Mohon tunggu...
Idris setiawan
Idris setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Sang Pencinta Keheningan

Dari hidup kita belajar berjuang. Dan dari Tuhan kita belajar iklas. Tak ada perhentian yang akan indah selain mati dengan bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Perjalanan Kemanusiaan Part 20: Bu, Hujan itu Berkah? atau Musibah?

10 November 2024   22:30 Diperbarui: 10 November 2024   22:46 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi hujan. Foto: kulkann via kompas.com. 

Di malam ini langit hitam pekat, suara - suara jangkrik pun tiada terdengar. Bahkan, bintang - bintang turut bersembunyi di balik gelapnya awan. Tak lama angin berdesir kencang, suara gemuruh guruh merajai langit. Membuat bulu kuduku sedikit berdiri, dan hujan pun turun membasahi bumi. Ku perhatikan dedaunan yang dijatuhi air hujan dari kaca jendela kamar, kuingat salah seorang anak asuhku di sekolah perna bertanya,

"Bu guru ... hujan ini berkah? Atau musibah ya bu?" Ucapnya sembari meletakkan tangannya di bawah cucuran air yang turun dan menetes dari genteng sekolah.

"Hujan ini adalah berkah nak, bagi para petani yang menggantungkan kehidupannya dari pertanian. Karena, tanaman yang mereka tanam akan menjadi segar dengan tidak kekurangan suplai mineral sedikitpun. Yang apabila tidak ada hujan, akan mengakibatkan pekerjaan mereka lebih ekstra dengan menyiram tumbuhan secara manual, yang apabila tidak mereka lakukan akan menyebabkan tumbuhan layu dan mati.".

"Ooo ..., terus kenapa bapak sering ngomong, "Ahh sial hujan lagi, hujan lagi! Jadi nggak bisa narik ni hari." begitu bu?" Tanyanya kembali sembari melihatkan wajahnya kearahku.

"Mungkin karena pekerjaan tukang ojek seperti yang bapak mu kerjakan, harus dalam kondisi hari cerah nak. sebab, ada sebagian orang yang biasanya menggunakan jasa bapakmu, menjadi beralih ke kendaraan mobil seperti angkot dan bus untuk menghindari kehujanan dan kedinginan selama perjalanan nak. Tapi kembali, dari semua nya itu ada maknanya tersendiri. Terpenting kita harus selalu bersyukur atas ketentuan yang Allah SWT. Berikan kepada kita."

"Baik bu guru, Doni masuk kelas dulu yah bu?" Ucapnya sambil berlari menuju kelas 3C


***

Ssstt .... angin yang membawa air hujan makin kencang turun, sehingga suasana kamar terasa makin dingin. kulihat Jam pun sudah menunjukkan pukul hampir setengah 10 malam, sudah saatnya aku istrirahat tidur. kututup jendela menggunakan kain yang biasa menutupinya dan bergegas mematikan lampu kamar. ku tarik selimut yang berada di bawah kakiku, lalu kuletakkan kepada diatas bantal sembari mengadap ke kanan dan membaca doa tidur.

Namaku Anggun seorang guru honorer yang bekerja sebagai petugas Tata Usaha (TU) SD Negeri 37 Kota Pagar Alam. Aku masih berusia 22 Tahun saat ini, baru saja selesai kuliah di salah satu kampus di kota Pagar Alam, dengan gelar SPd(Sarjana Pendidikan). Bekerja sebagai guru honorer ini, baru saja ku jalani selama 1 tahun terakhir. Kebetulan ada teman sewaktu kuliah dulu yang juga mengajar di sana, mambantuku hingga bisa bekerja.

****

Kukuruyuk, kukuruyuk ...

Suara kokokan ayam jago yang begitu merdu membuatmu terbangun dari tidur dengan jam yang kulihat sudah pukul 04:30 WIB. akupun lekas turun ke lantai bawah rumahku, berjalan menuju ke kamar mandi guna mengambil air wudhu melaksanakan shalat subuh. setelah selesai melaksanakan sholat subuh akupun bergegas mandi dan mengganti pakaian dengan seragam kerjaku sebagai guru SD N 37,

"Gun, jangan lupa sarapan sebelum berangkat. ibu uda masak nasi goreng." Ucap Ibu yang masih asik dengan piring - piring kotor sisa semalam.

