Mohon tunggu...
Ia Sitti aisah
Ia Sitti aisah Mohon Tunggu... Guru - Guru DTA Bunyanul Hasan

Menulis puisi, menonton dan menulis naskah pidato

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kepemimpinan Perempuan dalam Qs. An-Nisa Ayat 34 Berdasarkan Tafsir Al-Misbah dan Tafsir Ibnu Katsir

22 Mei 2024   19:04 Diperbarui: 22 Mei 2024   19:09 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh karena itu beliau mendapat predikat "albusharawi" (orang Bushra). (Khursyid, 2019, hal. 219) Ayahnya bernama Syihab al-Din Abu Hafsh Amr Ibnu Katsir bin Dhaw ibnu Zara al-Qurasyi yang merupakan salah satu ulama terkemuka dimasanya. Beliau pernah mendalami madzhab Hanafi, kendatipun menganut madzhab Syafii setelah menjadi khatib di Bushra. Ibnu Katsir berkata dalam biografi ayahnya bahwa ayahnya wafat pada tahun 703 H ketika beliau berusia tiga tahun. Setelah ayahnya wafat, Ibnu katsir dibawa kakaknya (kamal al-Din Abd al-Wahhab) dari desa kelahirannya ke Damaskus. Di kota inilah ia tinggal hingga akhir hayatnya. Karena perpindahan ini, beliau mendapat predikat al-dimasyqi (orang Damaskus).  (Maswan, 2002, hal. 35)

Ibnu Katsir adalah seorang ulama yang dari segi pengetahuannya tidak dapat diragukan lagi. Beliau juga sangat produktif dalam menulis karyanya dari berbagai disiplin ilmu-ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti dengan karya-karyanya yang masih eksis sampai sekarang dan banyak dikaji oleh kalangan umat islam baik dibidang fiqh, sejarah, hadits dan tafsir. Salah satu karya Ibnu Katsir adalah Tafsir al-Quran al-Azhim, lebih dikenal dengan nama Tafsir Ibnu Katsir. Diterbitkan pertama kali dalam 10 jilid, pada tahun 1342 H/ 1923 M di Kairo. Fadhil Al-Quran, berisi ringkasan sejarah al-quran. Kitab ini ditempatkan pada halaman akhir Tafsir Ibnu Katsir. (Maswan, 2002, hal. 43-44)

Sekilas tentang Kitab Tafsir Al-Mishbah

Tafsir Al-Mishbah merupakan sebuah tafsir yang menafsirkan al-quran lengkap tiga puluh juz sebanyak lima belas jilid yangdi karang oleh Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, pada 16 Februari 1944. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang, dia melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil "nyantri" di Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah. Pada 1958, dia berangkat ke Kairo, Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar.Pada 1967, dia meraih gelar LC (S-I) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadits Unifersitas Al-Azhar. Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada 1969 meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Quran dengan tesis berjudul Al-Ijaz Al-Tasyriiy li Al-Quran Al-Karim. (Shihab, 1994, hal. 6)

Al-Qur'an Surah An-Nisa ayat 34

Para-lelaki adalah qawwamun atas para wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang saleh, ialah yang taat, memelihara diri ketika ia tidak di tempat, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan tinggalkanlah mereka di tempat-tempat pembaringan, dan pukullah mereka. Lalu jika mereka telah menaati kamu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Munasabah 

Ayat-ayat yang lalu (ayat 32) melarang iri hati terhadap seseorang yang memperoleh karunia lebih banyak, kemudian menyuruh agar semua harta peninggalan diberikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya, menurut bagiannya masing-masing. Ayat ini menerangkan alasan laki-laki dijadikan pemimpin kaum perempuan, dan cara-cara menyelasaikan perselisihan suami istri. (RI, 2009, hal. 162)

Asbabun Nuzul

Pada suatu waktu datanglah seorang lelaki dari kalangan sahabat anshar menghadap Rasulullah saw bersama istrinya. Istrinya mengadu kepada Rasulullah saw: "Wahai Rasulullah, suamiku ini telah memukul mukaku sehingga terdapat bekas luka". Rasulullah saw bersabda: "Suamimu tidak hak untuk melakukan demikian. Dia harus diqishash". Sehubungan dengan keputusan rasulullah saw tersebut, Allah swt menurunkan ayat ke-34 dan 35 sebagai ketegasan hukum, bahwa seorang suami berhak untuk mendidik istrinya. Dengan demikian hukum qishash yang dijatuhkan rasulullah saw itu gugur, tidak jadi dilaksanakan. (HR. Ibnu Marduwaih dan Ali binAbi Thalib). (Mahalli, 2002, hal. 224)

Penafsiran Surat An-Nisa ayat 34 Menurut M. Quraish Shihab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun