Mohon tunggu...
Ahong
Ahong Mohon Tunggu... -

?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kwee Tek Hoay: Harta Terpendam Sastra Indonesia

25 Maret 2012   16:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:29 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Memang karyanya paling banyak, jelas sekali kandungan isinya. Karya ia yang tercatat 115, mungkin lebih sebenarnya.”

Kwee Tek Hoay menghasilkan karya sebanyak itu tanpa mengenyam pendidikan tinggi, kata Sejarawan Tionghoa dari Yayasan Nabil Didi Kwartanada.

“Dia hanya pendidikan setingkat SD. Orang Tionghoa susah mendapat pendidikan yang cukup baik. Jadi Kwee Tek Hoay lebih sebagai orang yang belajar sendiri sehingga bisa mendapat banyak pengetahuan.”

Ibnu Wahyudi, Dosen Sastra UI

Ibnu Wahyudi, Dosen Sastra UI
Dalam kesehariannya, Kwee Tek Hoay adalah seorang jenaka dan berpandangan terbuka. Cicitnya, Susi Kohar mengenang.

“Orang yang lucu, pintar berkelakar. Dia sangat demokratis. Tidak seperti orang zaman dulu, yang tradisi minded. Dia sangat terbuka wawasannya. Apa yang baik dari barat dan timur diambil oleh almarhum KTH.

Kedua sifat itu muncul dalam sejumlah karyanya. Dalam karya drama Nonton Cap Go Meh, dengan gaya jenaka Kwee mengkritik kekolotan tradisi peranakan di Indonesia.

Alkisah pada 1930, ada pasangan suami istri baru dari keluarga Tionghoa, Thomas dan Lies. Thomas mengajak istrinya nonton Cap Gomeh, perayaan 15 hari setelah Hari Raya Imlek. Lies yang kolot menolak, tabu keluar bersama rombongan pria, teman-teman suaminya. Thomas kesal. Ia minta teman prianya, Franz menyamar menjadi perempuan dan menemaninya.

Lies mengira suaminya pergi dengan perempuan sungguhan. Terbakar cemburu, ia minta kerabat perempuannya menyamar menjadi pria dan menemaninya nonton Cap Gomeh. Gantian Thomas marah. Sesampai di rumah, mereka bertengkar dan akhirnya tertawa setelah mengetahui kenyataan sesungguhnya.

Sutradara Teater Bejana Daniel Jacob mengomentari lakon itu.

Susy Kohar, Cicit Kwee

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun