Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Integrasi K-13, PPK, dan GLS pada SPMI di Satuan Pendidikan

29 Mei 2019   10:05 Diperbarui: 29 Mei 2019   10:53 20395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menjadi salah satu agenda penting dalam peningkatan mutu pendidikan. PPK melibatkan Tri Pusat Pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 menyatakan bahwa: "Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM)."

PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,

Sejalan dengan implementasi kurikulum 2013, PPK diintegrasikan ke dalam kegiatan seperti; pembiasaan, proses pembelajaran (intrakurikuler), kokurikuler, dan kegiatan ekstrakurikuler. Dan yang paling utama, agar PPK ini dapat berhasil dengan baik, diperlukan keteladanan dari orang tua, guru, pemimpin, dan orang dewasa lainnya, karena PPK minus keteladanan  adalah yang ironis sekaligus kontraproduktif. Sebuah pepatah bijak mengatakan "satu perbuatan lebih utama daripada 1000 nasihat." Hal itu menunjukkan pentingnya sebuah keteladanan dalam proses pendidikan karakter.

Dalam konteks implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), pendidikan karakter bisa menjadi ruh dalam pelaksaaan SPMI. Menurut Apandi (2018 : 135-137), ada nilai-nilai karakter yang ditanamkan dari pelaksanaan SPMI, antara lain : (1) sadar budaya mutu, (2) kolaborasi dan sinergi, (3) berjiwa pembelajar, (4) kerja keras, (5) komunikasi efektif, (6) berjiwa reflektif.

Pertama, sadar budaya mutu. Saat ini, mutu menjadi suatu hal yang sangat penting dalam membangun daya saing. Ada perusahaan yang maju pesat karena kreatif, inovatif, dan terus meningkatkan mutu, baik mutu produk, maupun mutu layanan. Tetapi ada juga yang colaps bahkan bangkrut karena tidak kreatif, inovaif, dan tidak mampu menjaga mutunya.

Begitupun dengan sekolah. Saat ini diakui atau tidak, persaingan sekolah untuk meraih kepercayaan masyarakat semakin ketat. Masyarakat, utamanya yang relatif berpendidikan menengah ke atas semakin kritis dalam menilai mutu sekolah. Ada sekolah yang diburu oleh masyarakat, bahkan sebelum datang tahun pelajaran baru, sudah banyak yang mendaftar dan waiting list, tetapi ada sekolah jumlah muridnya semakin menurun, bahkan terpaksa ditutup karena sudah tidak mampu lagi beroperasional.

Agar sekolah mampu bertahan dan diminati masyarakat, maka harus terus meningkatkan mutunya, baik mutu pendidik dan tenaga kependidikan, mutu sarana dan prasarana, mutu pembelajaran, mutu kegiatan ekstrakurikuler, maupun mutu lulusannya. Mutu sekolah setidaknya terlihat dari prestasi sekolah, baik prestasi akademik maupun nonakademik.

Kedua, kolaborasi dan sinergi. Proses penjaminan mutu di sekolah tidak hanya mengandalkan pihak-pihak tertentu saja, tetapi memerlukan peran serta atau partisipasi semua warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, staf, dan komite sekolah. Dengan kata lain perlu ada kolaborasi dan sinergi diantara semua pihak. Adapun TPMPS menjadi leading sector yang menangani pelaksanaan berbagai program penjaminan mutu di sekolah. Tanpa bantuan dari semua warga sekolah, peran TPMPS tidak akan optimal.

Kata kuncinya adalah KOMITMEN bersama. Komitmen mudah untuk diucapkan, tetapi dalam pelaksanaannya sulit karena dihadapkan pada tantangan dan godaan. Oleh karena itu, perlu kesadaran semua pihak terkait untuk menghormati dan melaksanakan komitmen yang telah disepakati. Pada awal pelaksanaan SPMI, setiap sekolah membuat komitmen dan fakta integritas yang ditandatangani oleh semua warga dan dipampang di dinding sekolah. Dan pertanyaannya adalah apakah komitmen itu ditindaklanjuti dengan aksi nyata atau tidak?

Ketiga, berjiwa pembelajar. Pelaksanaan SPMI di sekolah dapat disikapi secara positif, yaitu semua warga sekolah didorong untuk belajar mekanisme penjaminan mutu. Disamping membaca berbagai sumber belajar, mereka pun dapat mengundang orang yang paham tentang penjaminan mutu ke sekolah, atau berdikusi dengan sesama rekan terkait dengan penjaminan mutu. Dengan demikian, maka sekolah menjelma menjadi organisasi pembelajar. Sekolah sebagai organisasi pembelajar akan menumbuhkan iklim yang kondusif  dalam peningkatan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan.

Keempat, kerja keras. Untuk mewujudkan sekolah yang bermutu, tentunya memerlukan kerja keras semua pihak. Pengorbanan pastinya juga perlukan. Minimal pengorbanan waktu dan tenaga, tidak dipungkiri juga pengorbanan biaya. Ibarat menanam pohon jati, hasil dari kerja keras kadang tidak dapat dirasakan dalam waktu dekat, tetapi perlu waktu lama untuk merasakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun