Mohon tunggu...
Ibnu Arsib
Ibnu Arsib Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Koruptor Masuk Surga

26 Januari 2022   00:15 Diperbarui: 26 Januari 2022   00:37 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wanita paruh baya itu terisak-isak menangisi akan kepergian suaminya setelah majelis hakim di pengadilan menetapkan hukuman yang pantas atas perbuatan suaminya karena terbukti merampok uang rakyat. 

“Sabar, Ma, Papa tidak lama kok,” kata sang Suami menenangkan wanita paruh baya itu.

Wanita paruh baya itu mengusap-usap air matanya dengan menyisakan sesekali isakan tangisnya sambil berkata, “Papa yang sehat-sehat di sana.”

Sang Suami pencuri uang negara itu tersenyum tenang sambil mengelus lengan istrinya dengan maksud terus menenangkan.

Di belakang mereka beberapa petugas yang akan membawa sang Suami bersiap-siap dengan borgol untuk dipasangkan di kedua tangan sang Suami. Mobil mewah sudah diparkirkan sekitar dua puluh langkah dari sepasang suami istri itu. Di sebelah jalur lain, sudah parkir mobil mewah untuk membawa sang Istri. Sang Supir yang selama ini bekerja dengan setia membawa sang Suami berdiri tidak jauh dari sepasang suami istri yang akan berpisah itu.

Sang Suami menggerakkan telunjuknya kepada supir itu. Sang Supir itu adalah laki-laki berbadan atletis yang usianya tiga puluh tahun, hanya beda lima tahun dari sang Istri. Sang Suami merekrut seseorang yang bukan hanya bisa membawa mobil, tapi bisa melindunginya kalau saat-saat tertentu ada gesekan fisik dan dapat membantunya dalam banyak hal.

Sang Supir pun mengerti maksud jari telunjuk itu. Ia langsung mendekat, bersiap-siap mendengarkan arahan atau sejenis perintah dari majikannya. Tampaknya hal seperti itu sudah menjadi kesehariannya bersama pejabat itu.

Sang Suami meminta sang Supir melangkah lebih dekat lagi menghadapnya.

“Siap, Pak,” kata sang Supir setelah berdiri di depan tuannya dengan jarak sekitar setengah meter.

Sang Tuan berkata pelan, seperti tidak ingin didengar para petugas. “Sekarang pekerjaanmu menjadi supirnya Ibu. Jaga Ibu kalau mau ke mana-mana,” kata sang Tuan. Ibu yang dia maksud adalah istrinya tersebut.

“Baik, Pak,” sahut sang Supir dengan mantap, bersemangat, dan dalam dada penuh imajinasi manis.

Sang Istri yang mendengar percakapan itu sedikit memalingkan wajah. Ia sedikit tersenyum di balik telapak tangan yang pura-pura mengusap air mata di wajah dan hidungnya.

Saat sang Suami menatap sang Istri, sang Supir juga menatap sang Istri dari sudut matanya. Tanpa kecurigaan dari sang Suami, sang Istri pun demikian. Sang Istri bersikap sedih seolah-seolah belum dapat menerima kenyataan yang terjadi.

“Sabar ya, Ma,” kata sang Suami sambil memeluk sang Istri sebelum pergi.

Dengan suara yang sedikit serak, sang Istri menjawab, “Iya, Pa…”.

Dalam dekapan pelukan itu, dari sudut mata sang Istri dan sang Supir bertemu bahagia.

“Maaf, Pak, sekarang kita harus pergi,” kata salah satu petugas kepasa sang Pejabat itu dengan sopan memecah kesunyian, “sesuai perintah, Bapak harus sudah sampai di tempat pada waktu yang telah ditetapkan.

Sang Suami melepaskan pelukannya dari sang Istri. Ia pun menyerahkan kedua pergelangannya untuk diborgol. Si Petugas melaksanakan tugasnya kemudian mengajak pejabat itu melangkah menuju mobil yang akan membawa mereka.

“Pa…” panggil sang Istri dengan tampak sedih.

Sang Suami tidak menoleh. Ia terus melangkah bersama petugas memasuki mobil. Dan saat itu pun menjauh meninggalkan sang Istri dan sang Supir.


***

Setelah mobil mewah itu membawa sang Suami benar-benar hilang dari pandangan mata, sang Istri pejabat itu menatap sang Supir. Laki-laki bertubuh atletis itu membalas tatapannya. Mereka berdua tersenyum bahagia, mengandung makna.

