Putra hanya tertawa sinis, matanya menyala penuh api. "Sudah terlambat, Caraka. Kamu sudah terlalu banyak menyakitinya, bahkan sebelum kamu menyadarinya."
Auni mengalihkan pandangannya ke arah Putra, wajahnya menyiratkan kemarahan yang begitu dalam. "Kamu tidak mengerti apa-apa, Putra. Kamu hanya memperkeruh semuanya!"
Sebelum Putra sempat membalas, angin kencang tiba-tiba menerpa, disusul dengan ombak besar yang datang menghantam pantai tanpa ampun. Hanya ada suara gemuruh laut yang menelan seluruh keberadaan mereka.Â
Caraka refleks memeluk Auni, berusaha melindunginya dari gelombang raksasa. Namun, kekuatan alam terlalu besar. Mereka berdua tersapu, tubuh mereka terbawa arus dingin dan tenggelam dalam kekacauan ombak yang tak terhentikan. Sementara itu, Putra beruntung bisa menghindar dan berpegang pada batu karang.
Air laut menghantam, menggulung mereka ke tengah, menenggelamkan semua kata yang belum sempat terucap, meninggalkan hanya keheningan dan buih putih di permukaan.
***
[Mahéng]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H