“Memang karyanya paling banyak, jelas sekali kandungan isinya. Karya ia yang tercatat 115, mungkin lebih sebenarnya.”
Kwee Tek Hoay menghasilkan karya sebanyak itu tanpa mengenyam pendidikan tinggi, kata Sejarawan Tionghoa dari Yayasan Nabil Didi Kwartanada.
“Dia hanya pendidikan setingkat SD. Orang Tionghoa susah mendapat pendidikan yang cukup baik. Jadi Kwee Tek Hoay lebih sebagai orang yang belajar sendiri sehingga bisa mendapat banyak pengetahuan.”
Ibnu Wahyudi, Dosen Sastra UI
Ibnu Wahyudi, Dosen Sastra UI
Dalam kesehariannya, Kwee Tek Hoay adalah seorang jenaka dan berpandangan terbuka. Cicitnya, Susi Kohar mengenang.
“Orang yang lucu, pintar berkelakar. Dia sangat demokratis. Tidak seperti orang zaman dulu, yang tradisi minded. Dia sangat terbuka wawasannya. Apa yang baik dari barat dan timur diambil oleh almarhum KTH.
Kedua sifat itu muncul dalam sejumlah karyanya. Dalam karya drama Nonton Cap Go Meh, dengan gaya jenaka Kwee mengkritik kekolotan tradisi peranakan di Indonesia.
Alkisah pada 1930, ada pasangan suami istri baru dari keluarga Tionghoa, Thomas dan Lies. Thomas mengajak istrinya nonton Cap Gomeh, perayaan 15 hari setelah Hari Raya Imlek. Lies yang kolot menolak, tabu keluar bersama rombongan pria, teman-teman suaminya. Thomas kesal. Ia minta teman prianya, Franz menyamar menjadi perempuan dan menemaninya.
Lies mengira suaminya pergi dengan perempuan sungguhan. Terbakar cemburu, ia minta kerabat perempuannya menyamar menjadi pria dan menemaninya nonton Cap Gomeh. Gantian Thomas marah. Sesampai di rumah, mereka bertengkar dan akhirnya tertawa setelah mengetahui kenyataan sesungguhnya.
Sutradara Teater Bejana Daniel Jacob mengomentari lakon itu.
Susy Kohar, Cicit Kwee