Mohon tunggu...
Idris setiawan
Idris setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Sang Pencinta Keheningan

Dari hidup kita belajar berjuang. Dan dari Tuhan kita belajar iklas. Tak ada perhentian yang akan indah selain mati dengan bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Perjalanan Kemanusiaan Part 20: Bu, Hujan itu Berkah? atau Musibah?

10 November 2024   22:30 Diperbarui: 10 November 2024   22:46 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi hujan. Foto: kulkann via kompas.com. 

Aku berjalan menyusuri jalan setapak dengan perlahan-lahan, yang masih dipenuhi oleh rerumputan hijau dan tanah yang sedikit becek akibat guyuran air hujan tadi malam. Di depan sana, setelah jalan setapak ini ada jalan raya yang sedikit lebih besar, yang juga muat oleh kendaraan roda empat. Tapi sayang, masih berupa bebatuan dan tanah saja. Hasil swasembada warga kampungku, untuk jalan utama menuju pasar di kota dengan 2 persimpangan, bila ke kiri ke Kabupaten Lahat dan kanan Kota Pagar Alam.

Letak sekolahku mengajar berkisar 2 kilo meter dari rumahku, bila ke pasar kita ke kanan tapi kalo sekolahku ke kiri. Karena minimnya kendaraan, para warga biasanya harus berjalan kaki mengantarkan anak - anak mereka menuju ke sekolah. dan aku pribadi pun, sebagai seorang guru walau masih honorer tidak boleh kalah dengan murid-muridku. Malahan harus menjadi contoh perjuangan, agar mereka bisa paham bahwa menuntut sebuah pengetahuan itu juga memerlukan perjuangan dan tekad yang kuat.

Sesampainya disebuah jalan diantara tebing perkebunan kopi, kulihat orang - orang ramai melihat, mengarah ke sesesuatu tempat di ujung jalan sana. kuhampiri dan mulai memasuki kerumunan warga tersebut, betapa terkejudnya diriku.

"Subhanallah" ucapku dalam hati. Sembari menutup mulut, menahan air mataku untuk tidak menetes. Ingin rasanya berteriak kencang melihat kejadian yang mengelus dada ini.

Sejauh mata memandang, sebuah longsor hebat menghabiskan jalan yang menjadi alternatif penghubung satu - satunya kampung dengan kota, kampung dengan sekolah. Lebar longsor itu kurang lebih 300 meter dan meleburkan separuh bagian jalan. Ku pikir, mungkin ini akibat dari hujan lebat tadi malam. Tapi, aku tidak menyangka bahwa akan terjadi longsor hebat yang memutuskan jalan menuju ke sekolah. Apalagi hari ini aku harus masuk di kelas 3 menggantikan bu Surti yang berhalangan hadir dari kemarin karena menemani anaknya yang masuk rumah sakit di kota.

"Assalammuallahikum wak, apa sudah menelpon pihak berwajib/terkait wak?" sambil menghampiri seorang pria parubaya yang merupakan ketua RW di desaku. Wak Asril pun menolah,

"Wa'alaikumussalam, oh kamu Gun, Alhamdulillah sudah setelah uwak dapat kabar terkait longsor dari warga yang beraktivitas ke kebun subuh tadi langsung uwak telepon polsek Gun. Mungkin masih di jalan, paling sekarang kita upayakan sterilisasi dulu lokasi dengan alat seadanya."

"Baik wak. sedih juga ngelihatnya wak. kasihan murid-murid di belakang." sembari menoleh ke arah anak-anak yang mau berangkat kesekolah.

"Kamu mau berangkat ke sekolah Gun?" Tanya wak Asril.

"Ia wak."

"Menurut uwak, pulang saja. Libur dulu ngajarnya. soalnya tidak bisa lewat kalo longsor begini." Ucap wak Asril.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun