Mereka sangat dekat hingga masalah pribadi pun sudah menjadi konsumsi berdua. Mereka seperti jari telunjuk dan jari tengah yang didekatkan.
"Saya dirampok, Bayu, uang kemarin sudah pupus." Wajah Andrian tampak lesu sekali, ia mengusap wajahnya beberapa kali, berusaha menyadarkan bahwa ini bukanlah nyata, tapi sia-sia saja, masalah yang dia hadapi memang betul-betul nyata.
Cepat kabar menyebar bagai angin kencang tertiup langsung menuju telinga warga, membuat semua warga kini berkumpul menyaksikan duka Andrian. Mereka juga menenangkan orang yang sedang kehilangan itu.
Setelah sekian lama tenggelam dalam kabut kesedihan. Akhirnya 3 karyawannya muncul. Raut wajah mereka juga dibaluti kekhawatiran. Mereka tahu akan seperti apa jadinya jika bos mereka itu mengalami masalah.
"Aryo mana?" tanya Andrian dengan wajah memerah.
"Tadi saya liat ke rumahnya, Pak, tapi dia nggak ada," sahut salah seorang karyawan.
Mendengar itu, Andrian pun mengeratkan rahangnya. Dari dulu ia sudah curiga dengan orang ini. Mulai dari tatapan datarnya, sipat yang tidak ramah, dan minim komunikasi. Ditambah bahwa dia tak hadir pada hari ini. Itu membuat Andrian bertambah curiga.
"Saya bukannya ingin menuduh, tapi sejak semalam Aryo ke sini. Dia seperti ingin mencari sesuatu. Saya pikir itu atas izin kamu," kata seorang tetangga. Kepergian Andrian memang tak banyak yang tahu, toh pria itu pergi juga sembunyi-sembunyi.
"Saya juga lihat Aryo kemaren. Dia keluar tengah malam seperti tergesa-gesa."
"Tak salah lagi, Aryo pelakunya!" seru Bayu memperpanas suasana.
Memang tak ada alasan lagi untuk tidak mencurigai Aryo. Saksi mata sudah ada.