"Iya bu." Ucapku yang baru saja selesai berganti pakaian. Dan lekas segera keluar kamar menuju ke meja makan untuk sarapan pagi.

"Hari ini pulang jam berapa?" Tanya ibu.

"Paling jam 1 an, inshaallah sudah di rumah bu."

"Ooo, ya sudah, ngajar yang bener. Dan tetap semangat! Anak ibu. Hehe." sambil mengusap kerudungku dan berjalan mengarah ke rak piring yang berada tepat di depan meja makan.

"Iya baginda ratu hehe" balasku.

Setelah menghabiskan nasi goreng buatan ibu, akupun lekas berpamitan untuk berangkat.

"Bu. Anggun berangkat dulu ya? Assalammuallahikum.". Sembari menggapai tangannya yang masih meletakkan piring ke rak dan menciumnya.

"Wa'allahikumussalam. Hati - hati di jalan."

Suasana udara pagi hari ini begitu dingin dan menyegarkan. Apalagi di daerah yang masih asri seperti kotaku ini, dengan hamparan perkebunan kopi yang luas membentang, dan perpohonan yang masih tinggi-tinggi menjulang. Aku yang terlahir dan besar di perdesaan begitu mensyukuri kehidupan. Bagiku hidup ini begitu sederhana, asal apa yang kamu lakukan dapat memberikan kebahagiaan, semua akan terasa indah.

Aku berjalan menyusuri jalan setapak dengan perlahan-lahan, yang masih dipenuhi oleh rerumputan hijau dan tanah yang sedikit becek akibat guyuran air hujan tadi malam. Di depan sana, setelah jalan setapak ini ada jalan raya yang sedikit lebih besar, yang juga muat oleh kendaraan roda empat. Tapi sayang, masih berupa bebatuan dan tanah saja. Hasil swasembada warga kampungku, untuk jalan utama menuju pasar di kota dengan 2 persimpangan, bila ke kiri ke Kabupaten Lahat dan kanan Kota Pagar Alam.

Letak sekolahku mengajar berkisar 2 kilo meter dari rumahku, bila ke pasar kita ke kanan tapi kalo sekolahku ke kiri. Karena minimnya kendaraan, para warga biasanya harus berjalan kaki mengantarkan anak - anak mereka menuju ke sekolah. dan aku pribadi pun, sebagai seorang guru walau masih honorer tidak boleh kalah dengan murid-muridku. Malahan harus menjadi contoh perjuangan, agar mereka bisa paham bahwa menuntut sebuah pengetahuan itu juga memerlukan perjuangan dan tekad yang kuat.

Sesampainya disebuah jalan diantara tebing perkebunan kopi, kulihat orang - orang ramai melihat, mengarah ke sesesuatu tempat di ujung jalan sana. kuhampiri dan mulai memasuki kerumunan warga tersebut, betapa terkejudnya diriku.

"Subhanallah" ucapku dalam hati. Sembari menutup mulut, menahan air mataku untuk tidak menetes. Ingin rasanya berteriak kencang melihat kejadian yang mengelus dada ini.

Sejauh mata memandang, sebuah longsor hebat menghabiskan jalan yang menjadi alternatif penghubung satu - satunya kampung dengan kota, kampung dengan sekolah. Lebar longsor itu kurang lebih 300 meter dan meleburkan separuh bagian jalan. Ku pikir, mungkin ini akibat dari hujan lebat tadi malam. Tapi, aku tidak menyangka bahwa akan terjadi longsor hebat yang memutuskan jalan menuju ke sekolah. Apalagi hari ini aku harus masuk di kelas 3 menggantikan bu Surti yang berhalangan hadir dari kemarin karena menemani anaknya yang masuk rumah sakit di kota.

"Assalammuallahikum wak, apa sudah menelpon pihak berwajib/terkait wak?" sambil menghampiri seorang pria parubaya yang merupakan ketua RW di desaku. Wak Asril pun menolah,

"Wa'alaikumussalam, oh kamu Gun, Alhamdulillah sudah setelah uwak dapat kabar terkait longsor dari warga yang beraktivitas ke kebun subuh tadi langsung uwak telepon polsek Gun. Mungkin masih di jalan, paling sekarang kita upayakan sterilisasi dulu lokasi dengan alat seadanya."

"Baik wak. sedih juga ngelihatnya wak. kasihan murid-murid di belakang." sembari menoleh ke arah anak-anak yang mau berangkat kesekolah.

"Kamu mau berangkat ke sekolah Gun?" Tanya wak Asril.

"Ia wak."

"Menurut uwak, pulang saja. Libur dulu ngajarnya. soalnya tidak bisa lewat kalo longsor begini." Ucap wak Asril.

"Maunya si wak. Ya... Tapi, saya juga ada kewajiban mengajar sebagai seorang guru wak. Harus mengajar anak - anak di sekolah, apalagi hari ini bu Surti berhalangan masuk wak."

"oh iya, bu Surti lagi ngerawat Aziz yang masuk IGD kemarin. Hmm tapi kondisi longsor begini, Apalagi pihak terkait juga mungkin masih lama sampainya."

"Terus, bagaimana wak.?" Tanyaku, meminta arahan.

"Sudah, libur dulu saja Gun."

"Hm,. tapi tanggung jawab saya masih ada wak?"

"Ia juga sih. yasudah coba kamu jalan muter lewat belakang kampung saja. Jalan setapak di kebon mang Hasan, kalo nggak salah itu tembus langsung ke jalan di seberang sana. Dan sepertinya banyak warga juga yang lewat sana, walau jalannya naik turun. soalnya aksesnya hanya itu yang tersisa Gun."

"Baik wak, kalo seperti itu Anggun lewat sana saja wak. terima kasih wak. Wassalamualaikum." Ucapku dengan senang hati. Akhirnya, setelah berbincang dengan pak RW. Akupun bergegas memutari kampung lewat kebun pak Hasan. Dan ternyata memang benar, banyak warga kampungku dan kampung sebelah juga lewat sini.

Akhirnya aku memutar jalan kembali lagi mengarah ke rumah menuju ke kebun mang Hasan,

"mau berangkat mengajar Gun?" Tanya bude Ratna istri dari pakde Ruslan yang rumahnya dekat masjid.

"Ia bude, kalo bude mau kemana?"

"Kebetulan Bude mau ke Kota ada keperluan."

"Wah bude kaget ada longsor Gun. Ngeri ya, kayaknya akibat hujan semalam si menurut bude." Ucap bude menggerutu.

"Iya bude. Anggun pun kaget tadi. Ya namanya juga bencana alam bude. Apalagi tempat kita kan termasuk zona rawan bencana apalagi seperti longsor. kita harus nerima dengan lapang dada saja bude, syukur ngga ada korban jiwa" Ucapku.

"Iya Gun, Alhamdulillah menurut bude"

"Iya bude. Alhamdulillah"

Setelah berjalan memutar sekitar 1 jam bersama bude Ratna dan beberapa warga kampung. Akhirnya sampailah kami ke jalan utama yang sudah tidak jau lagi dari sekolah. Bude dan beberapa warga duduk di pos kamling menunggu angkutan kota lewat sedangkan aku dan beberapa warga yang berniat mengantar anak mereka sekolah tetap meneruskan jalan menuju ke sekolah.

Sesampainya di sekolah. Aku dan beberapa orangtua wali murid seakan tidak percaya dengan pemandangan yang kami lihat saat ini. Sebuah pohon besar yang biasanya menjadi tempat berteduh bagi para siswa, wali murid maupun guru, kini ambruk dan menimpa bangunan sekolah yang merupakan bangunan 2 lokal kelas 1.

"Subhanallah, subhanallah, subhanallah. Astagfirrullah, astagfirrullah, astagfirrullah" ucap ku dalam hati melihat tragedi hari ini.

