PENDAHULUAN ULUMUL QUR'AN
OLEH:ASYIAH ZAHARA DAN FIRDA MULYANA
A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang dianggap sebagai wahyu Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an telah menjadi pedoman utama dalam kehidupan umat Muslim, memberikan panduan tentang etika, moral, hukum, dan lain-lainnya. Untuk memahami sepenuhnya ajaran Al-Qur’an, penting untuk menjelajahi ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, yang dikenal sebagai “Ulumul Qur’an”. Ulumul Qur’an merujuk pada berbagai aspek yang terkait dengan Al-Qur’an, termasuk sejarah penulisan, metode penafsiran, serta kaitannya dengan konteks sejarah dan sosial.
Memahami Ulumul Qur’an tidak hanya memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana Al-Qur’an dipahami dan diinterpretasikan, tetapi juga membantu umat muslim mengenali akar dan nilai-nilai yang terkadung didalamnya. Dalam dunia yang terus berubah dengan cepat, pemahaman yang baik tentang Ulumul Qur’an dapat membantu umat Islam menjawab pertanyaan-pertanyaan kontemporer dan menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan modern. Melalui makalah ini, kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang ilmu-ilmu yang terdapat didalam kitab suci Al-Qur’an.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulumul Qur’an
Al- Qur’an adalah kitab suci umat Islam dan merupakan sumber utama ajaran Islam juga menjadi pedoman hidup dan referensi bagi kehidupan manusia. Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad yang dalam sejarah sudah terbukti tidak ada yang dapat menandinginya. Tidak semua orang dapat memahami Al-Qur’an secara baik termasuk juga orang Arab yang memiliki kemampuan bahasa Arab yang baik. Supaya pedoman hidup ini dapat dipahami secara sempurna, maka membutuhkan sejumlah ilmu dan alat untuk membedahnya yang dimaksud dengan ‘Ulum Al-Qur’an.
Ulumul Qur’an terdiri dari dua kata yaitu ‘Ulum dan Al-Qur’an. ‘Ulum adalah jama’ dari kata tunggal ‘Ilm yang artinya ilmu. Sedangkan Al-Qur’an adalah kitab ke-4 Allah Swt. Yang diturunkan kepada nabi Muhammad. Maka secara harfiah Ulumul Qur’an bisa diartikan sebagai ilmu-ilmu Al-Qur’an atau ilmu-ilmu yang membahas Al-Qur’an.
Seperti yang didefinisikan Abu Syahbah, ilmu adalah sejumlah materi pembahasan yang dibatasi kesatuan tema atau tujuan, sedangkan Al-Qur’an, sebagaimana didefinisikan ulama bahasa, ulama ushul, ulama fiqih, adalah “kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad, yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, yang diturunkan secara mutawatir, membacanya mempunyai nilai ibadah, dan yang ditulis pada mushaf yang diawali surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas. Maka dari itu secara bahasa, ‘Ulum Al-Qur’an adalah ilmu atau pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Qur’an
Ulumul qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitannya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu agama, ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu i’rāb. Bahkan, sebagian ilmu ini masih dapat di pecah kepada beberapa cabang dan macam ilmu yang masing-masing mempunyai objek kajian tersendiri. Setiap objek dan ilmu-ilmu ini menjadi ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an.
•Pembahasan yang menjadi ruang lingkup ulumul qur’an menurut Ash-Shiddieqy ada enam poin, antara lain :
1.Persoalan nūzul. Persoalan yang biasa kita sebut dengan persoalan “Turunnya Al-Qur’an” dan kita sering mendengar dengan istilah Makiyah (ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah), Madaniyah (ayat-ayat yang diturunkan di Madinah), Hadhariah (ayat ayat yang ditirunkan ketika nabi berada di kampung), Safariah (ayat ayat yang diturunkan ketika nabi dalam perjalanan), Nahāriah (ayat ayat yang diturunkan waktu siang), Lailiah (ayat ayat yang diturunkan waktu malam), Syitāiah (ayat ayat yang diturunkan di musim dingin), Shaifiah ((ayat ayat yang diturunkan ketika musim panas), Firā-syiah (ayat ayat yang diturunkan ketika nabi di tempat tidur). Persoalan ini juga meliputi hal yang menyangkut sebab-sebab turun ayat, yang mula-mula turun, yang terakhir turun, yang berulang-ulang turun, yang turun terpisah-pisah, yang turun sekaligus, yang pernah diturunkan kepada seorang Nabi, dan yang belum pernah turun sama sekali.
2.Persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawātir, yang āhād, yang syāz, bentuk-bentuk qirāāt Nabi. Para periwayat dan para penghafal Al-Qur’an, dan cara tabammul (penerimaan riwayat).
3.Persoalan adā’ al-qirāah (cara membaca Al-Qur’an). Hal ini menyangkut waqf (cara berhenti), ibtidā (cara memulai), imālah, madd, (bacaan yang dipanjangkan), takhfif hamzah (meringankan bacaan hamzah), idghām (memasukkan bunyi huruf yang sakin kepada bunyi huruf sesudahnya).
4.Pembahasan yang menyangkut lafal Al-Qur’an, seperti pembacaan yang pelik disebut gharīb, menerima perubahan akhir kata disebut mu’rab, metafora disebut majāz, lafal yang mengandung lebih dari satu makna disebut musytarak, sinonim disebut murādif, isti’ārah metafor, dan penyerupaan disebut tasybīh.
5.Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, seperti kata yang bermakna ‘umum’ memiliki tiga posisi antara lain : Umum yang yang tetap dalam keumumannya, Umum yang khusus, dan Umum yang dikhususkan oleh sunnah, nash, zahir, mujmal (global), mufashshal (dirinci), manthūq (makna yang berdasarkan pengutaraan), mafhūm (makna yang berdasarkan pemahaman), muthlaq (tidak terbatas), muqayyad (terbatas), muhkam (kukuh, jelas), mutasyābib (samar), musykil (maknanya pelik), nāsikh (menghapus), mansūkh (dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhar (dikemudiankan), ma’mūl (diamalkan pada waktu tertentu), dan ma’mul juga disini (diamalkan hanya seorang saja).
6.Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafal, yaitu fashl (pisah), washl (berhubung), ījāz (singkat), ithnāb (panjang), musāwah (sama), dan qashr (pendek).
Dari yang disebutkan diatas kita mengetahui bahwa ruang lingkup Al-Qur’an menjadi pokok pembahasan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Namun, kenyataannya ada secercah ayat-ayat yang menyangkut dengan kehidupan sehari-hari kita, dan menafsirkannya butuh pengetahuan tentang disiplin ilmu. Seperti penafsiran ayat kauniah memerlukan pengetahuan astronomi, ayat-ayat ekonomi memerlukan ilmu ekonomi, dan ayat-ayat politik memerlukan ilmu politik, dan seterusnya.
Mengingat banyaknya yang berkaitan dengan pembahasan Ulumul Qur’an, ruang lingkup pembahasan ini jumlahnya sangat banyak, Bahkan, menurut Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu-ilmu Al-Qur’an mencapai 77.450. Hitungan itu diperoleh dari hasil perkalian jumlah kalimat Al-Qur’an dengan empat, karena masing-masing kalimat memiliki makna zhahir, batin, had, dan mathla’. Jumlah tersebut akan semakin bertambah jika melihat urutan kalimat didalam Al-Qur’an serta hubungan antar urutan. Jika sisi itu yang dilihat, maka ruang lingkup pembahsan Ulumul Qur’an tidak akan bisa dihitung atau tak terhingga lagi.
C. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur’an
Ulum Al-Qur’an tidak lahir sekaligus, Melainkan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan. Istilah ini tidak dikenal pada masa awal pertumbuhan Islam, istilah ini muncul pada abad ke-3, tapi sebagian ulama berpendapat bahwa istilah ini lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri pada abad ke-5.
Pada masa Rosulullah, hingga masa kekhalifahan Abu Bakar (12-13 H) dan Umar (12-23 H) Ilmu Al-Qur’an masih dilafalkan secara lisan, dan ketika zaman kekhalifahan Usman (23-35 H), disaat orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non Arab, pada saat itu Usman memerintahkan agar kaum muslimim berpegangan pada mushaf induk, dan membakar mushaf lainnya lalu mengirimkan mushaf induk itu kepada beberapa daerah sebagai pegangan. Dengan demikian, usaha yang dilakukan Usman dalam membuat naskah Al-Qur’an berarti beliau telah meletakan dasar ilm rasm al-Qur’an.
Sejarah perkembangan ‘Ulumul Qur’an tidak terlepas pada waktu kapan Al-Qur’an diturunkan pertama kali sampai dengan bagaimana Al-Qur’an menjadi sebuah mushaf. Perkembangan ini secara umum tidak ada yang tahu persis kapan Istilah ‘Ulumul Qur’an pertama kali diperkenalkan dan menjadi sebuah disiplin ilmu. Tetapi menurut beberapa ahli bahwa istilah tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Ibn Al-Marzuben.
Perkembangan ‘Ulumul Qur’an dibagi menjadi fase-fase sebagai berikut;
1. ‘Ulumul Qur’an pada masa Rasulullah SAW
Pada masa ini yaitu berupa penafsiran ayat Al-Qur’an langsung dari Rasulullah kepada para sahabat, begitu juga dengan antusias para sahabat dalam bertanya tentang makna sebuah ayat, mempelajari hukum-hukumnya, dan menghafalnya.
2. ‘Ulumul Qur’an pada masa Khalifah
Pada masa ini, tahapan perkembangan awal mulai berkembang pesat, diantara kebijakan-kebijakan khalifah sebagai berikut
a. Khalifah Abu Bakar dengan kebijakan pengumpulan (penulisan Al-Qur’an yang pertama yang dipelopori oleh Umar bin Khatab dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit)
b. Kekhalifahan Utsman dengan keputusan menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf, dan hal itu terlaksana, mushaf tersebut disebut mushaf Imam. Salinan-salinan mushaf ini dikirimkan ke beberapa provinsi. Dan penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-Rosmu ‘Usmani yaitu dikaitkan kepada Usman, dan dianggap sebagai permulaan Ilmu I’rabil Qur’an.
c. Kekhalifahan Ali Ra. Dengan kebijakan perintahnya kepada Abu ‘Aswad Ad-Du’ali menyimpan kaidah-kaidah nahwu, memberikan ketentuan harakat pada qur’an, dan cara pengucapan yang tepat, dan dianggap sebagai permulaan Ilmu I’rabil Qur’an.
3. ‘Ulumul Qur’an pada masa Sahabat dan Tabi’in
Seiring berjalannya waktu, para sahabat dan tabi’in bersungguh-sungguh melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat serta meneruskan perjuangan mereka dalam menyampaikan makna-makna Al-Qur’an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami, dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW, hal inilah diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.
Diantaranya para Musafir yang terkenal dari pada sahabat adalah:
1) Empat orang khalifah (Abu Bakar,’Umar,’Utsman dan ‘Ali)
2) Ibnu Mas’ud
3) Ibnu ‘Abbas
4) Ubai bin Ka’ab
5) Zaid bin Tsabit
6) Abu Musa al-asy’ari
7) ’Abdullah bin Zubair.
Perkembangan Al-Qur’an menghadapi banyak peningkatan disetiap masanya dan tibalah kita pada zaman modern. Pada zaman modern para para tokoh Islam mengembangkan sebuah pemikiran baru dimana mereka menggabungkan dan mengaitkannya kembali dengan perkembangan pengetahuan modern dengan ilmu-ilmu Al-Qur’an. Kemudian munculah sebuah gerakan baru dimana ia memunculkan banyak karangan-karangan Islami dengan corak modern. Ada sebagian kitab yang muncul pada masa modern ini diantaranya: I’jaz Al-Qur’an karangan Musthafa Shadiq Rafi’I, Kitab al-Tashwir al-Fann fi al-Quran, Fi zhilal al-Quran dan Masyahid al-Qiyamah fi al-Quran yang merupakan karangan Sayyid al-Quthb, terjemah Al-Qur’an karangan Syekh al-Maraghi, al-Naba al-Azim karangan Muhammad Abd Allah al-Darazz dan Mahasin al-Ta’wil oleh Jamal al-Din al-Qasimi di tahun 1332 H.
D. Urgensi dan Korelasi Ulumul Qur’an dengan ilmu-ilmu (Fiqh, Kalam, Tasawuf, Hadits, Filsafat)
Urgensi adalah kepentingan mendesak atau suatu kepentingan yang bersifat mendesak dan harus segera dilakukan. Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI), urgensi merupakan keharusan yang mendesak. Sedangkan korelasi adalah keeratan antara variabel. Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI), arti korelasi adalah hubungan timbal balik atau sebab akibat. Jadi pada poin ini akan membahas tentang kepentingan (yang bersifat mendesak) dan hubungan timbal balik ulumul qur’an dengan ilmu-ilmu agama seperti fiqh, kalam, tasawwuf, hadist, dan filsafat.
1.Fiqh dalam Ulumul Al-Qur’an.
Ilmu fiqih adalah ilmu yang dimaknai sebagai pemahaman manusia mengenai praktik-praktik ibadah berdasarkan syariat, yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan sunnah. Urgensi ulumul qur’an dengan fiqih ini yaitu ada pada ayat yang menerangkan tentang sistem ibadah seperti sholat, taharoh, dan kewajiban-kewajiban ibadah lainnya. Seperti contoh ibadah pengobatan uji coba manusia terhadap obat penyakit virus covid-19. Dalam kontek pengujian obat pada manusia, kaedah ini memberi arti bahwa pengujian itu dapat dilakukan karena manfaat dari hasil pengujian tersebut akan membawa maslahat yang lebih besar bagi umat manusia dalam dunia perobatan dan penggulangan penyakit. Sehingga meski dalam ujicoba tersebut kemungkinan kecil akan ada “dharar” atau “mafsadat” bagi para relawan namun mashlahat yang diterima seluruh umat jauh lebih besar. Sebagaimana firman Allah:
وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌۗ
Artinya: “..Mereka mengutamakan (Muhajirin) daripada dirinya sendiri meskipun mempunyai keperluan yang mendesak.” (QS Al Hasyr:9)
2.Kalam dalam Ulumul Al-Qur’an
Hubungan antara Ilmu kalam dengan Al-Qur’an sangatlah erat. Sebab, Al-Qur’an memberikan dorongan untuk memunculkan pemikiran tentang Islam. Makna pemikiran dalam Islam adalah upaya rasional para ulama untuk menjelaskan Islam dari sumber aslinya, yaitu Al-Qur’an. Dengan kata lain, pemikiran Islam adalah apa yang dihasilkan oleh pemikir Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga saat ini. Sementara itu, Al-Quran dijadikan sumber untuk memotivasi manusia berpikir. Oleh karena itu, melalui upaya penafsiran Al-Quran, pemikiran-pemikiran terus berkembang di kalangan umat Islam, termasuk di dalamnya pemikiran kalami yang muncul.
3.Tasawwuf dalam Ulumul Al-Qur’an
Tasawwuf sendiri adalah ilmu dalam agama Islam yang berfokus menjauhi hal-hal duniawi. Korelasi antara ilmu ini terhadap ulumul qur’an menurut tafsir sufistik emanatif/isyari, yaitu takwil terhadap ayat Alquran berbeda dengan makna zhahirnya karena adanya isyarat pengetahuan dari Allah yang diperoleh oleh seorang sufi, meskipun makna zhahirnya tetap dapat digunakan pula. Poin disini para pelaku tasawwuf dengan segala keistimewaannya bisa menafsiri alqur’an dengan ilham yang Allah berikan. Pastinya untuk menjadi orang-orang tasawwuf mereka melewati pembelajaran tentang ulumul qur’an.
4.Hadist dalam Ulumul Qur’an.
Ilmu Qur'an dan Hadits adalah dua disiplin ilmu penting dalam Islam yang saling terkait. Ini karena Hadits mengandung ajaran dan pernyataan Nabi Muhammad SAW yang merupakan penafsiran dan penjelasan atas isi Al-Qur'an. Hadits digunakan untuk membantu memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an. Hadits sering kali memberikan konteks historis dan penjelasan tambahan tentang makna ayat-ayat tertentu. Hadits juga berfungsi sebagai sumber utama untuk memahami bagaimana Nabi Muhammad SAW menjalankan ajaran-ajaran Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, cara shalat, puasa, dan hukum-hukum Islam lainnya diambil dari Hadits.
Ilmu Al-Qur’an dan Hadits memiliki urgensi yang besar, salah satunya adalah membimbing umat Islam dalam memahami hukum-hukum agama dan etika yang harus diikuti dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ibadah, muamalah, dan perilaku juga membantu individu untuk mengembangkan kepribadian yang baik dan moral yang kuat.
5.Filsafat dalam Ulumul Qur’an.
Penafsiran adalah upaya mendialogkan teks dengan konteks, maka dari itu munculah pemahaman kandungan Al-Qur’an yang relevan dengan konteks. Upaya pencarian makna Al-Qur’an tersebut adalah kerja dasar dari filsafat itu sendiri. Yang berarti penafsiran (ulumul qur’an) dan filsafat pada dasarnya saling berkaitan, yakni keduanya adalah penggunaan akal manusia. Dan pentingnya memahami Ulumul Qur’an dengan filsafat adalah untuk mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang pesan-pesan Al-Quran dan menghubungkannya dengan kerangka pemikiran filsafat.
A. KESIMPULAN
Ulumul Quran adalah cabang ilmu Islam yang sangat penting dalam memahami Al-Quran. Ini mencakup aspek-aspek seperti sejarah Al-Quran, ruang lingkup pembahasan, dan hubungannya dengan ilmu-ilmu lainnya. Ulumul Quran mengajarkan bahwa Al-Quran adalah kitab suci yang memerlukan studi yang mendalam. Dalam usaha untuk menjaga kebenaran dan makna-makna yang terkandung di dalamnya, kajian Ulumul Quran adalah suatu keharusan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H