“Sering nonton wayang, Pak?”
“Lakon wayang selalu hitam putih. Kebaikan selalu menang. Kurang menarik.” Diambilnya lagi sebatang rokok 3 digit, lalu api menyala. Angin kebetulan berembus, namun api koreknya tidak terganggu. Dengan sekali sundut sudah membara ujung tembakaunya.
“Tidak, Pak. Semua tokoh wayang punya kelebihan dan kekurangan. Mereka selalu ditampilkan dengan penuh kekurangan dan khilaf.”
“Aku berbicara tentang lakon tadi. Para tokohnya menjadi menarik di tangan dalang. Abu-abu. Itu lah yang membuatku sering menonton wayang. Berbeda dalang berbeda pula jiwa tokohnya.”
Giliran aku yang mengeluarkan bungkus rokok 1 abjad. Angin masih berembus, butuh beberapa saat api korekku menari-nari menyambar ujung puntung. Beberapa kali sundut baru apiku menyala.
“Setiap manusia berhak berbuat salah, Pak. Itulah yang ditunjukkan oleh dalang dalam setiap tokohnya. Tokoh jahat mampu berbuat benar, tokoh baik mampu berbuat salah.”
“Dan setiap tokoh punya kesempatan bertobat, Mas Eko.”
“Betul, Pak. Meskipun tak semuanya cukup pintar untuk mengambil kesempatan itu dengan baik.”
“Jika begitu, lalu, dimana salahnya Iblis, Mas Eko?”
“Iblis menggoda manusia keluar dari jalan yang benar. Ia tak suka sendirian di neraka, Pak. Curang dia! Dia yang dulu angkuh, lalu dia pula yang membangkang dan menggoda-goda manusia menjauhi Tuhan.”
“Semua itu bisa terjadi tanpa restu dari Allah?”