Anak - anak kelas 1 menangis melihat kelasnya yang tertimpah batang pohon dan mendekat orang tua mereka masing-masing. aku yang masih berdiri di bagian pagar sekolah tiba-tiba tersentak oleh sebuah pertanyaan,

"Bu Anggun? Katanya hujan itu membawa berkah. Ini kenapa dia membawa musibah bagi kita bu?" Tanya Doni sambil menangis di depanku. Aku pun terdiam dan seketika hening tidak bisa berkata apapun. Dalam pikiranku hanya mencoba beristigfar dan kadang menyalahkan ucapanku sendiri. Akan tetapi, aku teringat oleh pesan bapak dulu sewaktu pertama kali diriku memutuskan kuliah dan mengambil jurusan guru.

Bapak bilang, "Gun. Seorang guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Ia mendidik dan menjadi panutan bagi murid-murid yang ia didik. Mungkin semua orang bisa berprofesi seorang guru. Tetapi, tidak semua orang bisa mencerminkan guru. Maka dari itu, jadilah seorang guru yang memang guru yang menjadi panutan dan contoh untuk murid - muridmu. Dan mengajarkan dengan sifat welas asih serta menjunjung tinggi nilai - nilai kebaikan dan kemanusiaan. karena pencapaian terbaik seorang guru adalah dapat mencetak murid yang bisa melebihi dirinya. ingat selalu itu Gun."

"Bu?! Kok diam?" Tanya Doni membuyarkan lamunanku. lekas kutoleh ke arah doni, berjongkok dan mengelus rambutnya yang basah.

"Iya Don, dibalik sebuah musibah, itu pasti selalu ada hikmah. Mungkin saat ini kita sedang diuji, dan Allah SWT. Itu menguji kita sebagai tanda bahwa ia mengingatkan akan kebesaranNya Dan dibalik itu semua, inshaallah selalu ada keberkahan. Percaya sama ibu Don."

"Ooo, begitu ya bu."

"Iya Don. sekarang kamu harus tenang biar semua teman - teman kamu juga tenang. Kamu itu kan ketua kelas, seorang pemimpin kelas yang merupakan panutan bagi teman - temannya. Maka dari itu, kamu harus lebih tegar dan bisa menjadi contoh bagi teman - teman kamu."

"Iya bu."

"Ya sudah. Cepat redakan tangisan teman - teman kamu." Ucapku pelan menyemangati Doni sambil tersenyum ke arahnya.

"Baik bu. Terima kasih bu Anggun. Doni sayang ibu." balasnya sambil tersenyum.

"Terima kasih kembali." Ucapku sambil mengangkat tangan memberinya semangat.

Ternyata, dikejauhan bu kepala sekolah dari tadi sudah memperhatikan aku dan Doni. Dan mulai berjalan menghampiriku setelah melihat Doni menghampiri teman - teman yang berada di lapangan.

"Assalammuallahikum, bu kepala sekolah." Ucapku sembari menyalimi tangannya.

"Wa'allahikumussalam. sudah lama sampai Gun?" Tanya ibu kepala sekolah.

"Alhamdulillah baru saja bu, tadi di ulu kampung juga terjadi longsor, jadinya agak telat sampai ke sekolah. Maaf ya bu." Ucapku sembari menunduk.

"Tidak apa - apa Gun, yang penting kamu masih mau datang dan bisa melihat langsung sekolahmu."

"Iya bu. Subhanaallah, terlalu sayang Allah SWT dengan sekolah kita ya bu. Sehingga diberikan ujian seperti ini."

"Iya Gun. Setiap musibah pasti memiliki hikmah tersendiri. Tugas kita tetap harus mensyukuri, untungnya kejadian ini bukan posisi sedang jam belajaran di ruangan yang mungkin akan menimbulkan korban. mungkin ke depannya kita akan pangkas saja pohon-pohon yang tinggo, agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan Gun."

"Iya bu."

"Hm, Gun. Mungkin proses belajar mengajar hari ini harus kita tiadakan dulu. Sambil menunggu petugas terkait, silakan kamu kumpulkan murid-murid yang sudah hadir beserta masing-masing orangtua dan berikan pengumuman libur ya."

"Baik bu, saya mengerti. saya permisi bu." Aku yang bergegas membunyikan bel dan menyuruh para murid dari kelas 1 sampai kelas 6 yang telah hadir untuk berkumpul.
"Silakan gun".

Semua murid beserta orangtua telah berkumpul di lapangan sekolah, para guru yang hadir pun sudah berbaris di depan ruang kepala sekolah.

