jauh membayangkan betapa indahnya hidup ini jika aku dan dia bisa jadian, hidup bersama layaknya pasangan lain yang begitu baik dalam mengayomi keluarga mereka. Argh... 

Stop! Jangan menghakimiku seperti itu!

Sudah kubilang aku tak meminta semua perasaan ini hadir, suasana hati mengalir begitu saja secara natural. Kamu hanya belum merasakan apa yang aku rasakan. Karena kamu terlalu sibuk dengan karirmu sampai lupa waktu untuk beriteraksi dengan orang lain. Kelak, mungkin kamu akan berada di posisiku saat ini.  

Waktunya kami menempuh arus balik. Seperti kebanyakan orang pada umumnya, foto-foto adalah satu-satunya cara terbaik untuk mengingat suatu kenangan yang indah. Dia menawarkan diri jadi fotografer. Aku dan rekanku jadi model. Dia yang mengarahkan kami untuk berganti gaya lalu membuat video singkat tentang desa unik itu. 

Jika aku adalah kamu. Apa hatimu akan tidur jika orang yang kau sukai menawarkan bantuan seperti yang sedang kau inginkan? Tentu saja tidak. Tidak, Samanta. Itulah aku. Hatiku menyala pagi itu. Cuaca dingin di desa tengah gunung apalah artinya bagiku. Aku panas membara. Berapi-api. 

Hasil jepretannya bagus. Dia cukup profesional untuk pemotretan. Mungkin saja dia seorang jasa fotographer alam.

"Maheja", sambil menyodorkan tangannya memperkenalkan diri.

"Et." Jawabku singkat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun