ANALISISÂ
Permasalahan Regulasi Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tidak terlepas dari perkembangan kebijakan terkait dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Istilah BUMD baru dikenal dalam Peraturan Mendagri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD, dan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini disebabkan pendirian dan pengaturan BUMD sampai saat ini masih tunduk dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.Â
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah secara yuridis masih berlaku sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Undang Undang Dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, yang menyatakan bahwa "pernyataan tidak berlakunya Undang-Undang yang tercantum dalam Lampiran III Undang-Undang ini ditetapkan pada saat Undang-Undang yang menggantikannya mulai berlaku." Â Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah masih berlaku sampai dengan disahkannya Undang-Undang penggantinya.Â
Namun sampai saat ini belum ada Undang-Undang penggantinya, sedangkan materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah memiliki semangat berbeda dengan situasi dan kondisi sekarang. Oleh karena itu, dalam implementasinya Undang-Undang tersebut sudah tidak relevan dan kurang mampu mengakomodasi penyelenggaraan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Dalam perjalanannya, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) masuk ke dalam salah satu materi Undang-Undang Pemerintah Daerah yakni dalam Bab XII mulai Pasal 331 Sampai Pasal 343. Saat ini dasar hukum Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) melalui pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD yang mulai diberlakukan pada Desember 2017. Pengaturan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dari waktu ke waktu memang belum memberikan kondisi ideal bagi pengelolaannya, sebab Undang-Undang khusus tentang BUMD hingga kini belum terbentuk, hanya diatur secara parsial dalam materi pemerintahan daerah. Â
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan bahwa  Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah. Peraturan Pemerintah ini diberlakukan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 331 ayat (6), Pasal 335 ayat (2), Pasal 336 ayat (5), Pasal 337 ayat (2), Pasal 338 ayat (4), Pasal 34O ayat (2), Pasal 342 ayat (3) dan Pasal 343 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Badan Usaha Milik Daerah. Oleh karena itu, permasalahan yang ditemukan adalah Peraturan pemerintah ini merujuk kepada Undang-Undang Pemerintah Daerah bukan terhadap Undang-Undang khusus yang mengatur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).Â
Ini menjadi permasalahan penting terhadap keseluruhan dasar hukum dari peraturan pemerintah ini. Padahal, di samping Undang-Undang Pemerintah Daerah terdapat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah yang berlaku sebagian hingga saat ini sebagai dasar hukum. Permasalahan ini semakin terlihat dalam pasal 405 Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah bahwa pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang  tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini.Â
Analisis Permasalahan Terhadap Kewenangan Kepala Daerah dalam Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Berdasarkan Perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Dalam era otonomi daerah, kewenangan daerah akan semakin kuat dan luas sehingga diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang ketat untuk menghindari ketidakteraturan dalam menyusun kebijakan. Wewenang untuk  menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri berarti memberikan kesempatan bagi daerah untuk berinisiatif sendiri dan untuk merealisir hal tersebut, daerah membutuhkan sumber keuangan sendiri dan pendapatan-pendapatan yang diperoleh dari sumber keuangan sendiri memerlukan pengaturan yang tegas agar dikemudian hari tidak terjadi perselisihan antara pusat dan daerah.Â
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur bahwa kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. Kepala daerah dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah dimaksud menyusun laporan keuangan daerah yang memuat salah satunya ikhtisar laporan keuangan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Hal ini menegaskan bahwa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan badan usaha yang dimiliki oleh pemerintah daerah.Â