Namun, apa yang terjadi jika ada guru yang justru mengajarkan 'tepuk anak saleh' yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila itu?
Hal ini akan berdampak negatif terhadap pembentukan generasi penyelenggara negara yang diskriminatif. Sudah terlalu banyak kasus di mana para penyelenggara negara kita terlibat dalam tindakan diskriminatif, bahkan ada yang mewakili organisasi masyarakat tertentu dalam mendukung pelarangan pembangunan rumah ibadah.
Adapun agen utama untuk pengembangan institusional-politikal (tata kelola) ini adalah para penyelenggara negara (Kemendikbudristek) dan kepemimpinan politik (political society dan civil society)
Penjelasan mengenai dimensi material-teknologikal telah diajukan oleh banyak pemikir. Menurut Yudi Latif, ide dan peradaban dari kelompok yang memiliki dominasi dalam penguasaan sumber daya material dan teknologi akan berpengaruh kuat terhadap ide dan peradaban kelompok lainnya.
Hal ini sejalan dengan pandangan Toynbee, di mana semakin tinggi tingkat teknologi suatu peradaban, semakin mudah budaya peradaban tersebut menyebar ke lapisan-lapisan budaya peradaban lainnya.
Perlu diperhatikan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap teknologi asing melalui investasi perlu diselidiki secara lebih mendalam. Memang, sebagai negara yang ingin maju, kita membutuhkan kemajuan teknologi dan investasi untuk mendorong pembangunan. Namun, kita juga harus menjaga agar nilai-nilai dalam Pancasila tidak terabaikan dalam proses tersebut.
Selain itu, perlu dicermati bahwa terlalu mengandalkan utang dalam pembangunan juga dapat menjadi masalah yang serius. Seperti yang diingatkan oleh Tan Malaka, "Negara yang meminjam pasti menjadi hamba peminjam."
Hal ini berarti bahwa jika kita terus bergantung pada utang untuk membiayai pembangunan, kita bisa kehilangan kemandirian dan kebebasan dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada kedaulatan negara.
Tidak ada negara yang bisa makmur secara berkelanjutan hanya semata-mata mengandalkan kekayaan sumber daya alam. Daya sintas kemakmuran lebih terjamin dengan mengandalkan sumber daya kecerdasan (pendidikan). Dalam hal ini adalah pendidikan berparadigma Pancasila.
Artinya, arah kebijakan pengembangan teknologi dan industri kita bisa belajar dari bangsa lain, tapi tidak perlu sama.
Adapun agen utama untuk pembangunan material-teknologikal ini adalah dunia usaha (negara, swasta, dan koperasi)