"Assalammuallahikum anak - anak."

"Wa'allahikumussalam bu." Ucap mereka serentak.

"Semuanya baik hari ini?" Tanyaku.

Semua murid pun terdiam diiringin tatapan semua guru beserta wali murid yang hadir.

"Sekali lagi ibu mau tanya, apakah semua baik hari ini?" Tanyaku sekali lagi sambil tersenyum.

"Tidak bu." Ucap salah seorang murid kelas 6 diikuti ucapan dari murid-murid lain.

"Tidak bu, tidak bu. Tidak bu."

"Kenapa tidak? apa karena kalian melihat banyak musibah pagi hari ini?" Tanyaku kepada semua murid dan mereka pun terdiam seketika.

"Hmm, Mungkin peristiwa pagi hari ini adalah musibah besar bagi kita semua dan bagi sekolah kita. Tetapi, selagi itu tidak memakan korban jiwa, ibu rasa itu adalah suatu keberkahan bagi kita semua. Dan kita tetap harus bersyukur kepada Allah SWT atas keberkahan itu. Dan mungkin, di pagi hari ini juga kita diberikan suatu hikmah besar yang tak terhingga tentang berupa bencana alam, yang bertujuan untuk menguji kesabaran kita. Maka dari itu. Kita tetap harus menerima dengan iklas alias legowo. Inshaallah selalu ada hikmah di dalam sebuah ujian yang menerpah kita. percayalah anak-anak ibu, dibalik sebuah ujian pasti ada keberkahan." sambil tersenyum.

"Tujuan ibu mengumpulkan anak - anak adalah untuk menyampaikan informasi dari kepala sekolah. Bahwasanya , untuk hari ini kelas di tiadakan dulu. silakan para murid semuanya bisa pulang dan belajar di rumah masing - masing, terima kasih."

"Hore-hore..." ucap para murid yang kegirangan.

"Baiklah, itu saja pengumuman dari Ibu. Hati - hati di jalan, dan sampai bertemu besok pagi ya. Wassalammuallahikum Wr Wb."

"Wa'allahikumussalam." Ucap serentak para murid sembari berhamburan berlarian mengarah ke gerbang sekolah.

akupun turun dari podium yang biasa digunakan pembina upacara dan menghampiri para guru,

"Kamu juga mau langsung pulang Gun?" Tanya ibu kepala sekolah sambil menghampiriku.

"Belum bu. Anggun mau bantu - bantu ibu dan guru - guru di sini dulu bu".

"Syukurlah kalau begitu Gun." Sambil mengajakku berjalan mengarah ruangan kantor diiringi para guru yang datang.

Ternyata hari ini yang datang hanya ada beberapa guru wanita saja. Sebab, hampir semua guru yang pria tidak bisa hadir karena sedang gotong royong di tempat kejadian longsor dekat kampungku. Ibu kepala sekolah berjalan mengarah ke pohon yang dimana disana ada mang Rilo sedang menebang pohon menggunakan alat seadanya seperti parang dan gergaji.

"Bagaimana mang?" Tanya ibu kepala sekolah kepada mang Rilo.

"Maaf bu. Sepertinya pihak terkait akan sedikit terlambat datangnya bu, sebab yang terjadi batang roboh bukan hanya di sekolah kita saja bu. Kalo dari kabar yang saya terima, Ada sekitar beberapa lokasi yang mengalami batang pohon ambruk di kecamatan kita bu, dan kabarnya ada juga yang memakan korban bu. Syukurnya tidak terlalu parah dan hanya luka - luka ringan saja bu." Ucap mang Rilo sembari menghentikan tebangannya.

"Oo begitu. Baik terima kasih informasinya mang. Oh iya mang, punya kenalan yang ada mesin potong pohon nggak mang? Sembari kita menunggu pihak - pihak terkait." Tanya Ibu kepala sekolah.

"Sebentar bu, saya coba hubungi dulu. takutnya yang bersangkutan mesinnya sedang digunakan di tempat terjadi longsor bu."

"Baik, terima kasih mang."

"Bu ini kaos tangannya." Ucap ibu Hilda guru Bahasa Indonesia, diikuti kehadiran kami di belakangnya.

