Satu jam menuju malam pergantian tahun. Dentuman irama house music saling bersahutan, menggelegar, memekakkan telinga. Denyut nadi kehidupan malam kian bergejolak. Tepat didepan pintu masuk sebuah kafe dikawasan lokalisai 'dadap cheng-in', langkah kaki Angga harus  terhenti. seorang wanita berpakaian minim telah menghalangi  geraknya.
"Boleh minta rokoknya abang ganteng ?" sapa wanita itu menggoda. Berlenggok-lenggok, sesekali mengibaskan rambutnya yang ikal.
Angga merogoh saku jaket hitam yang dikenakan dan  meraih sekotak bungkus rokok yang bentuknya sudah tidak simetris. Isinya, sisa satu batang.
"Ini ... ambil aja mbak!" ujarnya.
Tempat itu terasa asing. Ia sama sekali tak mememiliki pengalaman tentang dunia malam. Hanya sekelumit cerita dari Pak Jono-- atasannya ditempat bekerja.
Angga melangkah masuk dengan tak percaya diri, lalu menuju meja kosong berbentuk lingkaran yang terletak disudut kafe. Di meja sebelah kanannya, seorang pria gempal berkumis tebal melintang bersenandung dan meracau tak karuan dengan di temani dua orang gadis belia usia belasan, disisi kanan dan kirinya. Sepertinya pria itu sudah hilang kesadaran.
"Mau pesan apa abangku, sayang?" tanya seorang wanita. "Bir?... Rokok? ... Atau ... ?"
Angga terkejut, lalu menoleh ke asal suara.
"Lah, ini kan mbak yang tadi." Bisiknya dalam hati.
Wanita paruh baya itu masih belum menyerah, terus menggoda. Ia melangkah mendekat, lalu merapatkan tubuhnya, hingga tak berjarak. Sebelum akhirnya, Ia melabuhkan dirinya di pangkuan pria bertubuh kurus itu.
"kok tegang amat sih, bang? baru ya  ... kesini?" jemarinya membelai lembut wajah Angga.