Sepasang burung pipit terbang dan berhenti di sebuah dahan pohon sambil berkicau bahagia menyambut hari cerah.

Dengan senyuman sudah tidak asing lagi di mata sang Supir, sang Istri melangkah sedikit cepat menuju mobil mewah pemberian sang Suami. Tanpa ada perintah, karena ia sudah tahu tugasnya sekarang, sang Supir itu pun melangkah cepat menyusul sang Istri pejabat itu ke dalam mobil.

Sang Istri duduk di depan, di samping sang Supir. Seharusnya, berdasarkan asas pekerjaan dan profesionalisme, sebagai seorang majikan seharusnya ia duduk di belakang supir. Tapi asas dan kedudukan profesi itu ia buang jauh-jauh.

Saat sang Supir itu masuk, sang Istri pejabat itu pun menyambutnya dengan pelukan hangat yang sudah lumayan lama tidak ia rasakan karena disibukkan mengurusi persidangan kasus suaminya sebelum ditetapkan secara sah hukuman yang pantas, yaitu masuk surga.

Di dalam mobil mewah itu, sang Supir tidak mau kalah. Ia balas pelukan erat dan hangat wanita tuannya itu.

“Sudah lama aku menunggu ini,” kata sang Istri pejabat itu dengan nafas tidak teratur.

“Aku juga, Bu.”

“Jangan panggil ibu.” Sang Istri pejabat itu mengatur nafasnya.

“Oh iya. Aku lupa, sayang.”

Sang Istri pejabat itu tertawa pelan dengan bahagia sambil melepaskan pelukan hangatnya.

“Kita ke mana?” tanya sang Supir.

Sang Istri pejabat itu mengeluarkan ujung lidahnya ke samping bibir tipisnya. Sang Supir mengangguk tersenyum. Ia paham kode itu, dan ia tahu hotel mana yang harus dituju.

Di pertengahan jalan, sang Supir berhenti dan memarkirkan mobil di depan sebuah Indomaret. Saat sang Supir hendak keluar, sang Istri pejabat itu bertanya mau ke mana.

“Mau beli…, biasa…” jawab sang supir sedikit malu.

“langsung aja, gak usah beli itu lagi. Suamiku sudah tak ada, dan jangan takut lagi.” lagi-lagi sang Istri pejabat itu tersenyum menggoda.

Laki-laki berbadan atletis itu mengangguk paham sambil ikut tersenyum, kemudian mencium bibir wanita tuannya itu.

Mobil mewah itu pun tak sabar lagi, sekejap langsung menuju hotel yang biasa mereka tempati. Mulai hari ini, tak ada lagi mencuri-curi waktu dari tuan yang lama, dan tak ada lagi alasan-alasan yang perlu dirasionalkan. Sekarang semuanya tergantung pada mereka berdua. Kapan dan di mana, tak ada lagi hambatan. Semuanya penuh dengan kenikmatan mereka berdua.


***

“Selamat siang, Pak,” sapa seorang kepala penjaga surga.

“Siang,” sahut sang Pejabat yang baru saja meninggalkan sang Istri dan supirnya.

Saat bersalaman dengan kepala penjaga surga itu mereka berdua tersenyum. Terlihat bekas borgol pada kedua pergelangan sang Pejabat itu.

“Semuanya sudah kita bereskan, Pak. Apa yang menjadi kebutuhan selama Bapak di sini sudah difasilitasi, Pak,” kata kepala penjaga surga.

“Baik, terima kasih,” kata sang Pejabat itu yang menjadi tamu baru di surga itu.

Sang Pejabat itu melangkah memperhatikan ruangannya. Ruangan yang cukup luas itu dipenuhi dengan segala macam fasilitas mewah. Ada tivi dengan layar yang lebar, ruangan ber-AC, ada jaringan internet, ada laptop, kulkas dengan buah-buah dan makan lezat di dalamnya, sofa empuk, tempat tidur yang lebih mahal dari yang di rumahnya, dan segala fasilitas mewah yang dibutuhkan.

“Kalau Bapak ingin cari udara segar,” kata kepala penjaga surga itu sambil membuka tirai jendela kaca, “di sini disediakan taman, Pak,” lanjutnya.

“Oh iya. Tempat ngopi di mana?” tanya sang Pejabat sambil mendekati jendela kaca memperhatikan taman itu.

“Ada, Pak. Ada kita sediakan. Di sebelah taman itu ada kafe tempat ngopi, Pak.” Kepala penjaga surga itu menunjuk arah.

“Teman-teman saya yang duluan masuk ada di sana?”

“Ada, Pak. Bapak ini… ada, Bapak ini… ada.” Kepala penjaga surga menyebutkan beberapa nama.

“Kalau si ini…. ada?” tanya sang Pejabat menyebutkan nama orang yang dimaksud.

“Ada, Pak. Bapak itu sering di kafe,” kata kepala penjaga surga.

“Oh iya, kalau suntuk bisa ke diskotik?”

“Aman, Pak. Diskotik sudah kita sediakan di sini, Pak.”

“Ada itunya…?” sang Pejabat itu sedikit malu menanyakan maksudnya.

“Bidadarinya?” tanya kepala penjaga surga itu sambil tersenyum.

Sang Pejabat itu tersenyum mengiyakan saja maksud kepala penjaga surga berkumis tebal itu.

Kepala penjaga surga itu mendekati sang Pejabat, dengan suara pelan ia berkata, “Aman, Pak. Bidadarinya cantik-cantik. Kita sediakan artis-artis perempuan, ada pemain film, model-model cantik, yang impor juga ada, Pak. Pokoknya semua ada sesuai selera. Bisa juga kita pesan asal sesuai bajet.” Laki-laki berkumis tebal itu pun tersenyum lagi. Sang Pejabat itu pun ikut tersenyum.

“Sekarang teman-teman saya ada di mana?”

“Bapak ingin bertemu?”

Sang Pejabat itu mengangguk.

“Oooohh…, biasanya sebagian ada di ruangan, ada yang di kafe, ada yang sedang tidur.” Kepala penjaga surga itu menutup tirai jendela kaca itu.

“Antar saya ke kafe!” perintah tamu baru itu.

“Baik, Pak.”

Tidak sampai lima menit berjalan kaki, mereka berdua pun sampai di sebuah kafe yang berada di surga itu. Teman-teman sang Pejabat yang ada di kafe itu langsung menyambut kedatangannya dengan tawa dan saling bersalaman. Terlihat beberapa wanita seksi duduk di samping mereka. Wanita-wanita seksi itu ikut tersenyum pada sang Pejabat yang baru menginjak tanah surga itu.

“Duduk…duduk…” kata salah seorang teman yang masuk ke surga itu karena kasus suap untuk memenangkan proyek pembangunan.

“Pesan…pesan. Minum apa? Di sini kopinya nikmat, sengaja di datangkan dari luar negeri,” kata salah seorang temannya lagi yang masuk ke surga itu karena kasus mengambil uang negara yang seharusnya dialokasikan untuk dana pendidikan.

“Perkenalkan saya….” Seseorang memperkenalkan diri dengan menyebutkan namanya pada tamu baru itu.

“Bapak kenapa bisa masuk?” tanya sang Pejabat yang mejadi tamu baru itu.

“Saya lupa kasih bagian sama bos…” jawab seorang yang baru berkenalan itu.

Ia menyebut nama bosnya yang tak mendapatkan bagian dari hasil perampokan uang negara. Laki-laki sedikit rambut itu pun tertawa. Entah apa yang lucu.

Setelah mereka membicarakan banyak hal dengan ditemani secangkir kopi dan pasangan masing-masing kecuali tamu baru itu, mereka pun bubar ke ruangan masing-masing. Besok pertemuan dilanjutkan untuk mengatur situasi politik dan bisnis yang belum sempat dijalankan.

Di dalam ruangannya, sang Pejabat itu memanggil kepala penjaga surga. Ia meminta foto-foto yang orangnya bisa menemani dan menghiburnya malam pertama itu. Kepala penjaga surga itu menunjukkan foto wanita-wanita cantik. Sang Pejabat itu pun memesan, tapi bukan memesan wanita cantik.

Kepala penjaga surga itu sempat heran, tapi ia paham setiap orang berbeda seleranya masing-masing. Untung saja ia sudah menyediakan sesuai pesanan tamu barunya itu. Ia pun menunjukkan beberapa foto. Sang pejabat itu mencari seorang pria berbadan atletis. Kepala penjaga surga itu pun paham dan mengatakan bisa disediakan.

Saat meninggalkan tamu baru itu, ia baru paham dengan yang pernah ia lihat, mengapa istri sang Pejabat itu masuk ke kamar hotel bersama supir sang Pejabat itu sendiri. Ia mengangguk-angguk sambil melangkah.***

Ket. Gbr: Ilustrasi

Sumber: Liputan6.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun