Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Integrasi K-13, PPK, dan GLS pada SPMI di Satuan Pendidikan

29 Mei 2019   10:05 Diperbarui: 29 Mei 2019   10:53 20395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kelima, komunikasi efektif. SPMI merupakan kerja tim, bukan kerja yang dilakukan oleh segelintir orang. Dalam pelaksanaannya memerlukan komunikasi efektif antarberbagai pihak yang terkait. Saling pengertian dan saling memahami mutlak diperlukan. Warga sekolah tidak saling mengandalkan dalam melaksanakan pekerjaan, dan tidak saling menyalahkan ketika ada masalah, tetapi dievaluasi mengapa masalah tersebut terjadi? Apa penyebabnya? Dan apa alternatif solusi yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah?

Keenam, berjiwa reflektif. Penjaminan mutu merupakan sebuah siklus yang berlangsung secara berkelanjutan. Dari satu siklus ke siklus berikutnya perlu dilakukan refleksi, mana hal yang sudah tercapai, dan mana yang belum tercapai. Sejauh mana pelaksanaan komitmen yang telah dibuat? apakah sudah dilaksanakan oleh semua warga sekolah atau masih ada yang perlu diingatkan dan mendapatkan pembinaan?

Refleksi juga perlu dilakukan agar semua warga sekolah dapat merenungkan sejauhmana peran dan kontribusinya dalam proses penjaminan mutu di sekolah. Kadang-kadang merefleksikan sendiri lebih nyaman dibandingkan dengan diingatkan oleh orang lain, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang egois, sulit untuk menerima kritik orang lain.

Selain sebagai ruh implementasi SPMI, pendidikan karakter pun dapat dijadikan sebagai bingkai penjaminan mutu pendidikan. Menurut Apandi (2018: 146-149), ada beberapa nilai karakter yang ditanamkan, antara lain;

Pertama, organisasi pembelajar. Satuan pendidikan yang melakukan penjaminan mutu pendidikan akan menjelma menjadi organisasi pembelajar. Warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, hingga staf administrasi memiliki semangat untuk mengetahui, memahami, dan melaksanakan penjaminan mutu pendidikan dalam rangka mencapai 8 SNP.

Sebagai pembelajar, warga sekolah terbuka terhadap hal-hal baru sepanjang hal tersebut bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan yang berdampak terhadap peingkatan kinerja sekolah. Tujuan akhir dari layanan pendidikan adalah dihasilkannya lulusan yang kompeten dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Untuk  mewujudkan hal tersebut, tentunya para pembeli layanan pendidikan, seperti kepala sekolah (layanan kepemimpinan dan layanan manajerial), guru (layanan pembelajaran) ditopang dengan staf administrasi (layanan administratif) harus kompeten.

Jantung dari layanan pendidikan di sekolah tentunya adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Oleh karena itu, pemerintah menyadari terhadap pentingnya peningkatan profesionalisme guru yang ditindaklanjuti dengan berbagai pelatihan, bimbingan teknis (bimtek) dan sebagainya. Hasil yang diharapkan dari kegiatan tersebut adalah lahirnya guru yang berkualitas, kreatif, dan inovatif, serta mampu menyajikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.

Kedua, membangun komitmen. Peningkatan mutu pendidikan di satuan pendidikan memerlukan komitmen semua warga sekolah. Tidak hanya mengandalkan pihak-pihak tertentu. Oleh karenanya, hal yang pertama kali harus dibangun adalah komitmen bahwa peningkatan mutu merupakan sebuah kebutuhan sekaligus tuntutan untuk meningkatkan daya saing satuan pendidikan.

Komitmen mudah diucapkan dan mudah disusun dengan menggunakan bahasa yang indah dan terlihat sangat bersemangat, tetapi kadang dalam pelaksanaanya tidak semudah sebagaimana yang tercantum dalam tulisan. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran masing-masing untuk menghormati dan melaksanakannya. Perlu pula saling mengingatkan agar komitmen yang telah dibuat tetap dijaga dan dipelihara agar tidak hanya sekedar indah di atas kertas.

Ketiga, membangun budaya gotong royong. Peningkatan mutu pendidikan tidak bisa dilakukan seorang diri oleh kepala sekolah, tetapi memerlukan tim kerja (team work) yang solid dan kompak. Oleh karena itu, sekolah membuat Tim Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS) sebagai leading sector peningkatan mutu di satuan pendidikan.

Budaya gotong royong dan kerjasama dibangun dalam tim. Bekerja bersama dan sukses pun bersama. Jangan sampai ada ada yang capai bekerja sedangkan yang lain berleha-leha. Jangan sampai kesuksesan hanya diklaim oleh pihak tertentu saja. Hargai dan apresiasi sekecil apapun kontribusi yang diberikan oleh orang-orang yang berada dalam tim, agar muncul rasa bangga dan rasa memiliki terhadap tim. Sehingga hal ini dapat meningkatkan motivasi untuk bekerja lebih baik lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun