Sepasang burung pipit terbang dan berhenti di sebuah dahan pohon sambil berkicau bahagia menyambut hari cerah.
Dengan senyuman sudah tidak asing lagi di mata sang Supir, sang Istri melangkah sedikit cepat menuju mobil mewah pemberian sang Suami. Tanpa ada perintah, karena ia sudah tahu tugasnya sekarang, sang Supir itu pun melangkah cepat menyusul sang Istri pejabat itu ke dalam mobil.
Sang Istri duduk di depan, di samping sang Supir. Seharusnya, berdasarkan asas pekerjaan dan profesionalisme, sebagai seorang majikan seharusnya ia duduk di belakang supir. Tapi asas dan kedudukan profesi itu ia buang jauh-jauh.
Saat sang Supir itu masuk, sang Istri pejabat itu pun menyambutnya dengan pelukan hangat yang sudah lumayan lama tidak ia rasakan karena disibukkan mengurusi persidangan kasus suaminya sebelum ditetapkan secara sah hukuman yang pantas, yaitu masuk surga.
Di dalam mobil mewah itu, sang Supir tidak mau kalah. Ia balas pelukan erat dan hangat wanita tuannya itu.
“Sudah lama aku menunggu ini,” kata sang Istri pejabat itu dengan nafas tidak teratur.
“Aku juga, Bu.”
“Jangan panggil ibu.” Sang Istri pejabat itu mengatur nafasnya.
“Oh iya. Aku lupa, sayang.”
Sang Istri pejabat itu tertawa pelan dengan bahagia sambil melepaskan pelukan hangatnya.
“Kita ke mana?” tanya sang Supir.