Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, Penyuluh Antikorupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK, Peneliti, Tim Ahli

Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem,Keuangan Negara, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif. Saya merupakan Awardee Beasiswa Unggulan Puslapdik Kemendiknbud RI.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Nicholas: Mencegah Kerugian Negara pada BUMD Melalui Pengawasan Kewenangan Kepala Daerah.

5 Juli 2023   18:08 Diperbarui: 5 Juli 2023   18:28 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nicholas Martua Siagian Narasumber Optimalisasi Peran Aparatur Pengawas Internal Pemerintah 2022

Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mengoptimalkan peran BUMD. Dalam kerangka regulasi, pengaturan mengenai BUMD telah tercantum dalam Pasal 304 serta Pasal 331 sampai dengan Pasal 343 UU Pemda. Pengaturan lebih rigid mengenai tata kelola BUMD mulai dari pendirian, penyelenggaraan, hingga pembinaan dan pengawasan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah.

Relasi antara BUMD dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut tergambarkan pada BUMD dibagi menjadi dua jenis yakni Perusahaan Umum Daerah (Perumda) dan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda). Dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang  Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BUMD Perumda tugasnya lebih difokuskan pada kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa sesuai kondisi, karakteristik dan potensi daerah yang bersangkutan. Hal ini berbeda dengan BUMD Perseroda yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU Perseroan Terbatas) yang lebih berorientasi untuk menghasilkan laba.

Permasalahan terhadap pembagian kewenangan kepala daerah dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah, tampaknya semakin rumit, mengingat keadaan politik yang melatarbelakangi masing-masing daerah. Badan Usaha MIlik Daerah (BUMD) sebagai sumber pendapatan daerah menjadi salah satu urusan yang seringkali dijadikan objek jual beli "kepentingan politis" bagi kepala daerah yang terpilih dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. Hal tersebut dibuktikan oleh Laporan Hasil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yaitu : 

  1. Tata kelola dan kinerja BUMD belum memadai, sehingga BUMD belum dapat melayani dan memenuhi tanggung jawab kepada publik secara optimal;

  2. Pemerintah Daerah tidak menjabarkan peran dan arah pengembangan BUMD dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah, sehingga tidak ada pedoman untuk merumuskan langkah pengembangan dan pembinaan BUMD;

  3. Ketidakjelasan visi dan misi pemerintah daerah terkait tujuan pembentukan BUMD, sehingga BUMD sulit untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan, misalnya BUMD tidak dapat memenuhi tujuan penyediaan barang/jasa kepada masyarakat daerah, sekaligus mendapatkan untung dari usaha BUMD tersebut;

  4. Rekrutmen Dewan Komisaris/Badan Pengawas, direksi dan karyawan BUMD yang tidak melalui proses yang terbuka dan transparan, sehingga banyak yang meragukan kompetensinya;

  5. Respon atau izin Pemerintah Daerah atas keputusan bisnis seringkali lambat, sehingga BUMD tidak mampu bersaing dengan sektor swasta yang pada gilirannya akan mengalami kerugian;

  6. Kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam aspek permodalan BUMD.

Dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan harus berdasarkan asas legalitas, asas pelindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan AUPB sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pejabat Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintahan, dan AUPB. Pada hakikatnya, definisi Pemerintah Daerah berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 diartikan sebagai penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI 1945. Dalam pengelolaan Perumda, Kepala Daerah memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaannya, karena sifat Perumda itu sendiri yang modalnya dimiliki seluruhnya oleh Pemerintah Daerah. Tentunya tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah sebagai pemilik modal dan organ tertinggi dalam Perumda merupakan tindakan hukum publik yang didasarkan pada wewenang atribusi yang diberikan oleh Undang-Undang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sedangkan dalam pengelolaan Perseroda, Kepala Daerah berkedudukan sebagai pemegang saham yang mempunyai kewenangan mengambil keputusan sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 ayat (1) dan pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah tentang BUMD. Kepemilikan saham suatu daerah terhadap Perseroda menurut ketentuan Pasal 339 ayat (1) UU Pemerintah Daerah adalah seluruhnya yang berarti 100% (seratus persen) dari jumlah saham Perseroda atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dari total saham keseluruhan. Dari prosentase kepemilikan saham tersebut maka Daerah akan menjadi pemegang saham mayoritas. Kepemilikan saham mayoritas Daerah, akan berpengaruh dalam kedudukannya dalam Rapat Umum Pemegang Saham, khususnya dalam hal permodalan Perseroda dan pengambilan keputusan.

Dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang BUMD, memberikan kewenangan yang sangat luas kepada kepala daerah. Di samping sebagai penyelenggara utama dalam pemerintahan daerah, juga menjadi subjek utama dalam pengelolaan BUMD baik perumda maupun perseroda. Besarnya kewenangan ini bisa menimbulkan celah terhadap adanya konflik kepentingan (conflict of interest), yang dapat berdampak kepada lemahnya pengelolaan BUMD sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 343 Undang-Undang Pemerintah Daerah yaitu, "Pengelolaan BUMD paling sedikit harus memenuhi unsur: a. tata cara penyertaan modal; b. organ dan kepegawaian; c. tata cara evaluasi; d. tata kelola perusahaan yang baik; e. perencanaan, pelaporan, pembinaan, pengawasan; f. kerjasama; g. penggunaan laba; h. penugasan Pemerintah Daerah; i. pinjaman; j. satuan pengawas intern, komite audit dan komite lainnya; k. penilaian tingkat kesehatan, restrukturisasi, privatisasi; l. perubahan bentuk hukum; m. kepailitan; dan n. penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan."  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun