Begitu tempat tujuannya terlihat jelas, sifat usilnya keluar. Dia semakin menambah laju motornya. Lalu mengeremnya hingga terdengar suara pasir tersapu kibasan ban motornya. Dia memang ahlinya. Motornya berhenti tepat di depan pintu pagar rumah itu. Tiba-tiba senyum kemenangannya tampak bodoh. Dia baru menyadari ada orang di sana.
Cantiknya! Ujar Jerry dalam hati. Matanya terpaku pada wajah gadis itu. Perlahan tapi pasti, wajah gadis itu bersemu merah. Sama merahnya seperti wajah Jerry yang kini tampak salah tingkah – masih di atas motornya.
Hening. Masing-masing tidak tahu harus berbuat apa. Bibir mereka masih terkatup rapat. Gadis itu dengan sapu di tangannya. Dan Jerry yang lupa mematikan mesin motornya. Cahaya redup dari lampu memantulkan pesona dari diri mereka. Tak tahu harus bicara apa, mereka saling mengagumi untuk waktu yang cukup lama. Suara beberapa orang dewasa yang keluar mengalihkan perhatian mereka. Salah satunya Ibu Jerry yang lantas menghampirinya.
“Jerry sudah datang. Aku pulang duluan!”
“Ya. Hati-hati!” sahut yang lain.
Sebelum Ibu Jerry naik ke boncengan, dia terlebih dahulu menghampiri gadis itu.
“Tante pulang dulu ya.”
“Ya, tante.”
Ya ampun! Merdu dan halus sekali! Rongga dada Jerry membesar seiring suara itu masuk ke dalam lubang telingganya. Menggetarkan genderang telinga dan menghebohkan rumah siput. Jerry melirik ke arah gadis itu. Dibalas tatapan yang sama. DUG! DUG! DUG! debar jantungnya semakin tidak konstan.
Jerry diam sepanjang perjalanan menuju rumahnya. Ada rasa dihatinya yang tak mampu dilukiskan para pelukis. Kata-kata yang tak cukup dituliskan para penyair.
***