"Terima kasih bu. Ya sudah, sekarang tugas kita adalah mencari barang - barang yang masih bisa di pindahkan sambil menunggu pihak terkait." Ucap ibu kepala sekolah.

"Baik bu." Sahut kami semua

"Mang Rilo silakan teruskan memotong batang menggunakan alat seadanya ya mang. Dan jangan lupa, hubungi teman yang punya mesin tadi."

"Baik bu" ucap mang rilo mengerti.

Kami pun lekas berjalan menuju ruangan kelas yang bagian depan bangunannya terkena ambrukan pohon. Terlihat juga para bapak - bapak dan pemuda dari kampung sebelah datang membawa parang dan gergaji, untuk ikut membantu menebang pohon dan sebagian dari mereka turut membantu kami memindahkan meja serta kursi ke ruangan ujung dekat bangunan WC dan Perpustakaan. Sekitar pukul 9 lewat, pihak terkait baru tiba dengan membawa 2 mesin Chainsaw untuk memotong batang pohon. Aku, ibu kepala sekolah, para guru beserta bapak - bapak dan pemuda kampung yang turut hadir pun beristrirahat. Sambil menyaksikan pihak terkait memotong batang pohon yang tidak termakan oleh tajamnya parang.

Sekitar pukul 11 siang, bagian batang yang merobohi kelas sudah bisa dipindahkan. Tiba-tiba langit kembali begemuruh hebat. Air hujan pun turun diiringi gemuruh suara guruh. Kuperhatikan langit yang hitam, yang sedang menumpahkan airnya. Sembari ku ulurkan tangan, membiarkannya terkena oleh air hujan.

"Terima kasih hujan, atas pembelajaran hari ini." ucapku dalam hari.

Doni dan teman - temannya berdatangan memasuki gerbang sekolah, mengenakan sebuah payung dengan membawa beberapa makanan serta minuman hangat. Menghampiri kami yang sedang beristrirahat di depan perpustakaan.

"Bu... ini makanan dari mamak." Ucap Doni sembari meletakkan makanan ke atas meja.

"Kata mamak, para guru dan orang kampung sedang gotong-royong. jadi, mamak membuatkan makanan untuk ibu dan warga. Di makan ya bu." ucapnya

"Terima kasih ya Doni." Ucap ibu kepala sekolah.

Doni beserta para teman - temannya pun bergegas pulang ke rumah masing - masing.

"Setiap cobaan itu, benar ada hikmahnya ya Gun." Ucap bu Desi yang merupakan guru pendidikan Agama Islam. Sembari turut menyentuhkan tangannya di cucuran air hujan.

"Iya bu ustadza." ucapku

"Kadang memang benar. Kita tidak bisa selalu menyalahkan hujan. Sebab hujan hanya melakukan kodratnya. Semuanya ada hikmat yang tersirat. Bahkan daun yang jatuh ke tanah pun sudah Allah SWT atur, kapan dan di mana mereka akan berguguran. Maka dari itu, bila sudah waktunya jatuh, ia akan tetap jatuh. Begitupun pohon itu, bila sudah waktunya roboh ia akan tetap akan roboh. Mau sehebat apapun kita mepagarnya dengan beton, kalo sudah waktunya ia roboh? Ia akan tetap roboh." Ucap ibu Desi pelan dan lembut.

"Ia bu ustadza. Mungkin semua sudah ketetapannya dari Allah SWT bu."

"Betul Gun. Semua adalah ketetapan dari Allah SWT. Jadi sekarang kita harus legowo, seperti yang kamu ucapkan tadi di waktu pengumuman, bukan?" ujar ibu kepala sekolah menambahi.

"Ia bu." Aku pun tersipu malu.

"Ya sudah, ayo makan dan minum dulu, biar kita tetap tenang. Inshaallah selalu ada kebaikan di suatu musibah." Ucap ibu kepala sekolah.

"Iya bu. Terima kasih bu". Kami pun mulai membagikan makanan dan minuman yang sudah dituangkan oleh para guru kepada para warga. Sambil tersenyum dan bersyukur, karena pasti di setiap musibah, menyimpan sebuah berkah.


****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun